Share

Ini....Sungguhan??

Kakek Tanuraja berdiri di ambang pintu. Satu tangannya bertumpu pada tongkat kayu yang bagian pegangannya terdapat bantalan busa berbalut kulit berwarna hitam yang diberi ukiran emas. Sosoknya terlihat gagah dan penuh wibawa walau sudah termakan usia. 

Kanya menggigit bibirnya gugup. Di bawah meja dia menggenggam gaun terusannya, dan memberikan lirikan gugup kepada ibunya. Sementara ibu mertua Diana diam-diam meremas lembut tangan Kanya untuk menenangkan gadis muda itu. 

Diana memperhatikan semua itu dalam diam. Dia ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh kakek Tanuraja juga menilai bagaimana hubungan orang-orang ini di dalam rumah dan seperti apa posisi ‘Diana’ disini. 

“Sudah berapa kali kakek bilang untuk sopan kepada Diana?!” Kakek Tanuraja tidak berteriak atau membentak tapi suaranya lantang dan tegas yang justru membuatnya terlihat lebih menyeramkan. 

“Apa aku tidak boleh berpendapat?” Kanya berusaha membela dirinya

“Tentu saja boleh tapi berpendapat bukan berarti kau tidak sopan ‘kan?” balas Kakek Tanuraja. Lelaki yang hampir depalan puluh tahun itu menggelengkan kepalanya sebelum duduk di kursi tepat di tengah-tengah meja makan. 

“Apa yang salah denganku?” protes Kanya dengan wajah mengerut. “Kami semua tidak suka dengannya tapi kakek malah menyuruh Kak Angga menikah dengannya!”

“Dia bisa menyerahkan haknya sebagai pewaris jika benar-benar tidak ingin menikah dengan Diana. Tapi, nyatanya dia masih butuh semua yang kakek berikan. Kenapa protes?”

“Kakek egois dan cuman mentingin diri sendiri.” ujar Kanya yang membuat semua orang di meja makan terkejut. 

“Kanya!” Ibu mertua Diana bahkan menegur Kanya untuk perkataannya yang tidak sopan.

“Karena kau berkata seperti itu, maka mulai hari ini tarik semua fasilitas yang dia miliki.Bekukan juga bank milik Kanya!”

“Kakek!”

“Ayah!”

Duo ibu anak itu menatap Kakek Tanuraja tidak percaya. Kanya memang sudah keterlaluan dengan ucapannya tapi menurut ibu mertua Diana hukuman ini terlalu berat untuk Kanya. 

“Ayah, aku mohon maafkan Kanya kali ini saja. Aku tahu dia sudah kurang ajar tapi itu karena dia masih muda dan tidak tahu apa yang baik untuknya, jadi aku mohon.” Kakek Tanuraja melirik menantu satu-satunya itu. Tatapannya melembut tapi juga terluka disaat yang bersamaan. 

“Semua akan dikembalikan kalau dia sudah dapat pekerjaan atau mau bekerja di perusahaan.” Tapi pada akhirnya Kakek Tanuraja tidak melunak. 

Air mata membendung di mata Kanya. “Kakek keterlalun!” ujarnya sambil melempar serbet ke meja makan lalu berlari keluar. Ibu mertua Diana tak lama menyusul Kanya menyisakan tiga orang di meja makan. 

Kakek Tanuraja menghembuskan napas panjang dan bahunya merosot. Wajahnya terlihat sedih juga kecewa. Diana yakin ini bukan hal yang ingin Kakek Tanuraja inginkan tapi sebagai pemimpin dia perlu menjadi tegas dengan memberikan hukuman. Menjadi orang jahat demi perkembangan cucu perempuan satu-satunya. 

“Diana, Dirga, ayo makan. Nanti kalian bisa telat.” Diana dan Dirga mengangguk dan mulai sarapan. Diam-diam Diana melirik Dirga yang hanya diam dan seolah tidak memiliki urusan dengan segala keributan tadi. Sejak mendengar nama Dirga perasaan Diana sudah tidak enak. 

Diana merasa tidak asing dengan nama itu tapi dia tahu kalau tidak memiliki kenalan dengan nama Dirga. Rasanya seperti dejavu ketika mendengar nama Dirga tapi Diana tidak tahu dimana dia mendengarnya. 

Sarapan itu berlalu tanpa ada lagi keributan bahkan bisa dibilang sangat sunyi karena tidak ada satu pun dari mereka bertiga yang berbicara. Hingga akhirnya orang yang memecah keheningan adalah Dirga. 

“Kakek, aku sudah selesa. Aku pamit siap-siap berangkat ke kampus.” 

“Oh, Iya, Iya. Belajar yang baik ya.” 

Dirga menganggukan kepalanya pada Kakek Tanuraja juga Diana sebelum meninggalkan ruang makan. “Kalau begitu aku juga pamit untuk berangkat kerja.” ujar Diana. Sendok garpu yang sedang dia pegang pun di taruh di atas piring yang hampir kosong.

“Kau juga sudah selesai?” Kakek Tanuraja menatap Diana. “Pergilah, hati-hati di jalan.” 

Diana tersenyum pada Kakek Tanuraja sebelum meninggalkan ruang makan. 

Karena saat keluar kamar tadi pikiran Diana penuh dengan berbagai hal, baru kali ini Diana benar-benar melihat interior rumah keluarga Tanuraja. Nuansanya berwarna putih gading dan emas dengan furniture dengan ukiran rumit yang memberikan kesan mewah. 

Ya, wajar saja. Mereka keluarga konglomerat. Diana tidak heran. Berjalan menuju kamarnya, Diana tidak sengaja melihat sosok Dirga yang memasuki ruangan di ujung yang berlawanan dengan arah kamar Diana. Itu pasti kamarnya. 

Diana masih penasaran dengan siapa Dirga Tanuraja. Seingat Diana yang bernama Dirga itu hanya tokoh teman sekelas pemeran utama dari novel percintaan anak SMA yang Diana baca sebelum berakhir disini. 

Tidak mungkin Dirga yang ini adalah Dirga yang itu. Gila.

Menyingkirkan pikiran itu di sudut kepalanya Diana memilih untuk bersiap ke kantor. Dia mengambil jas hitam juga tas berwarna hitam. Dia tidak tahu apa yang harus dibawa jadi Diana menjejalkan dompet, ponsel, dan buku catatan kecil ke dalam tasnya. 

Pikiran Diana tidak tenang karena ide gilanya mengenai ini adalah dunia novel yang dia baca. Pikiran konyol tidak berlandasan tapi Diana merasa itu mungkin saja. Diana meninggalkan kamar dan turun ke lantai satu dengan pikiran yang kalut. 

Itu membuat Diana harus menghentikan langkahnya ketika bertemu dengan Dirga yang juga akan keluar. “Kakak akan berangkat sekarang?” tanya Dirga yang sudah mengenakan jaket jeans dan tas ransel. 

Diana mengangguk dan mencoba memberikan senyuman senatural mungkin. “Kau ada kelas pagi hari ini?” Dirga mengangguk. Keduanya kemudian diam sambil berjalan keluar rumah. Diana melirik Dirga. Apa Diana perlu memastikan? Pertanyaan apa yang sebaiknya diajukan? 

Tidak. Tidak. Diana takut mengetahui kenyataan tapi dia juga penasaran. 

Mereka sekarang sudah di depan rumah. Dirga pamit kepada Diana dan segera menuruni anak tangga menuju mobil sport miliknya. Setiap langkah yang Dirga ambil membuat Diana semakin gugup. 

“Dirga!” panggil Diana yang segera menuruni anak tangga untuk menghampiri adik iparnya. Dirga membalikan badan dan menutup kembali pintu mobilnya. “Kenapa, Kak Diana?” Dirga terlihat heran. 

“Dimana SMA kamu dulu?” Dirga mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan itu dan Diana tidak menyalahkan. 

“Bentala Asa International High School.” 

“Kamu punya temen sekelas namanya Bulan Kirana Putri dan Bintang Mahendra?”

“I..ya.”

Diana membuka mulutnya, terkejut dan menutupnya dengan satu tangan. Wajahnya menjadi pucat dan ini membuat Dirga semakin kebingungan. “Kakak baik-baik aja?” tanya Dirga Khawatir. Diana mengangguk dan berjalan menuju mobilnya, meninggalkan Dirga yang kebingungan karena Diana juga bingung dan kaget. 

Dia ada di dalam novel! DI DALAM NOVEL! 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status