Home / Romansa / Siksaan Dari Tunangan Kakakku / Bagian 4 Ternyata dia tau semuanya.

Share

Bagian 4 Ternyata dia tau semuanya.

Author: Zizizaq
last update Last Updated: 2023-07-20 10:01:20

Sebulan kemudian...

Nadin sudah melupakan kejadian di rumah sakit, tapi seseorang membuatnya mengingat kejadian itu kembali. Bukan tentang kematian kakaknya Tari, ia justru mengingat keterpesonaannya pada seseorang.

Hari ini Nadin melihat laki-laki itu di kantor tempatnya bekerja.

"Apa yang membawanya ke sini?" Pikirnya, kantor Nadin hanya sebuah perusahaan kecil, itu pun jauh dari ibu kota, ia tau laki-laki itu pasti dari ibu kota.

"Kau mengenal Pak Ronald?" Tanya rekan kerja Nadin, ia bernama Ferdi. Ferdi tampak tidak tertarik, bukan hanya itu ia malah mengenakan headset dan berbalik, tapi karena melihat Nadin sangat terpana dengan kehadiran laki-laki itu, membuatnya ingin bertanya. Nadin pun akhirnya tahu nama laki-laki itu berkat Ferdi.

"Gak Fer, cuma pernah lihat" jawab Nadin masih mengamati laki-laki itu.

"Apakah dia begitu sempurna sampai kamu tidak bisa berhenti melihatnya?" kata Ferdi, membuat Nadin beralih ke arahnya.

"Lalu bagaimana dengan mereka Fer?" Tanya Nadin pada Ferdi, ia pun mengikuti petunjuk Nadin.

Ferdi geleng-geleng melihat para gadis itu, mereka malah lebih parah dari Nadin, sepertinya air liur mereka akan keluar seperti melihat makanan yang sangat lezat. Mereka baru berhenti melongo saat Pak Ronald itu memasuki ruang direktur, sementara itu, Nadin dan Ferdi kembali menekuri laptop di depan mereka.

Tidak berapa lama, Nadin mendapat panggilan ke ruang dirut, ia meminta Nadin membawa produk dari perusahaannya, mungkin ia meminta Nadin karena ia adalah karyawan yang bekerja di bagian pemasaran. Jantungnya berpacu dengan cepat karena ada Ronald di dalam sana, selain itu ia takut Ronald mengenalinya.

Nadin mengetuk pintu lalu masuk ke ruangan itu, entah kenapa degup jantungnya kian bertambah.

"Masuk...!" Terdengar suara dari dalam, Nadin tau itu adalah Pak Bambang, direkturnya.

Nadin masuk sambil mengawasi Pak Ronald yang sedang melihat katalog produk perusahaannya, Ronald sempat melihat ke arah Nadin, pada saat itu Nadin langsung menunduk, Ronald tiba-tiba ingat, pernah melihat gadis itu di rumah sakit, ia mengernyitka dahi memikirkan sesuatu, tapi ia menampik pikirannya, mungkin hanya mirip, bukankah banyak orang yang memiliki wajah yang mirip.

"Ini pesanan Bapak." Ucap Nadin.

"Letakkan di situ" ucap Pak Bambang, sambil menunjuk sudut meja di depan Ronald. Nadin sedikit kaget karena merasa tidak siap. Tapi ia melakukannya juga karena itu merupakan perintah dari atasannya. Ronald menatap Nadin selama melakukan itu, tiba-tiba jantungnya berdegup cepat, jika wajah Nadin dilihat dari dekat, ia begitu mirip dengan mendiang kekasihnya, Tari. Hanya saja gadis di hadapannya itu lebih tinggi dan kulitnya juga lebih putih. Melihat gadis Itu membuatnya merasa Tari hidup kembali, ia sadar kembali saat Nadin menoleh kearahnya dan menganggukkan kepala dengan sopan.

Ronald menebak dengan yakin seratus persen pasti dia orang yang berada di rumah sakit itu. selain itu ia juga merasa yakin pasti orang ini yang dicari Tari sampai menyebabkannya kecelakaan dan meninggal. Tidak mungkin semuanya hanya kebetulan, Pertama ia datang bersama Pak Dion, kedua ia diperkenalkan sebagai pendonor yang ditemukan Pak Dion hanya beberapa jam setelah dokter mengatakan stok darah habis sementara golongan darahnya sangat langka, harusnya mencari darah yang langka butuh waktu lama, ketiga ia berada di sini, tempat di mana Tari ingin menemui selingkuhan ayahnya.

"Apakah masih ada yang harus saya kerjakan Pak?" Tanya Nadin setelah ia merasa, tugasnya selesai. Suaranya membuat analisis Ronald berhenti.

"Tidak ada lagi, silahkan kembali, lanjutkan lagi pekerjaanmu" ucap Pak Bambang.

"Baik Pak" timpah Nadin.

"Terima kasih ya, Nadin" ucap Pak Bambang lagi.

"Iya Pak." Ucap Nadin, disertai anggukan dengan sopan, tampak Ronald memandangnya seusai Pak Bambang menyebutkan namanya. Nadin buru-buru membungkuk padanya, untuk menyapa lagi sebelum keluar.

Beberapa saat telah berlalu, waktu istirahat pun tiba, semua karyawan bergegas ke kantin, sementara Nadin pergi ke toilet. Ketika Nadin keluar berjalan menuju toilet ia merasa diperhatikam seseorang tapi karena sesuatu sudah memaksa untuk keluar ia tidak sempat mencari tahu, ketika ia keluar dari toilet, betapa kagetnya Nadin melihat siapa yang berdiri di depannya.

"Pak Ronald!" Sapa Nadin.

"Nadin, nama yang cukup bagus" Ucap Ronald terdengar seperti ancaman untuk Nadin.

" Terima kasih, Pak" ucap Nadin, ia menganggap itu pujian walaupun terdengar menyeramkan.

"Apa kau benar-benar lupa padaku? Padahal Aku masih mengingatmu dengan jelas" ucap Ronald, membuat bulu kuduk Nadin merinding.

"Maaf, Pak. Saya baru mengenal Pak Ronald hari ini" Nadin mencoba berbohong, setelah itu ia berniat untuk kabur.

"Benarkah? Bukankah kita pernah bertemu di rumah sakit?" Ucap Ronald dengan tatapan membunuh, Nadin tidak tidak bisa mengelak, tapi ia tidak mengerti kenapa Ronald memperlakukannya seperti itu.

"Maaf Pak, saya tidak ingat" ucap Nadin sembari melangkah pergi, tapi Ronald meraih tangan Nadin lalu membanting tubuhnya ke tembok. Nadin sampai merasakan sakit di punggungnya.

"Nadin, kau sungguh membuatku penasaran" ucapnya sambil menyeringai, Nadin merasa takut dibuatnya, tidak ada lagi perasaan yang selalu terpesona dan mengaguminya.

"Saya salah apa Pak? Kita bahkan baru saling mengenal nama" ucap Nadin dengan nada gemetar.

"Kau bertanya kesalahanmu apa? baik aku akan jawab" jawab Ronald, tatapannya seperti ingin membunuh.

"Kau yang menyebabkan tunanganku meninggal, aku sangat yakin itu kau" ucap Ronald tegas, emosinya semakin meningkat ketika menyinggung tentang tunangannya. Nadin terkejut mendengar tuduhan Ronald, pasti yang dia maksud adalah Tari.

"Siapa tunangan Pak Ronald? Aku tidak tahu" ucap Nadin, ia pura-pura bertanya sebagai upaya melepaskan diri

"Apa kau benar-benar lupa Nadin?" ucap Ronald mulai tidak sabar, andai saja Nadin makanan pasti ia sudah dihabisinya.

"Apakah yang anda maksud, Nona Tari?" Ucap Nadin bertingkah polos, jelas ia sudah tahu tapi ia berpura-pura lagi menebak.

"Aku bukan siapa-siapanya, aku hanya pendonor" lanjutnya.

"Kau adalah pendonor? Itu artinya golongan darah kalian sama, bukankah itu sudah cukup membuktikan kalau kamu adalah saudaranya? Tidak hanya itu, kau datang dengan Pak Dion waktu itu, Dia menjemputmu kan? Tentu saja karena kalian adalah keluarga. Lucu sekali" Ucap Ronald. Nadin tidak berkomentar karena semuanya benar.

"Dia kecelakaan karena mencari keberadaanmu dan wanita murahan yang telah melahirkanmu, karena ia menemukan bukti ayahnya yang berselingkuh, karena itu ayahnya menjadi ayahmu juga" ucapnya sarkas tanpa mempertimbangkan perasaan Nadin, tengsi Nadin naik mendengarnya, ia marah saat Ronald merendahkan ibunya, entah kekuatan dari mana tangannya mengayun begitu saja untuk menampar wajah Ronald, Ronald menyeringai tajam, tapi ia tidak membalas.

"Jangan merendahkan ibuku" Teriak Nadin di depan mukanya yang habis kena tamparan, setelah itu Nadin mendorongnya dengan sekuat tenaga, hingga membuat Ronald mundur, akhirnya Nadin bisa melepaskan diri, Ronald membiarkannya pergi tapi ia bertekad untuk tidak akan melepaskannya.

Sepulang kerja, Nadin membawa mobil sedannya keluar dari tempat parkir sambil mengawasi, ia takut Ronald mungkin mengikutinya, Nadin teringat ucapannya tentang Tari yang kecelakaan karena mencari keberadaan dirinya dan ibunya, ia berpikir sepertinya Ronald akan menggantikan Tari melanjutkan misi.

Saat tiba di rumah, Nadin segera mencari ibunya, syukurnya Nadin menemukan Bu Sinta sedang di kamarnya.

"Ibu!" Nadin berseru begitu mendapati ibunya. Ibu berpaling ke arah Nadin.

"Kenapa Nad?" Ucap ibunya tersenyum.

"Bu, mulai sekarang ibu harus berhati-hati, keberadaan kita sedang diawasi seseorang" ucap Nadin menjelaskan.

"Kamu tau darimana?" Tanya ibunya.

"Seseorang mengatakan padaku, kalau Tari kecelakaan karena mencari keberadaan kita"

"Dari mana kamu tau tentang Tari?" Bu Sinta mengernyit menuntut penjelasan. Membuat Nadin terjebak, akhirnya Nadin menjelaskan semua yang ia lakukan sebulan yang lalu.

"Harusnya ibu tidak memberitahumu" ucap ibunya kecewa. Ia seperti memendam rasa yang tidak dapat ditebak. Mungkin ia kecewa pada Nadin karena mau membantu mendonorkan darahnya untuk Tari.

"Maaf, Bu" ucap Nadin.

"Keluarlah, pergi ke kamarmu dan istirahat" titah ibunya, Nadin menurutinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 36 kritis

    "Kenapa tidak memberitahu kami?" Bu Mary merasa menyalahkan sikap Nadin yang tidak mengabari keadaan putranya. Nata melirik dengan ekspresi senang dan licik. "Maaf, Mah. Ronald bilang tidak perlu memberitahu kalian, dia tidak mau Mamah dan yang lainnya khawatir," Nadin membela diri. "Terus kenapa kamu baru datang sekarang? Suamimu sedang butuh kamu." Bu Mery sangat menyayangkan kelakuan Nadin. Ia tampak kecewa. "Tadi ada urusan di rumah," Hanya itu yang bisa ia katakan, ia tidak mungkin jujur kalau Ronald yang tidak menginginkannya, untungnya Pak Bram menengahi. " Tapi tetap saja kau harusnya tidak meninggalkan rumah sakit," Bu Mery belum merasa puas. "Sudahlah, Mah. Sekarang kita fokus mendoakan agar operasinya bisa berjalan lancar." Bu Mery menurut. Pak Bram menuntun Bu Mery duduk, sedang Nadin memilih duduk di kursi paling ujung. beberapa saat telah berlalu, tiba-tiba ada dua perawat berlari tergesa-gesa menuju pintu ruang operasi sambil membawa berbagai macam benda. Se

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 35 Operasi

    Setelah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, Ronald harus menjalani operasi, karena ada bagian dari lambungnya yang sudah mengalami kerusakan, jika dibiarkan bisa merambat dan merusak keseluruhan lambung. Untungnya tubuhnya memberikan alarm dan ada Nadin yang memaksanya, dia begitu cuek dengan penyakit yang sudah lama bersarang di dalam tubuhnya itu, dan semakin tidak peduli saat Tari sudah pergi meninggalkannya. Operasi dilakukan keesokan harinya, Selfi belum juga datang, Nadin juga tetap setia menemani, hanya saja ia sempat pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian, setelah itu langsung kembali lagi ke rumah sakit. "Apa pendapatmu tentang penyakitku sekarang? Apakah kamu senang?" Tanya Ronald, ia hanya iseng ingin tahu apa yang dipikirkan Nadin. "Aku senang, akhirnya alam yang membalaskan penderitaanku.karena perbuatanmu," ucapnya dengan nada bercanda. "Kau tidak berdoa agar aku mati 'kan?" "Aku tidak sejahat itu Ronald," kali ini dia cemberut. Tidak suka dengan

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 34 Dia istriku.

    Seorang dokter muda sudah menunggu Ronald di depan pintu pemeriksaan, ia menyambut Ronald dengan ramah, mereka juga terlihat akrab. "Ada apa lagi?" tanya dokter itu. "Aku merasa penyakit ini semakin parah saja," Ia sedikit mengomel sambil masuk ke ruangan seolah itu miliknya. dokter itu hanya tersenyum lalu berkata, "Itu akibatnya kalau tidak mau mendengarkan nasihatku," dokter sudah mengingatkannya untuk melakukan pemeriksaan rutin tapi Ronald tidak pernah datang. Ia datang saat tidak mampu lagi menahan rasa sakitnya. Sebelum dokter itu masuk, Ia tidak lupa menyapa Nadin yang ikut membersamai Ronald. "Asisten baru?" Tanyanya, sepertinya Selfi yang biasanya datang menemani Ronald. "Bukan, Dok," jawab Nadin tanpa ingin menjelaskan identitasnya lebih lanjut. Dokter itu hanya manggut-manggut kemudian menyusul Ronald. Denny nama dokter itu, ia teman dekat Ronald dan Nata. ia mulai memeriksa keadaan Ronald sambil bertanya apa saja yang terjadi dengan tubuhnya dan apa yang ia

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 33 Tidak mau berutang budi

    Nadin akhirnya pulang setelah seharian bekerja, ia melangkah menuju kamarnya sendiri, saat membuka pintu, ruangan itu sudah kosong melompong sejak tadi pagi. "Ah, lagi-lagi aku lupa kalau kamarku sudah pindah, " gumamnya dengan ekspresi malas. Ia berjalan menuju tangga lalu diam sambil berpikir, apakah Nata masih di sana atau sudah pergi. Takut mengganggu, ia mengubah haluan menuju dapur untuk mengambil minum lalu membawanya ke ruang tengah yang selalu sunyi. Ia menyalakan TV untuk mengusir keheningan dan kesepian. Tidak menunggu berapa lama ia tertidur di sana. Ia bangun kembali saat mendengar suara dari luar. Ia menoleh dan melihat Ronald yang masih terlihat pucat. "Dari mana saja, bukannya masih sakit?" Tanya Nadin "Bukan urusanmu, " jawab Ronald acuh tak acuh. "Padahal tinggal dijawab saja, " gerutu Nadin sembari membawa dirinya kembali ke depan TV. "Apakah Nata sudah pergi?" Tanya Nadin lagi "Banyak tanya," balas Ronald tanpa melihatnya, ia kemudian berlalu b

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 32 Jangan berpisah lagi.

    Bu Mary berhasil menyulap Nadin menjadi sangat cantik yang pada dasarnya memang sudah cantik. "Sekarang ganti baju, di dalam paper bag ada baju dan sepatu, mamah mau kau memakainya," untungnya Nadin membawa pemberian mertuanya itu bersamanya, tadi ia tidak sempat menyimpannya. Ia mengambilnya lalu mengeluarkan isinya, ternyata Bu Mary memberinya barang branded. "Nah, pakai itu sekarang dan buang baju kedodoran yang kau pakai itu" "Iya, Mah" balasnya dengan kikuk. "Cantik sekali, ini baru menantu mamah" puji Bu Mary mengagumi menantunya. "Beginilah harusnya penampilanmu sehari-hari," sambung Bu Mary. Diperlakukan sedemikian baik oleh mertuanya membuatnya berfikir, 'Seandainya putranya juga bisa sebaik ini?' suara Nadin di dalam hati. Setelah semuanya selesai, mereka turun ke bawah untuk meminta penilaian Ronald yang sedang menunggu mereka untuk sarapan, Bu Mary sangat bersemangat menanti pujian dari putranya. "Bagaimana penampilan istrimu? Cantik 'kan?" Seru Bu Mary saat ti

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 31 Jangan salahkan aku.

    "Ada apa denganku?" Nadin berucap dengan lirih merenungi apa yang terjadi pada dirinya. Ronald tampak tidak peduli."Ah, kenapa aku tiba-tiba merasa panas begini?" Nadin membuka blezer yang menutupi dress yang ia kenakan sambil mengipas tubuhnya menggunakan tangan."Kau sedang apa?" Ronald menoleh ke arahnya dan memindai keadaannya. "Aku tidak tau, aku merasa sangat tidak nyaman dan seluruh tubuhku seperti akan mengeluarkan aliran listrik." Nadin mulai tidak sabar dan ingin menurunkan tali dress yang menggantung di bahunya."Hentikan itu! kamu mau telanjang di sini?" Ronald berkata sambil menurunkan kecepatan laju mobilnya, Nadin masih bisa menurut di antara kesadarannya yang mulai samar."Sudah kubilang, aku kepanasan, coba bantu aku meredakan ini." Ia menggigit bibirnya sambil mengacak rambutnya demi meredam gelanyar aneh yang hampir menguasai dirinya."Kau pasti salah meminum atau memakan sesuatu," Ronald mulai menebak apa yang terjadi pada Nadin. Ia kembali mempercepat laju mobil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status