Siang itu, Bening menatap Roy yang datang menemuinya. Meski sebenarnya dia kaget mendapati kakak Glass itu berani menemuinya di kantor, tapi Bening juga tidak bisa menolak karena masih mengutamakan kesopanan, dia sadar Roy adalah kakak iparnya. Namun, Bening yang merasa sudah memberi uang untuk biaya pernikahan pria itu menjadi bingung, dia mencoba menerka apa tujuan Roy ingin bertemu.
“Sampai kapan kamu akan merahasiakan pernikahanmu dan Glass?”
Bening terkejut karena Roy berbicara tak formal padanya, tapi dia berpikiran positif mungkin karena saat ini Roy menganggapnya ipar bukan atasan.
“Sampai waktu yang aku sendiri tidak tahu,” jawab Bening santai, meski bersikap wajar dia terus saja membaca wajah Roy. Menurutnya gelagat kakak suaminya ini sangat aneh. “Kenapa? apa ada masalah?” tanyanya kemudian.
“Ya, ada sedikit masalah. Orang-orang mulai curiga dan bertanya padaku tentang pernik
Hei geng jangan lupa like dan komen ya, terima kasih udah mampir ke Novel Na . jika berkenan mampir ke igeh aku ya di nasyamahila love you
Glass berlari keluar gedung setelah kuliahnya sore itu selesai, dia kaget saat membuka pesan di ponselnya karena Bening berkata sudah berada di dekat parkiran. Dengan membawa sebuah helm, Bening nampak duduk di pembatas parkiran yang berbentuk seperti teras sambil mengayunkan kaki. Glass yang berlari terengah-engah pun berhenti. Dari jarak lebih dari dua puluh meter dia melihat Bening sedang memeluk helm dan mendongak. Guguran kelopak bunga tabebuya di dekat tempat Bening duduk membuat gadis itu terlihat semakin cantik, terlebih Bening tertawa seperti anak kecil mencoba menangkap kelopak bunga yang berjatuhan di dekatnya. Glass membetulkan letak tas di pundaknya dan berjalan mendekat. Bibirnya tersenyum bahagia. Ya, dia jatuh cinta. Hatinya sudah diisi oleh sosok Bening yang kini menoleh dan melambaikan tangan kepadanya. Seperti melupakan tentang gosip yang menimpanya, Glass mendekati Bening. Pemuda
Glass tak menjawab, hingga Bening mengulangi pertanyaannya. Gadis itu baru sadar saat melihat sorot mata Glass lalu merasa tidak baik menanyakan ini di hadapan orang banyak. Bening pun menoleh ke teman-temannya, dia menggertak sebelum menggandeng tangan Glass pergi dari sana.“Kalau sampai ini tersebar di antara teman-teman yang lain, aku pastikan kalian akan mendapat pelajaran dariku," ancam Bening.Sepanjang perjalanan pulang, Bening hanya diam. Ia jelas kesal, sampai tak mau berbicara sepatah kata pun ke suaminya. Gadis itu bahkan langsung masuk ke kamar sesampainya di penthouse.Glass hanya bisa memandangi sang istri yang keluar dari kamar ganti, masuk kamar mandi lalu duduk di depan meja rias untuk menghapus riasan. Pemuda itu memilih untuk melapas jasnya dan berganti dengan kaos oblong yang nyaman.Menatap punggung Bening yang sibuk mengusapkan kapas ke wajah. Glass bingung ha
“Mustahil, mana mungkin ibu pernah ke Italia,” jawab Glass. “Gelang ini hadiah dari orang baik, iya ‘kan Bu?” tanya Glass dengan senyuman lebar ke Fitria.Agar sang menantu tidak menanyakan asal muasal gelang itu lagi, Fitria pun asal mengiyakan ucapan sang putra. “Iya, dan sekarang ibu berikan ke kalian, simpan untuk anak kalian kalau sudah lahir nanti.”Kini Bening yang merasa tak enak hati, setiap kali kata anak atau bayi disinggung dirinya pasti akan merasa bersalah dan takut, alasannya sudah jelas. Ia tidak hamil bahkan Glass sama sekali tidak pernah menyentuhnya.“Kalian menginap di sini ‘kan?” tanya Fitria setelahnya.“Tidak Bu, Bening tidak bisa tidur kepanasan,” jawab Glass. Namun, sepertinya kali ini dia salah. Bening menatapnya dengan kening yang terlipat.“Siapa
Bening gemetaran, jika bisa dia ingin kabur saja melompat dari dalam mobil. Malam itu Glass tiba-tiba mengajaknya pergi ke sebuah rumah sakit untuk memeriksakan kandungan. Tak hanya terkejut dengan ajakan suaminya itu, Bening juga kaget karena Glass sudah bisa mengendarai mobil.“Kapan kamu belajar?” tanya Bening mencoba untuk menyembunyikan rasa takut yang mendera.Glass hanya tersenyum, bahkan melepaskan satu tangan untuk mengusap rambut sang istri. “Aku ikut kursus mengemudi, aku membayarnya dengan uang hasil menjadi driver ojek online, mana mungkin aku terus-terusan membiarkan wanitaku menyetir, bagaimana nanti saat kamu mau melahirkan?”“Kan ada taksi,” jawab Bening masih dengan pikiran kacau, dia bingung mencari alasan untuk mencegah Glass membawanya menemui dokter kandungan.“Apa aku melompat saja dari dalam mobil, tapi ba
“Apa? apa kamu bilang Be?”“Glass, maaf! tapi selama ini aku hanya memanfaatkanmu, aku sengaja melakukan ini untuk menghindari perjodohan yang dilakukan oleh orangtuaku dan orangtua Rain, karena Rain mencintai Embun dan Embun mencintainya, ada satu hal di masa lalu di antara kami, aku melakukan itu untuk menebus kesalahanku.”Bening mengulum bibir, ia hapus air mata setelah menarik napas dalam-dalam, ditatapnya Glass dengan penuh ketegaran, Bening berani menerima apa pun konsekuensi yang akan dia dapat, meski hatinya sedikit takut. Ia takut kehilangan pemuda di hadapannya ini.“Kenapa? kenapa Be?”Glass memang sudah mulai curiga kalau Bening tidak lah sedang hamil, kecurigaannya pun semakin menjadi-jadi. Meski tidak berpengalaman tapi sekarang semua informasi bisa didapat dengan mudah di internet, usia kandungan, perubahan bentuk tubuh Bening semua di
“Be, soal kehamilanmu. Apa yang akan kamu lakukan sekarang?”“Kamu bisa menghamiliku betulan,” goda Bening dengan seringai nakal di wajah.Glass pun sama, wajah tampannya berubah nakal. Ia yang sedang dalam masa pertumbuhan jelas tidak akan menyia-nyiakan gizi yang ditawarkan oleh sang istri secara cuma-cuma. Dengan senang hati Glass akan melakukan kewajibannya sebagai suami, terutama yang satu itu.🥛🥛🥛“Glass berhenti menatapku seperti itu, kamu pemuda nakal.”Bening melemparkan serbet ke muka Glass yang sibuk melihatnya memotong bahan makanan sambil melihat sebuah video tutorial dari kanal berbagi video. Gadis itu dengan penuh perhatian mengikuti petunjuk di video bahkan beberapa kali memutar ulang saat dia merasa ketinggalan.“Sudah lah duduk saja! aku yang akan memasak,&rdquo
“Turunkan aku!” Bening tiba-tiba saja menunjukkan ketidaksukaan setelah dia dan Glass masuk ke dalam ruang kerjanya. Glass tentu saja merasa aneh, hingga memilih mendudukkan Bening ke sofa. Gadis itu mengurut betis dan melepas sepatu hak tingginya, merasa sakit di bagian sana karena perlakuan Elisa. “Kamu tidak apa-apa ‘kan?” Glass berjongkok, melepaskan sepatu Bening yang belum lepas lalu memijat dengan lembut betis sang istri sampai ke telapak kaki. Bening merasa tersanjung dengan perlakuan Glass yang penuh perhatian seperti itu, tapi tetap saja dia harus menanyakan sesuatu secara langsung ke sang suami, mengenai ucapan Elisa yang bekata bahwa mereka akan menjadi sepasang kekasih jika dirinya tidak hadir di tengah-tengah keduanya. “Apa aku ini orang ketiga?” tanya Bening sambil menjauhkan kaki yang masih berada di genggaman Glass.
Glass menunduk tapi tidak dengan Bening yang merasa tidak salah sama sekali di depan kedua orangtuanya. Bersandar pada kursi meja makan, Rea memijat kening, untung dia tidak memiliki penyakit darah tinggi atau jantung, begitu juga dengan Arkan yang sejak tadi hanya bisa diam memandangi wajah berdosa menantu dan wajah tak berdosa putrinya.“Kenapa kamu melakukan ini?” tanya Arkan dengan suara lembut. “Kalau kamu memang mencintai pria lain, tidak perlu sampai berbohong, katakan pada mamamu kamu tidak menyukai Rain, selesai Be!”“Masalahnya aku sudah bilang ke mama tapi mama seperti tidak peduli,” jawab Bening.Kini Rea menjadi pusat perhatian Arkan dan Glass. Mereka menatap ke arah wanita itu dengan tanda tanya besar di kepala, menunggu respon Rea atas pernyataan Bening barusan.“Mama mengira kamu menyukai sesama jenis Be, karena s