Share

Bagian 3 Terpesona

Nadin akhirnya menjejakkan kakinya di pelataran rumah sakit, ia datang sendiri setelah ayahnya memberi alamat. Rumah sakit itu sangat besar dan mewah. Pak Dion datang menjemputnya di lobi rumah sakit setelah Nadin memberitahu kehadirannya.

"Nadin!" Seru ayah menghampiri Nadin, wajahnya tampak lusuh, penampilannya juga tidak serapi biasanya. Apakah ayah akan berpenampilan seperti ini jika dirinya yang sakit? entah kenapa rasa iri tiba- tiba hinggap di hatinya.

"Ayah!" Hanya itu yang bisa ia katakan.

"Terima kasih, Nad! sudah mau datang" ucap Pak Dion sambil mengecup keningnya, ia kemudian membimbing langkah Nadin menuju lift.

Sebelum melalui prosedur donor darah, Pak Dion membawa Nadin ke ruang tunggu di mana ada keluarga dari istri pertamanya. Sebelumnya, Pak Dion memberi sebuah masker untuk ia kenakan, hatinya sedikit nyeri menerima benda itu, pasti Pak Dion melakukan itu agar kelurganya tidak mengenali Nadin.

Nadin mengikuti langkah ayahnya, ia memindai seluruh anggota keluarga dari istri pertama ayahnya, ada dua pasang kakek-kakek dan nenek-nenek, Nadin menebak salah satunya pasti orang tua Pak Dion, hatinya kembali nyeri, karena tidak bisa menyapa nenek dan kakeknya sendiri. Di sekitarnya ada seorang ibu paruh baya yang tampak sangat bersahaja, ia bisa menebak, itu pasti istri pertama ayahnya. wajar saja jika ayah mau berpaling darinya dan mau mempertahankan ibunya, kenyataannya ibunya memang jauh lebih cantik dari istri pertamanya itu, tubuh ibunya tinggi semampai, bahkan ibunya masih langsing di usianya sekarang, ia bersyukur menuruni bentuk tubuh ibunya.

Di sisi yang lain ada juga seorang anak cowok yang masih seusia anak remaja, ia dapat menebak, pasti itu adik laki-lakinya. Andai saja hubungan mereka tidak rumit, ia pasti menyapanya.

Mata Nadin menyorot salah satu yang paling terang dan mencolok di antara mereka, dia tampan, tinggi tegap, berhidung mancung, berwajah tegas, berkulit sawo matang, dengan aura yang berkharisma dan penampilannya berkelas. Pesonanya sungguh mematikan, Nadin tidak bisa memastikan siapa orang itu, mungkin dia kekasih atau bahkan suami kakaknya. laki- laki itu sungguh menarik perhatiannya, dan mengalihkan dunianya, Ia memalingkan muka saat laki-laki itu melihat ke arahnya.

"Mas, kamu datang? Apakah dia yang akan mendonorkan darah untuk anak kita?" Ucap wanita paruh baya itu menghampiri Pak Dion dan Nadin.

"Iya, Mah! Gadis ini yang akan menolong Tari" Ucap Pak Dion, ia sangat bisa mengontrol perasaannya, seperti orang yang sudah sangat pro berakting.

"Syukurlah, Mas. Akhirnya kamu menemukan pendonor yang cocok dengan Tari" ucap istri pertama Pak Dion, penuh syukur, ia sedikit menyunggingkan senyum di antara rasa sedihnya.

"Terima kasih ya, Tolong bantu Tari kami, semoga bantuanmu membuahkan hasil" Ucapnya pada Nadin, sorot matanya begitu lembut, pasti ini yang memutuskan Pak Dion melindungi keluarga mereka, ia wanita yang lembut dan sangat keibuan, sepertinya itu kelebihannya. Matanya yang sudah membengkak kembali mengeluarkan air mata.

"Iya, Tante. " Ucap Nadin membalasnya, lututnya agak gemetar menghadapi kakak madu ibunya itu.

Nadin dan Pak Dion akan mendatangi sebuah ruangan, di mana Nadin akan menjalani prosedur donor darah, tapi belum sempat ia membalikkan tubuhnya, seorang dokter yang ditemani beberapa perawat datang dengan buru-buru, mereka masuk ke ruangan Tari. semua orang berdiri dari tempatnya dengan wajah panik, laki-laki tampan yang menyedot perhatian Nadin itu juga berdiri, ia menahan salah satu perawat untuk bertanya.

"Apa yang terjadi Dok?" Tanyanya tidak kalah panik dari yang lainnya.

"Kami belum bisa memberi jawaban, Pak. Kami harus memeriksanya terlebih dahulu untuk memastikan apa yang terjadi pada pasien" ucap perawat itu, ia pun menyusul rekannya yang sudah masuk lebih dulu.

Ia terduduk lemas sembari menangkupkan kedua tangannya di wajah, Ia mungkin sedang berdoa untuk Tari, posisi itu sungguh keren di mata Nadin, ia membayangkan alangkah bahagianya jika ada orang setampan itu di sisinya, ia segera menampik pikirannya, bukan saatnya untuk berhalusinasi, keadaan sepertinya sedang di situasi genting.

Setelah beberapa saat, dokter keluar dari ruangan itu dengan wajah yang sangat tidak bersahabat. Semua orang segera berkerumun mendekatinya, untuk mendengar apa yang terjadi tidak ketinggalan juga Pak Dion.

"Mohon maaf, kami sudah berusaha sebisa mungkin, tapi ada masalah yang tiba-tiba terjadi, dan kami tidak dapat mengendalikan keadaan. Nona Tari tiba-tiba mengalami serangan jantung, dan itu membuat pembulu darahnya pecah dan..." Jelas Sang Dokter, ia memotong kalimatnya, ia memperhatikan semua orang yang tampak penasaran menanti kalimat selanjutnya,

"menyebabkannya meninggal" ucap Dokter, kemudian menarik nafas berat.

Pak Dion tampak sangat terpukul, tidak terkecuali laki-laki tampan itu yang sedari tadi menanti kabar dengan gelisah, ia bahkan sudah menangis tanpa suara.

"Tidak mungkin, Dok. Tolong selamatkan putri kami Dok!" Teriak istri pertama Pak Dion, ia menghampiri Nadin, Nadin bingung dibuatnya.

"Kami sudah menemukan pendonor yang cocok Dok, ini orangnya" istri Pak Dion menarik Nadin dan membawanya mendekati dokter, Nadin merasakan tangan ibu paruh baya itu dingin dan bergetar, ia pasti yang paling terpukul dari semua orang, Nadin yang merasa tidak siap terpaksa mengikutinya, ia menarik Nadin begitu saja hingga masker yang Nadin gunakan terlepas, segera Nadin membenahinya sebelum semua orang melihatnya, tapi mata laki-laki yang tampan itu sudah terlanjur melihat Nadin saat maskernya terbuka, meskipun sedih, Nadin menangkap tatapan aneh dari sorot matanya, laki- laki itu seperti memindai wajahnya.

"Mah, ini bukan tentang donor darah, Tari pergi karena serangan jantung" ucap Pak Dion, menyadarkan istri pertamanya, ia memeluk istrinya itu untuk menenangkan hatinya. Entah kenapa Nadin cemburu melihat adegan itu, padahal Nadin adalah anak Pak Dion, Nadin bukanlah Bu Sinta, tapi segera ia benahi perasaannya.

Satu persatu orang masuk ke ruangan di mana Tari berada, terdengar samar tangisan pilu yang tidak dapat terbendung dari dalam sana, tapi Nadin yang tertinggal sendirian di luar jadi bingung harus bagaimana, apakah tetap berada di tempat itu untuk menjadi penonton kematian seseorang sekaligus menyaksikan bagaimana hangatnya hubungan keluarga mereka, saling merangkul satu sama lain, meski sama- sama merasa sedih dan kehilangan, ia bahkan berpikir apakah ayahnya juga sesedih itu seandainya dirinya meninggal? apakah ada orang yang merasa kehilangan ketika dirinya yang pergi? mungkin hanya ibunya seorang, dari pada ia bingung harus berbuat apa dan memikirkan hal yang tidak jelas, akhirnya ia memutuskan untuk pergi saja. Jujur hatinya sangat penasaran ingin melihat rupa kakaknya yang bernama Tari itu untuk yang pertama dan terakhir kalinya, tapi melihat tidak ada yang peduli dengan kehadirannya, ia akhirnya memilih lebih baik pergi dari tempat itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status