Evelyn yang masih saja menggenggam tangan Gio tidak melepaskannya sama sekali, bahkan Gio merangkul bahu Evelyn dan segera mengajaknya berlalu dari tempat itu. Evelyn segera berlalu dan mengikuti Gio.
“Sebaiknya Kita berlalu dari sini Eve, karena sudah tidak nyaman kan?” bisiknya lagi.
Evelyn hanya bisa mengikuti Gio, kejadian tadi benar -benar membuat dia tidak nyaman. Evelyn hanya bisa mengikuti Gio dan berharap Gio juga membawa dia ke tempat yang tidak terlalu ramai dan hanya mereka berdua saja.
Gio segera membawa Evelyn menuju bagian depan Mall, disana telah berdiri petugas parkir VIP yang segera membawa mobil Gio kembali ke depan pintu Mall, dan mereka segera menaikinya. Gio kali ini akan membawa Evelyn ke tempat yang lebih privasi. Gio tidak ingin ada lagi gangguan yang merusak malamnya bersama Evelyn.
“Kamu mau nonton Eve?” tanya dengan tersenyum.
🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐 Thor ucapkan Terima Kasih kepada Readers yang telah mendukung dan meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini, jangan lupa subcribe dengan memasukkan cerita ini ke dalam pustaka dan beri tanda bintang, love serta tinggalkan komen ya. I luv you Guys 💖💖💖💖💖💖💖💖
Evelyn yang menatap ke arah Gio terus saja mengelus bibi Gio dengan jarinya tanpa dia sadari sama sekali, Gio membiarkan Evelyn melakukannya karena dia ingin melihat sejauh mana Evelyn merasakan perasaannya. Pupil mata Evelyn tampak mengecil dan terus saja hanyut dalam gerakannya, setiap sentuhan dibibirnya membuat Gio bisa merasakan getaran jantungnya dan hatinya semakin berbunga – bunga membuat hidupnya benar – benar seperti seorang lelaki yang telah mendapatkan kebahagiaan yang tiada taranya. Hanya dengan sentuhan itu saja Gio sudah merasakan perasaan seperti ini. Bagaimana jika dia telah memiliki Evelyn seutuhnya? Apakah dia akan sanggup berpisah bahkan harus menjauh dari Evelyn? Gio tidak akan melepaskannya karena dengan cinta Evelynlah dia mulai menghangatkan hatinya yang dingin sehingga mencair dan dapat merasakan apa itu cinta kembali karena cinta itu sudah lama terkubur dengan penghianatan orang terdekatnya. Gio m
Key yang jengkel semakin uring – uringan di kamarnya, hatinya semakin panas ketika Gio semakin dekat dengan Evelyn, walaupun Gio adalah kakaknya sendiri tetapi mana yang merupakan haknya tidak akan pernah dia berikan kepada siapapun termasuk Gio. Key merasa dirinya kalah telak dan tidak ingin melepaskan Evelyn begitu saja, dadanya dirasuki api cemburu yang semakin berkobar. Mengapa mereka semakin dekat? Apa yang terjadi? Bagaimana mungkin aku kalah dengan kak Gio? Bukannya dia lebih tua daripadaku? Apa yang dilihat si Culun itu dari kakakku? Aku merasa jauh lebih tampan dari dia? rutuk Key dengan marah. Tok, tok, tok. Tanpa menunggu jawaban dari Key tiba – tiba pintu kamarnya terbuka, tampak Oma Lidia sedang berdiri menatap ke arahnya. “Oma? Masuk Oma,” sapa Key. Karena kesal Key malam ini tidak a
Key dengan rasa enggan mengikuti kemauan Lidia untuk menyantap sup di hadapannya. Pandangan Lidia tidak dapat dibantah lagi, dan tidak mau mendengarkan penolakan dari key. Dengan sabar Lidia menunggu cucunya selesai bersantap dan dia tidak berbicara sama sekali, hanya menatap Key dengan tatapan sayang. Cara Lidia memperlakukan Key laksana bocah yang masih duduk dibangku TK. Begitu selesai bersantap, Lidia menatap Key dengan tersenyum. “Nach begitu dong, itu namanya cucu kesayangan oma,” katanya lagi. Lidia menggeser duduknya mendekati Key dan menatapnya langsung. “Sekarang ceritakan kepada oma, ada apa sebenarnya?” tanya lagi. “Oma, saya sebenarnya ingin menyampaikan sesuatu kepada oma. Tetapi oma jangan marah ya. Key tidak sanggup melihat oma marah,” katanya kembali. Key tidak akan memaafkan dirinya sendiri kalau Lid
Lidia menatap Key kembali dengan seksama, dia ingin menyelami bagaimana hati Key yang sebenarnya. Apakah Key menginginkan Evelyn karena dia memang menyukai Evelyn atau karena dia hanya cemburu kepada Gio karena Gio telah mengambil miliknya, tetapi Lidia lebih memilih pendapat dia yang kedua. Karena dia sudah mengenal bagaimana tabiat Key dan bagaimana Key selalu menjaga miliknya agar tidak jatuh ketangan yang lain. Key sadar Lidia menatapnya penuh dengan kecurigaan dan akhirnya mengakui perasaannya sendiri kepada neneknya tersebut. “Key sebenarnya sampai saat ini masih belum bisa memahami bagaimana perasaanku yang sebenarnya oma, tetapi setiap Key melihat Evelyn dekat dengan Kak Gio ada perasaan marah dan kesal. Key ingin mendekati mereka dan merampas Eve kembali, tetapi Kak Gio tidak akan dengan mudah melepaskannya kembali. Oma apakah oma berada di pihakku sekarang? Atau oma sekarang menjadi penentangku?” t
Lidia duduk termenung sambil memandang ponsel yang ada di tangannya, Lidia kemudian menghubungi Sarah menantunya. “Sarah, kamu dimana sekarang?” tanya Lidia. “Iya Ma, Sarah sekarang lagi ada di butik.” “Ada apa Ma?” tanya Sarah kembali. “Hmm, begini Sarah. Mama mau nanya nomor telepon Evelyn. Tolong dikirim ke mama ya,” kata Lidia kepada Sarah. “Untuk apa Ma?” tanya kembali. Sarah sudah mulai curiga dengan keinginan Lidia, dia tidak ingin Lidia menyakiti Evelyn. Sarah mengetahui benar sifat dari Lidia. Dia tidak akan meminta nomor telepon Evelyn dari Sarah kalau Lidia tidak mempunyai rencana. Sarah mencurigai niat Lidia yang akan merugikan Evelyn. “Mama ada perlulah, apa kamu tidak mau mengirimkannya kepada Mama?” tanya Lidia dengan curiga. Sarah menarik nafasnya dengan berat, disatu sisi dia ingin menjaga Evelyn tetapi disisi lain tidak enak rasanya menolak permintaan Lidia. Bagaimanapun Lidia adalah ibu mertuanya, jadi dia harus menghormatinya. “Baiklah Ma, saya akan member
Evelyn yang duduk di dalam mobil termenung sendirian, dia kebingungan atas undangan Lidia untuk berjumpa dengannya di Kediaman Lidia Taner. “Non sudah sampe Non,” kata supir pribadi Lidia. “Oh iya Pak, terima kasih ya Pak,” bisiknya lagi. Evelyn segera turun dari mobil dan dia masih belum paham untuk apa Lidia memanggilnya. Evelyn hanya bisa berharap Lidia tidak membencinya, karena menyadari sejak perkenalan yang diadakan Hasan Taner di atas panggung Lidia sama sekali tidak menegurnya sama sekali dan bertindak seperti orang asing. Begitu Evelyn menerima telepon dari Lidia dia merasa keheranan dan tidak dapat menolak keinginan Lidia untuk bertemu dengannya. Evelyn segera memasuki rumah dan disambut salah satu asisten disana. Asisten itu membawa Evelyn menjumpai Lidia. Tok, tok, tok. “Silahkan masuk!” katanya lagi. Evelyn segera membuka pintunya dan melihat Lidia duduk dimeja kerjanya. Lidia melambaikan tangannya meminta Evelyn duduk di hadapannya. “Sini duduk Evelyn,” undang Lid
Lidia menatap Evelyn kembali setelah Key meninggalkan ruangan tersebut. “Apa yang kamu tidak sukai dari Key? Sikapmu sangat dingin terhadapnya?” tanya Lidia dengan gusar. Lidia menatap Evelyn menuntut jawaban darinya, tetapi Evelyn hanya tertunduk dan tidak ingin berdebat dengan Lidia. Karena Evelyn tidak ingin berbohong kepada Lidia. “Katakan Eve, jangan berbohong,” tukas Lidia dengan dingin. Evelyn yang kebingungan entah mau menjawab apa, membuat Lidia semakin gusar. “Apakah kamu termasuk orang yang tidak sopan Eve? Padahal Sarah selalu mengatakan kepadaku kamu itu anak yang sopan,” tukasnya lagi. Evelyn kini menatapnya ragu, karena dia tidak ingin Lidia membenci Sarah. Lidia yang cerdik segera melihat kelemahan Evelyn, dan dia tersenyum karena mendapatkan cara untuk melunakkan Evelyn. “Rupanya bukan hanya Sarah saja yang menyayangimu. Ternyata kamu juga menyayangi Sarah. Maka dengan menggunakan nama Sarah aku pasti akan dapat melunakkan hatimu!” pikirnya dengan licik sambil
Lidia menatap Evelyn kembali dan meminta dia memanuhi janjinya sendiri. Hanya saja semua janji yang dia ucapkan kepada Lidia membuat beban tersendiri kepadanya. Dia sebenarnya tidak ingin menerima permintaan Lidia tetapi ancaman Lidia telah membuat dia menerima semua permintaan Lidia. Evelyn sekarang berada di dalam dilema yang menyesakkan hatinya sendiri. “Eve!” panggil Lidia memutuskan lamunan Evelyn. “Iya Oma,” katanya lagi. “Sekarang juga kamu ke ruang makan, Key sudah menunggumu di sana!” perintah Lidia kepadanya. Evelyn akhirnya meninggalkan Lidia dan berpamitan kepadanya. “Ingat ya Eve apa yang Oma katakana!” katanya lagi sebelum Evelyn membuka pintu ke luar ruangan ini. Evelyn hanya menganggukkan kepalanya dengan perasaan bimbang, karena mendekati Key sama saja menyakiti perasaannya sendiri. Karena sifat Key yang buruk telah membuat dia membangun benteng sendiri untuk menghindarinya. “Tetapi bagaimana kalau seandainya Key berubah? Sifatnya jauh lebih baik seperti janji