Nadin akhirnya menjejakkan kakinya di pelataran rumah sakit, ia datang sendiri setelah ayahnya memberi alamat. Rumah sakit itu sangat besar dan mewah. Pak Dion datang menjemputnya di lobi rumah sakit setelah Nadin memberitahu kehadirannya.
"Nadin!" Seru ayah menghampiri Nadin, wajahnya tampak lusuh, penampilannya juga tidak serapi biasanya. Apakah ayah akan berpenampilan seperti ini jika dirinya yang sakit? entah kenapa rasa iri tiba- tiba hinggap di hatinya."Ayah!" Hanya itu yang bisa ia katakan."Terima kasih, Nad! sudah mau datang" ucap Pak Dion sambil mengecup keningnya, ia kemudian membimbing langkah Nadin menuju lift.Sebelum melalui prosedur donor darah, Pak Dion membawa Nadin ke ruang tunggu di mana ada keluarga dari istri pertamanya. Sebelumnya, Pak Dion memberi sebuah masker untuk ia kenakan, hatinya sedikit nyeri menerima benda itu, pasti Pak Dion melakukan itu agar kelurganya tidak mengenali Nadin.Nadin mengikuti langkah ayahnya, ia memindai seluruh anggota keluarga dari istri pertama ayahnya, ada dua pasang kakek-kakek dan nenek-nenek, Nadin menebak salah satunya pasti orang tua Pak Dion, hatinya kembali nyeri, karena tidak bisa menyapa nenek dan kakeknya sendiri. Di sekitarnya ada seorang ibu paruh baya yang tampak sangat bersahaja, ia bisa menebak, itu pasti istri pertama ayahnya. wajar saja jika ayah mau berpaling darinya dan mau mempertahankan ibunya, kenyataannya ibunya memang jauh lebih cantik dari istri pertamanya itu, tubuh ibunya tinggi semampai, bahkan ibunya masih langsing di usianya sekarang, ia bersyukur menuruni bentuk tubuh ibunya.Di sisi yang lain ada juga seorang anak cowok yang masih seusia anak remaja, ia dapat menebak, pasti itu adik laki-lakinya. Andai saja hubungan mereka tidak rumit, ia pasti menyapanya.Mata Nadin menyorot salah satu yang paling terang dan mencolok di antara mereka, dia tampan, tinggi tegap, berhidung mancung, berwajah tegas, berkulit sawo matang, dengan aura yang berkharisma dan penampilannya berkelas. Pesonanya sungguh mematikan, Nadin tidak bisa memastikan siapa orang itu, mungkin dia kekasih atau bahkan suami kakaknya. laki- laki itu sungguh menarik perhatiannya, dan mengalihkan dunianya, Ia memalingkan muka saat laki-laki itu melihat ke arahnya."Mas, kamu datang? Apakah dia yang akan mendonorkan darah untuk anak kita?" Ucap wanita paruh baya itu menghampiri Pak Dion dan Nadin."Iya, Mah! Gadis ini yang akan menolong Tari" Ucap Pak Dion, ia sangat bisa mengontrol perasaannya, seperti orang yang sudah sangat pro berakting."Syukurlah, Mas. Akhirnya kamu menemukan pendonor yang cocok dengan Tari" ucap istri pertama Pak Dion, penuh syukur, ia sedikit menyunggingkan senyum di antara rasa sedihnya."Terima kasih ya, Tolong bantu Tari kami, semoga bantuanmu membuahkan hasil" Ucapnya pada Nadin, sorot matanya begitu lembut, pasti ini yang memutuskan Pak Dion melindungi keluarga mereka, ia wanita yang lembut dan sangat keibuan, sepertinya itu kelebihannya. Matanya yang sudah membengkak kembali mengeluarkan air mata."Iya, Tante. " Ucap Nadin membalasnya, lututnya agak gemetar menghadapi kakak madu ibunya itu.Nadin dan Pak Dion akan mendatangi sebuah ruangan, di mana Nadin akan menjalani prosedur donor darah, tapi belum sempat ia membalikkan tubuhnya, seorang dokter yang ditemani beberapa perawat datang dengan buru-buru, mereka masuk ke ruangan Tari. semua orang berdiri dari tempatnya dengan wajah panik, laki-laki tampan yang menyedot perhatian Nadin itu juga berdiri, ia menahan salah satu perawat untuk bertanya."Apa yang terjadi Dok?" Tanyanya tidak kalah panik dari yang lainnya."Kami belum bisa memberi jawaban, Pak. Kami harus memeriksanya terlebih dahulu untuk memastikan apa yang terjadi pada pasien" ucap perawat itu, ia pun menyusul rekannya yang sudah masuk lebih dulu.Ia terduduk lemas sembari menangkupkan kedua tangannya di wajah, Ia mungkin sedang berdoa untuk Tari, posisi itu sungguh keren di mata Nadin, ia membayangkan alangkah bahagianya jika ada orang setampan itu di sisinya, ia segera menampik pikirannya, bukan saatnya untuk berhalusinasi, keadaan sepertinya sedang di situasi genting.Setelah beberapa saat, dokter keluar dari ruangan itu dengan wajah yang sangat tidak bersahabat. Semua orang segera berkerumun mendekatinya, untuk mendengar apa yang terjadi tidak ketinggalan juga Pak Dion."Mohon maaf, kami sudah berusaha sebisa mungkin, tapi ada masalah yang tiba-tiba terjadi, dan kami tidak dapat mengendalikan keadaan. Nona Tari tiba-tiba mengalami serangan jantung, dan itu membuat pembulu darahnya pecah dan..." Jelas Sang Dokter, ia memotong kalimatnya, ia memperhatikan semua orang yang tampak penasaran menanti kalimat selanjutnya,"menyebabkannya meninggal" ucap Dokter, kemudian menarik nafas berat.Pak Dion tampak sangat terpukul, tidak terkecuali laki-laki tampan itu yang sedari tadi menanti kabar dengan gelisah, ia bahkan sudah menangis tanpa suara."Tidak mungkin, Dok. Tolong selamatkan putri kami Dok!" Teriak istri pertama Pak Dion, ia menghampiri Nadin, Nadin bingung dibuatnya."Kami sudah menemukan pendonor yang cocok Dok, ini orangnya" istri Pak Dion menarik Nadin dan membawanya mendekati dokter, Nadin merasakan tangan ibu paruh baya itu dingin dan bergetar, ia pasti yang paling terpukul dari semua orang, Nadin yang merasa tidak siap terpaksa mengikutinya, ia menarik Nadin begitu saja hingga masker yang Nadin gunakan terlepas, segera Nadin membenahinya sebelum semua orang melihatnya, tapi mata laki-laki yang tampan itu sudah terlanjur melihat Nadin saat maskernya terbuka, meskipun sedih, Nadin menangkap tatapan aneh dari sorot matanya, laki- laki itu seperti memindai wajahnya."Mah, ini bukan tentang donor darah, Tari pergi karena serangan jantung" ucap Pak Dion, menyadarkan istri pertamanya, ia memeluk istrinya itu untuk menenangkan hatinya. Entah kenapa Nadin cemburu melihat adegan itu, padahal Nadin adalah anak Pak Dion, Nadin bukanlah Bu Sinta, tapi segera ia benahi perasaannya.Satu persatu orang masuk ke ruangan di mana Tari berada, terdengar samar tangisan pilu yang tidak dapat terbendung dari dalam sana, tapi Nadin yang tertinggal sendirian di luar jadi bingung harus bagaimana, apakah tetap berada di tempat itu untuk menjadi penonton kematian seseorang sekaligus menyaksikan bagaimana hangatnya hubungan keluarga mereka, saling merangkul satu sama lain, meski sama- sama merasa sedih dan kehilangan, ia bahkan berpikir apakah ayahnya juga sesedih itu seandainya dirinya meninggal? apakah ada orang yang merasa kehilangan ketika dirinya yang pergi? mungkin hanya ibunya seorang, dari pada ia bingung harus berbuat apa dan memikirkan hal yang tidak jelas, akhirnya ia memutuskan untuk pergi saja. Jujur hatinya sangat penasaran ingin melihat rupa kakaknya yang bernama Tari itu untuk yang pertama dan terakhir kalinya, tapi melihat tidak ada yang peduli dengan kehadirannya, ia akhirnya memilih lebih baik pergi dari tempat itu.Sebulan kemudian...Nadin sudah melupakan kejadian di rumah sakit, tapi seseorang membuatnya mengingat kejadian itu kembali. Bukan tentang kematian kakaknya Tari, ia justru mengingat keterpesonaannya pada seseorang.Hari ini Nadin melihat laki-laki itu di kantor tempatnya bekerja. "Apa yang membawanya ke sini?" Pikirnya, kantor Nadin hanya sebuah perusahaan kecil, itu pun jauh dari ibu kota, ia tau laki-laki itu pasti dari ibu kota."Kau mengenal Pak Ronald?" Tanya rekan kerja Nadin, ia bernama Ferdi. Ferdi tampak tidak tertarik, bukan hanya itu ia malah mengenakan headset dan berbalik, tapi karena melihat Nadin sangat terpana dengan kehadiran laki-laki itu, membuatnya ingin bertanya. Nadin pun akhirnya tahu nama laki-laki itu berkat Ferdi."Gak Fer, cuma pernah lihat" jawab Nadin masih mengamati laki-laki itu."Apakah dia begitu sempurna sampai kamu tidak bisa berhenti melihatnya?" kata Ferdi, membuat Nadin beralih ke arahnya."Lalu bagaimana dengan mereka Fer?" Tanya Nadin pada Fer
Tujuan Ronald berkunjung ke kantor Pak Bambang adalah untuk mereview bahan produk yang ia gunakan, sebelumnya Pak Bambang memasukkan surel kerja sama ke perusahaan Ronald, melihat alamat yang tertera di surel yang ia kirim, Ronald tertarik untuk datang, karena alamat itu dekat dengan lokasi dimana Tari kecelakaan, beruntungnya secara kebetulan ia menemukan tujuan utamanya.Beberapa hari kemudian Ronald mengirim kembali surel dari perusahaan Pak Bambang yang sudah ia tanda tangani. Ronald sengaja menyetujui kerja sama dengannya walaupun produk dari brandnya masih di bawah standar alias belum layak untuk masuk ke daftar produk perusahaannya, ia mau menerima lamaran kerja sama dengan Pak Bambang tapi dengan syarat salah satu karyawan dari bagian pemasarannya pindah ke perusahaannya, dan yang ia menunjuk Nadin sebagai perwakilan, untungnya Pak Bambang antusias menyambut itu dan menyetujui apapun syaratnya.Hari itu Nadin, merasa seperti mendapatkan rejeki nomplok, karena salah satu perusa
Akhirnya tiba waktu yang telah ditentukan, Nadin mulai mengepak barangnya untuk pindah ke kost di ibu kota, ia tidak mungkin melakukan perjalanan dari rumah ke kantor setiap hari karena jaraknya cukup jauh, jadi ia menyewa kost yang dekat dengan perusahaan Bramasta.Ia begitu bersemangat masuk kerja di hari pertamanya. Begitu tiba di pelataran kantor ia berhenti untuk mengamati sekitar, ia takjub melihat bangunan bersusun yang menjulang tinggi di hadapannya, jika melihatnya dari bawah, bangunan itu seperti menyentuh langit, mengingat dirinya akan bekerja di dalam bangunan itu membuatnya merasa gugup.Ia mengambil nafas panjang lalu membuangnya perlahan, setelah itu ia melangkah dengan bangga memasuki pintu utama, beberapa satpam berdiri di sekitar pintu utama tersebut, pakaian mereka tampak elegan, tidak seperti satpam dengan seragam putih hitamnya disertai tongkatnya di perusahaan sebelumya. Sepertinya mereka tau kalau Nadin adalah orang baru yang memasuki kantor, sebab salah satuny
Esoknya Nadin merasakan nyeri hampir di seluruh tubuhnya, ia bangun dan merasakan kepalanya pening, setelah memeriksa keadaan tubuhnya sendiri, sepertinya ia demam. Ia ingin kembali berbaring di tempat tidurnya tapi dering ponsel membuatnya urung. "Halo!" ia menjawab panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya."Saya Selfi, kenapa sudah jam segini tapi anda belum ke kantor?" ucap Selfi di seberang sana."Maaf Bu, saya sedang sakit demam" ucap Nadin terdengar lemah. "Jangan banyak alasan, segera datang ke kantor, sekarang juga" suara di seberang berubah, ia tahu itu Ronald."Tapi saya sedang sakit, Pak. Bolehkah saya...." Ucapan Nadin terpotong."Saya tidak akan menerima alasan apapun." ucapnya sarkas, bunyi Tut tiga kali mengakhiri obrolannya.Dengan terpaksa ia pergi ke kantor, sebelum berangkat ia memaksakan diri menelan beberapa suap makanan untuk sarapan lalu dalam perjalanan ia mampir ke apotek untuk membeli beberapa butir obat penurun panas dan pereda nyeriTiba di pelataran ka
Nadin menatap Ronald tidak percaya, ia langsung menjawab tanpa berpikir dua kali."Maaf, Pak. Saya tidak bisa" Nadin menolak dengan yakin."Oh ya? ternyata kamu berani menolakku?" Ucap Ronald, ia hanya berbasa-basi, Nadin mau atau tidak ia akan tetap berniat menikahinya, "Coba sebutkan alasan kamu menolak!" tantang Ronald. "Bukannya sudah jelas alasannya, memangnya pernikahan semudah mengucapkannya? Pasti kau merencanakan sesuatu kan?" omel Nadin, tentu saja dalam hati, mana Berani dirinya mengomeli Ronald."Banyak alasannya, Pak. Pertama, ini terlalu tiba-tiba. Kedua, saya dan Pak Ronald tidak punya hubungan apa-apa selain bos dan karyawan. Ketiga tidak ada rasa cinta di antara kita, Pak. Sementara sebuah pernikahan harus dibangun dengan rasa cinta dan yang keempat, anda tau bagaimana rumitnya keadaan keluarga saya." jelas Nadin.Ronald tau alasan-alasan itu memang benar, adapun tentang cinta? sepertinya cintanya telah dibawa pergi oleh Tari karena ia benar-benar tidak memiliki cint
Setelah sepakat untuk menikah, Nadin akhirnya bekerja dengan layak, ia juga sudah mendapatkan meja kerjanya di kantor bagian marketing. Meski begitu, ia belum merasa senang dan tenang, karena dihantui oleh rencana Ronald yang akan menikahinya untuk balas dendam atas kematian Tari.Pak Dion secara kebetulan berkunjung ke kantor Bramasta. Nadin kaget melihat ayahnya memasuki kantornya, sebelum ketahuan ia segera bersembunyi di bawah kolong meja, orang-orang melihatnya bingung. Tapi orang-orang itu tidak sempat bertanya pada Nadin karena harus menyambut kedatangan orang yang paling terhormat di perusahaan itu. Nadin langsung menebak apa yang terjadi di atas sana. Benar, Pak Dion datang bersama Ronald."Di mana karyawan dari perusahaan Mega Food?" Ronald menanyakan tentang Nadin. Ia menyebutkan perusahaan Pak Bambang.Nadin semakin membungkukkan tubuhnya seraya memberi isyarat pada rekan kerja yang melihat ke arahnya, sayangnya arah pandangan rekan kerjanya itu sudah memberi petunjuk pada
Tiga bulan berlalu, waktu yang cukup untuk mengatur segalanya, sebenarnya Ronald selesai mengatur rencana pernikahan tanpa cintanya dalam waktu seminggu tapi ia memperlambat waktunya agar tidak terkesan buru-buru, ia memperkirakan waktu tiga bulan sudah bisa diterima akal untuk berpaling pada wanita lain setelah ditinggalkan kekasih.Ia akan mengatur pernikahan sebagaimana adanya, hal pertama yang ia lakukan adalah mengenalkan Nadin pada keluarganya. Ternyata keluarganya tidak begitu peduli dengan keputusannya, ia sudah tahu itu, ia memperkenalkan Nadin kepada mereka sebagai rasa hormat saja, meskipun pernikahannya bukan atas dasar cinta, tetap saja pernikahan adalah sesuatu yang dianggap sakral, mungkin mereka tidak begitu peduli karena selama ini Ronald dianggap pemberontak oleh ayahnya, begitu juga Ronald, ia tidak mengambil pusing tanggapan ayahnya karena mereka tidak sedekat itu.Berbeda dengan ibunya, wanita paruh baya itu sangat antusias mendengar putranya akan menikah, Ronald
Hari pernikahan yang harusnya indah dan mendebarkan itu akhirnya tiba. Seperti kesepakatan sebelumnya, mereka akan melangsungkan pernikahan di kota kediaman Nadin, karena itu keluarga Ronald menyewa penginapan termewah di kota itu dan tentu saja harganya tidak main-main, mereka tidak bertanya kenapa dan bagaimana, mereka hanya menuruti semua keputusan Ronald. Pernikahan Ronald dan Nadin akan berlangsung di hotel itu juga, menggunakan aula hotel yang masih layak disebut mewah.Adapun Nadin, ia kini berada di dalam salah satu ruang pengantin di hotel itu, wajahnya akan disulap seperti putri yang keluar dari dunia fairy tale oleh seorang perias handal, ia yang memilih konsep dan sebagainya, Ronald tidak peduli dengan itu, ia hanya bertanggung jawab untuk pembayarannya saja, harga dirinya bisa jatuh kalau Nadin juga yang membayar semuanya. Baginya pernikahan sudah tidak istimewa lagi karena pernikahan impiannya sudah terkubur dalam-dalam, ia hanya ingin acara pernikahan ini segera selesai.