Zaheera Shanzey Mahia, wanita berusia 21 tahun. Bekerja di salah satu toko roti. Zaheera memiliki papa tiri dan saudara tiri. Mama nya bernama Suriani menikah lagi setelah suaminya meninggal. Gadis muda ini memiliki tubuh mungil dan cantik. Berambut panjang dan hitam. Sudah 1 tahun bekerja bersama dengan sahabatnya Hannah Izzati.
Zaheera bertugas sebagai koki memasak kue dan roti lainnya. Dia sangat menyukai dengan pekerjaan memasak.
“Apa? Jadi pacarmu itu selingkuh lagi?” tanya Zaheera dengan kesal memegang kedua pinggangnya.
“Iya Ra. Aku sangat sedih sekali,” sahabatnya Zati itu menahan tangis.
“Bodoh. Ngapain sih cowok playboy kayak dia di pertahanin terus?” gerutu Zaheera.
“Itu karena aku tuh sudah cinta banget sama dia. Aku tidak mau putus dengan nya, hhhiikkssss….hhiikksss….” sahabatnya itu menangis.
“Hey, jangan menangis. Nanti kalau ada customers datang gimana? Jangan cengeng deh,” Era merapikan kue-kue yang sudah dibuatkan di dapur.
“Bagaimana aku tidak menangis. Dia menyakiti perasaan ku. Dan sekarang di ulangi lagi. Aku sedih….apa yang harus aku lakukan?” tanya Izzati mengambil tisu untuk mengeringkan airmatanya.
“Lepas kan dia. Putus cari yang lain. Repot amat sih,” jawab singkat sahabatnya.
“Enak saja. Kau gampang berbicara seperti itu karena kau tidak merasakan nya. Mana pernah kau pacaran dan jatuh cinta, jadi kau tidak bisa merasakan apa yang aku rasakan,” Izzati menangis lagi sambil ngomel. Memang benar apa yang di katakan sahabat nya itu. dari dulu dia tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, tapi ada satu pria yang disukainya.
Setelah lulus SMA, Zaheera langsung mencari kerja, tidak melanjutkan kuliah karena tidak akan ada yang bisa membiayai selain diri nya sendiri. Sedangkan dia bisa lulus sampai SMA saja itu karena bantuan dari beasiswa dan nenek dari papanya yang hidup dengan sederhana.
“Era, tolong aku,” pinta Izzati menghampiri Zaheera.
“Apa? Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Era dengan tatapan penasaran.
“Ra, malam ini pacar aku akan cek-in di hotel dengan selingkuhan nya. Aku ingin memberi nya pelajaran, tapi aku takut,” Izzati masih belum menyelesaikan kalimatnya.
“Lalu? Apa yang harus aku lakukan?” tanya Era. Sahabatnya itu melihat Era dengan tatapan seakan-akan tahu apa yang harus dilakukan Zaheera.
“Tch… gini nih kalau punya sahabat yang oon-nya kebangetan. Udah tahu di selingkuhi sampai berapa kali, masih aja mau di bohongi,” Zaheera melipat tangan nya di depan dada. Berdiri melihat sahabatnya itu dengan senyum harap.
“Okey….. aku akan memberikannya pelajaran. Kau kirim kan saja alamat dan nama hotelnya. Aku akan kesana,” Zaheera pasrah dan mau membantu sahabatnya yang sudah beberapa kali di tolong itu.
“Makasih zeyeenngg…” Izzati memeluk dengan bahagia.
***************
“Cepat, atur dan bereskan semua, jangan sampai ada kesalahan yang membuat bos besar kita marah,” teriak seorang pria yang sudah setengah tua. Suasana dalam hotel bintang lima itu sangat sibuk. Semuanya sedang mengatur bagian agar tidak mendapatkan kompleinan dari atasan mereka. Mereka menyambut dengan merentangkan karpet merah.
“Pak, mereka sudah datang,” seorang wanita memberitahukan pada atasan nya bahwa orang yang akan disambut sudah datang.
“Semuanya berbaris dengan rapi. Jangan ada yang berani melihat wajah nya. Dia sangat bertemperamental tinggi,” pesan pria itu. Beberapa mobil hitam yang mewah berhenti di depan yang sudah di rentangkan karpet merah. Semua pengunjung di beri batasan agar tidak terlalu dekat dengannya
Beberapa pegawai berbaris rapi dengan perasaan yang gugup. Tidak ada satu pun yang berani melihat bagaimana wajah bos besar mereka. Asistennya turun lebih dulu dari mobil, membuka pintu dan mempersilahkan kan bosnya untuk keluar.
“Selamat malam tuan Shean,” sapa pria yang sedari tadi sibuk mengatur dan mempersiapkan acara penyambutan. Shean hanya memberikan senyum tipis namun terkesan sinis. Tapan mata nya yang tajam melihat di sekitar nya sebelum melangkah masuk.
“Tuan Shean, kami sudah mempersiapkan kamar istirahat untuk Anda,” ucap Liam, seorang direktur yang masih gugup itu. Shean dan ketiga asistennya melangkah masuk. Mereka melawati barisan karyawan hotel yang menundukkan wajahnya. Hanya dapat melihat sepatu yang di gunakan Shean.
Pria itu berjalan terus menuju lift untuk pimpinan, di ikuti beberapa orang di belakangnya.
“Alex, suruh mereka jangan mengikuti ku. Aku ingin istirahat dulu,” suruh pria yang bernama Shean itu.
“Baik tuan,” Alex ingin mengerjakan tugas nya namun…
“Tunggu…kemari,” panggil Shean.
“Ya tuan,” Alex datang dan berdiri di hadapannya.
“Carikan wanita untuk menemaniku. Hanya satu saja tapi aku tidak mau yang terlalu glamour,” pinta Shean.
“Baik tuan, saya mengerti,” Alex pun pergi memberitahukan pada diektur Liam untuk mencari apa yang di inginkan.
“Tristan dan Alfa, kalian jangan mengikutiku, pergi bantu saja Alex,” suruh Shean yang ingin menyendiri.
“Baik tuan,” Jawab mereka berdua bersamaan. Hingga akhirnya, Shean lah yang sendiri pergi menuju kamar yang sudah di atur dan di pilih sebelumnya.
**********
Zaheera sudah sampai di hotel yang di kirim kan Izzati. Melalui pesan W*. Dengan menggunakan ojek online.
“Ini alamatnya ya? Gak salah kan? Hotel nya mewah banget. Apa si playboy itu bisa bayar penginapan nya?” tanya Zaheera. Wanita itu melihat di sekitar nya. Di lihat dulu bagaimana cara nya agar bisa masuk tanpa ada kendala.
“Eh….itukan si playboy itu. Wah berarti ini alamatnya tidak salah. Dia dengan seorang wanita yang…. Yang lebih seksi dan cantik sih daripada Izzati. Aku harus mengikutinya,” Dia mengikuti pacar sahabatnya yang sedang bersama selingkuhannya itu. Di atur jarak agar tidak ketahuan.
“Oh…. Jadi begitu ya cara masuknya. Okey….dasar Izzati, mau aja ngabisin uang untuk cowok bren***k kayak dia,” gerutu Zaheera.
Tidak jauh dari mereka, gadis itu sudah mengikutinya. Melakukan pengisian data dan membayar biaya. Tentu saja itu dengan uang dari Izzati, sahabatnya itu tidak perduli kalau uangnya digunakan untuk melacak kekasihnya itu. Saat ini masih bisa di pantau.Zaheera masih bisa melihat mereka. Di ambil ponsel dan mengambil gambar mereka lalu di kirimkan pada Izzati yang sedang menunggu informasi.
“Lihat nih Zati, bagaimana perasaan mu sekarang. Udah tahu di selingkuhi masih saja, ckckckckckc….” pesannya terkirim pada Izzati.
“Waduh…. Udah kemana dia ya? Perasaan tadi mereka ada di sana, kenapa tidak kelihatan lagi?” Zaheera melangkah kedepan dan mencoba mencarinya.
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream
“Maafkan aku,” Shean melepas tangan Zeera. Dilihatnya pergelangan tangan Zeera sudah memerah. Sekarang mereka berdiri didepan lift khusus Presdir.Zeera mengusap pelan pergelangan tangannya yang luka.“Apa kamu menangis?” tanya Shean.“Ha? Apa?” Zeera terkejut dengan pertanyaan Shean. Dia mengangkat wajahnya melihat Shean yang menatapnya dengan perasaan bersalah.‘Darimana dia tahu aku sedang menangis?’“Apa… apa itu sakit?”Zeera mencoba berpikir apa maksud pertanyaan Shean, “Tanganku? Tidak, tidak apa-apa, kan nggak sampai putus,” jawab Zeera tersenyum kecil, agar Shean tidak merasa bersalah.Ting…Pintu lift terbuka, “Ayo kita masuk.” Ajak Shean, dia tidak menarik bagian tubuh Zeera untuk masuk kedalam lift.“Hm, Shean, kita mau kemana?” tanya Zeera, mereka berdua sudah berada didalam lift, turun lantai.
“Apa yang kau lakukan??” pertanyaan yang keluar dari mulut Shean dengan tatapan sinisnya.Zeera menghentikan tangannya saat ingin membuka kotak makanan. Dia melihat Shean yang marah padanya.“Kenapa? Aku… aku hanya membawa makan siang. Aku sengaja membawa untuk kita, karena kamu sibuk pasti…Karena melihat wajah Shean yang masih kesal padanya, membuatnya diam tidak bicara.‘Apa aku melakukan kesalahan?’ ucap Zeera dalam hati.Shean berdiri, keluar dari kursi kerjanya. Berjalan kearah Zeera.“Maafkan aku, tapi… kau tidak seharusnya datang kesini membawa makan siang.” Suara Shean memelan.“Aku bisa makan siang di kantin. Kau kan sedang hamil, aku khawatir dengan kehamilanmu.” Ucapnya duduk didepan Zeera.“Aku… ingin makan siang bersamamu, makanya aku datang membawa makan siangnya.” Jawabnya memelas. Zeera tahu, Shean pasti meras
Didalam ruangan Presdir Shean Vikal Yandra… “Albert, selain dirimu, siapa lagi yang aku percayai disini?” tanya Shean menatap serius pada Albert. “Tidak ada Tuan Shean.” “Berarti semua karyawan disini tidak bisa dipercaya dan harus diganti?” “Hm… beberapa bulan yang lalu Tuan Shean sudah mengeluarkan beberapa karyawan yang jadi benalu dan yang tidak bisa bekerja dengan baik dari perusahaan ini. Tapi Tuan Shean, setiap perusahaan besar pasti akan selalu ada saja ‘Hama’ yang nyelip di benih tanaman yang kita tanam. Dan tugas anda adalah mencabut hama terus dan terus lagi.” Ujung bibir Shean terangkat, seakan dia puas dengan jawaban Albert. “Jawabanmu pintar Albert, baiklah, apa semuanya sudah disiapkan untuk meeting?” “Sudah, Tuan.” “Oke, ayo kita bertemu dengan mereka,” Shean berdiri memakai jasnya. Dia berjalan keluar dari meja kerja, menuju pintu, sedangkan Albert mengikutinya dari belakang setelah membukakan pintu unt