Share

BAB II Darah Muda

Bibi Kim Ai Ra dan Paman Kim Shin memperhatikan Chae Ra yang masih dengan posisinya berdiri di dekat gantungan jasnya. Telapak tangan yang menyatu sambil membaca mantra dengan mata tertutup.

FYUUUUUSHHHH!

Tiba-tiba angin berhembus dengan kencang menembus dalam rumah, lampu yang awalnya bersinar dengan terang kini terlihat kedap kedip tak menentu.

“Apa— apa yang terjadi?”

Chae Ra tidak menggubrisnya. Ia masih bertahan di posisi itu, melihat kejadian-kejadian yang tidak dua orang itu ketahui. Dirinya adalah saksi pembunuhan sadis itu.

“HA?!” teriak Chae Ra kaget dengan darah yang juga terciprat pada wajahnya

Suasana yang tiba-tiba sunyi. Lalu ia kembali menatap sekelompok itu. Semua Orang itu menatapnya dengan mata yang hampir keluar. Raut wajah yang penuh dengan dendam dan emosi

“Kau?!” ucap pria itu yang masih memegang pedang di tangannya dengan darah segar yang masih melekat pada badan pedang itu.

Ia berjalan mendekat ke arah Chae Ra seakan Chae Ra adalah musuh yang harus dimusnahkan. Namun, langkah pria itu terhenti tepat selangkah di hadapan Chae Ra. Ia menatap sesuatu yang ada di belakang Chae Ra berdiri.

“Maafkan aku!”

Pria yang awalnya ingin menyerang Chae Ra, kini raut wajahnya memperlihatkan rasa ketakutan dan panik. Begitupun dengan orang orang di belakangnya juga ikut menunduk.

Chae Ra mengerti dengan apa yang terjadi. Ia angsung menghampiri pria yang sudah di ambang kematiannya, darahnya sudah mengalir dari leher yang sudah terbuka lebar.

“Tolong…. To… tolong aku…” Ucap pria itu dengan rasa sakit

Chae Ra mendekat dan berlutut dengan satu lututnya dijadikan tumpuan untuk lengannya

“Apa yang kau sembunyikan?” tanya Chae Ra datar tanpa ekspresi

Pria itu tak mengatakan apapun, dan hanya meringis kesakitan sambil menatap titik tengah ruang ini. Itu adalah tempat terkahir di mana Chae Ra berdiri setelah mendengar suara langkah kaki tadi.

Chae Ra yang kian bingung karena sekelompok itu mendekat ke arah mereka berdua.

“Kuburkan saja pengkhianat ini di rumahnya. Agar tanah yang dia tempati akan terkutuk bersama semua keturunannya kelak!” si ketua memerintahkan anak buahnya untuk menggali titik tengah rumah itu yang sebelumnya ditunjuk pria itu tadi.

BRAAAKKK!

Chae Ra yang secara tiba-tiba menghentikan mantranya dan di detik itu juga ia terjatuh dengan badannya yang lemas.

“Astaga!” ucap kedua orang tua itu kaget

Mereka dengan sigap mendekat ke arah Chae Ra dan memastikan keadaan sang gadis.

“Hah…,” Chae Ra menghela napasnya panjang dengan raut wajah yang terlihat menahan sakit di kepalanya

“Kau baik-baik saja?” tanya Paman itu memastikan

Lalu Bibi Kim segera mengambil teh hangat yang baru untuk Chae Ra lalu memberikannya.

Chae Ra langsung menerima cangkir teh itu, namun tidak meminumnya. Ia masih terpaku dengan air teh yang ada di dalam cangkir sedang itu. Bagaimana bisa? Bayangannya masih saja tidak ada dalam secangkir teh itu, meskipun sudah diganti yang baru.

Merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres, Chae Ra langsung bangun dari duduknya sambil memegang cangkir teh itu. Ia tak mengatakan satu kata pun dan langsung berjalan menuju tempat yang tadi, yaitu tempat yang menuntun jiwanya dengan suara hentakan kaki.

“Hei, ke mana kau akan pergi?” Tanya bibi yang merasa keberatan

“Nona Chae Ra? Ku rasa kita bisa bicara di depan saja—“ Paman Kim belum melanjutkan ucapannya, namun Chae Ra tiba tiba memotongnya

“Apakah…. Suamimu sudah meninggal?” tanya Chae Ra yang sudah berdiri di tengah-tengah ruang keluarga. Tepat dimana jiwanya berdiri beberapa waktu yang lalu.

Bibi Kim yang mendengar pertanyaan itu merasa tertegun. Ia tak menjawab apapun, lidahnya terasa berat untuk menjawab pertanyaan itu.

“Ia masih ada di sini.” Chae Ra menatap secangkir teh hangat di tangannya

Pandangannya tak pernah putus dari cangkir itu, karena ia sudah mendapatkan bayangan wajah yang sebelumnya hilang. Namun, yang ia dapat bukan pantulan wajahnya melainkan wajah seorang pria yang sangat ia yakini merupakan pria yang baru saja ia saksikan kematiannya.

Chae Ra yang masih berdiri dengan matanya tak pernah lepas dari bayangan di cangkir itu, mereka terlihat saling menatap. Chae Ra yang sama sekali tak takut, malah ia merasa harus menuntaskan suatu hal yang menghambat roh ini untuk sampai ke alamnya.

“Apa yang kau maksud ia masih ada di sini? Kakak iparku? Dia sudah meninggal puluhan tahun yang lalu, tepat saat usia pernikahannya genap 1 tahun. Benarkan, Kak?”

Bibi Kim tak menjawab dan masih dengan pandangan kosongnya.

Chae Ra mengingat percakapan kelompok itu sebelum mengakhiri hidup suami Bibi dan ingin memastikan apa yang terjadi itu benar adanya atau tidak.

“Apakah semasa hidupnya ia pernah mengambil barang atau mencuri?” tanya Chae Ra

“TUTUP MULUTMU!” Tiba-tiba Bibi Kim membentak Chae Ra dengan emosi, seakan tak terima dengan apa yang Chae Ra tanyakan tadi. “Dia tidak pernah mengambil apapun atau bahkan mencuri sebutir pasir pun! Pergi kau!”

Namun Chae Ra tak gentar, ia masih dengan posisinya. Raut wajah pria itu terilihat berubah, seakan mengisyaratkan untuk Chae Ra agar tak meninggalkan tempatnya

“Aku tak peduli dengan apa yang dilakukan suamimu. Ia hanya ingin kematiannya diikhlaskan,” ucap Chae Ra dengan lembut. “Dia ingin pemakaman yang layak.” Ucap Chae Ra

“Apa maksudmu? Ia sudah dikremasi,” ucap paman kim heran

“Menurutmu kenapa kalian selalu bermimpi kobaran api yang sangat besar?” tanya Chae Ra, membuat keduanya terbelalak.

“Kakak iparmu itu masih tersiksa di bawah rumah ini. Kelompok yang membunuhnya hanya membakar babi hutan seolah menghilangkan jejak yang mereka lakukan,” lanjut Chae Ra

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status