Share

Silakan Ambil Suamiku, Mbak!
Silakan Ambil Suamiku, Mbak!
Author: empat2887

Bab 1

"Mila, mana sarapannya, kok belum ada apa-apa sih? Apa kamu tidak masak ya? Kenapa, aku kan laper?" tanya Mbak Wina.

Ia bertanya, saat aku sedang mencuci piring di wastafel. Mbak Wina merupakan Kakak ipar suamiku, yang semenjak suaminya meninggal karena serangan jantung, ia meminta untuk tinggal bersamaku. Sebenarnya tidak apa-apa dia tinggal dirumahku, jika saja dia sadar diri, kalau dia itu sedang numpang di rumah ini.

Tapi ini apa? Dia malah menganggap aku seperti pembantunya. Mbak Wina selalu minta ini minta itu dan itu, serta aku harus mau meladeninya. Mas Reno juga tidak pernah peka padaku. Setiap kali aku curhat kepadanya, tentang kekakuan Kakak iparnya ini, ia malah menceramahiku ini dan itu, hingga membuat aku muak mendengarnya.

"Maaf ya, Mbak. Aku ini bukan pembantu kamu, jadi kalau kamu mau sarapan atau apapun silakan masak dan buat sendiri."

"Lho, kok kamu begitu sih? Aku ini tamu lho di rumah ini, masa iya sih aku harus apa-apa sendiri? Kamu sebagai pemilik rumah ngapain saja, kok tega banget sih ngebiarin tamunya kelaparan?" tanyanya lagi.

"Iya, Mbak Wina, kamu memang tamu di sini. Tapi kamu itu tamu yang tidak tau malu," ujarku lagi.

Aku berkata demikian, sambil pergi meninggalkankannya. Aku malas, jika harus berdebat dengannya karena hal ini.

"Mila, awas ya kamu. Lihat saja nanti, aku akan memberitahu Reno dan juga Ibu, kalau kamu memperlakukan aku dengan buruk," ancamnya.

Aku pun berhenti, saat Mbak Wina berkata seperti itu. Ia memang selalu mengatakan hal serupa, jika aku tidak mau meladeninya. Mas Reno dan juga Ibu mertua, yang selalu menjadi tamengnya, supaya aku menuruti semua keinginannya. Aku pun kini berbalik, kemudian menghampirinya.

"Apa, Mbak, coba deh kamu ulangi lagi? Soalnya tadi aku tidak mendengarnya," pintaku.

"Dasar tul* kamu, Mila. Aku bilang, kalau kamu tidak mau membuatkan aku sarapan untukku. Aku akan bilang sama Ibu dan juga Reno, kalau kamu memperlakukan aku dengan buruk," teriak Mbak Wina, sambik mengulang kata-katanya.

Ia menuruti perintahku dan kembali mengulang perkataannya, padahal aku hanya berpura-pura saja tidak mendengar perkataannya.

"Oh begitu ya, Mbak. Terus, aku harus bilang wow gitu?" tanyaku, dengan nada meledek.

"Apa maksud kamu, Mila? Kamu tidak takut, jika aku laporkan sama mereka," tanya Mbak Wina, ia malah balik bertanya kepadaku.

"Nggak, aku tidak takut. Begini ya, Mbak. Mau kamu lapor sama Ibu, ataupun lapor sama Mas Reno. Bodo amat, aku tidak peduli," bentakku.

Setelah berkata seperti itu aku langsung kembali pergi, kembali meninggalkan Mbak Wina yang sedang bengong. Mungkin ia tidak menyangka, dengan apa yang aku katakan barusan. Karena biasanya aku akan luluh dan menuruti perintahnya, jika mendengar ancaman darinya, yang mengatakan akan memberitahu suami dan juga mertuaku.

Tapi kini aku tidak peduli, mau dia melaporkan aku sama siapapun, aku sudah tidak takut lagi. Hati aku kini sudah mantap, aku akan melawan siapapun, yang sekiranya membuat hidupku tidak nyaman. Aku tidak mau lagi menjadi babu, di dalam rumahku sendiri. Aku pun berjalan menuju kamar, aku duduk di sofa yang ada di kamarku, sambil memainkan handphone.

***

"Mila, kamu itu apa-apaan sih? Kenapa kamu tidak membuatkan sarapan untuk Mbak Mila?" tanya Mas Reno.

"Iya, kamu itu jahat banget sih, Mila. Wina ini sudah kehilangan suaminya, seharusnya kamu itu menghiburnya, jangan malah membuat dia sedih. Kamu itu saudara apaan sih, kok kamu tega banget melihat saudaranya bersedih?" timpal Bu Risma, yang merupakan mertuaku.

Suami dan mertuaku membela Mbak Wina, yang merupakan menantu kesayangan dari mertuaku ini. Sedangkan aku, hanya dianggap menantu tidak berguna dan selalu dipandang sebelah mata.

"Ibu, Reno, sepertinya Mila memang tidak suka, kalau aku berlama-lama tinggal dirumah ini. Makanya Mila berbuat seperti itu," adu Mbak Wina, dengan raut muka memelas.

"Kalau memang iya memang kenapa, Mbak? Jujur ya, semenjak kamu tinggal di rumahku. Rumah tanggaku tidak pernah nyaman, selalu saja ada perdebatan antara aku, Mas Reno dan juga Ibu. Setiap perdebatan juga semuanya diawali karena kamu, Mbak. Sadar dong, Mbak. Kalau kamu itu selalu menjadi biang keroknya. Asal kamu tahu, aku malas meladeni kamu, sebab kanu selalu menganggap, kalau aku adalah babu kamu," ungkapku.

Aku panjang lebar mengungkapkan, apa yang ada di hatiku. Membuat Mbak Wina pun melongo, saat mendengar penuturanku. Jangankan Mbak Wina, mertua serta suamiku matanya langsung membola, saat mendengar penuturanku tersebut

"Ibu, Reno, kalian denger sendiri bukan, kalau Mila itu tidak suka sama aku? Jadi lebih baik aku pergi dari rumah ini, dari pada membuat rumah tangga Reno dan Mila hancur," papar Mbak Wina, dengan raut wajah yang seakan tertekan.

"Mbak Wina, kamu tidak perlu kemana-mana. Adapun orang yang mesti keluar dari rumah ini itu bukan kamu, Mbak. Tetapi Si Mila," ungkap Mas Reno.

Perkataan Mas Reno membuat aku terkejut, bisa-bisanya ia malah mau mengusirku. Sedangkan orang yang selalu membuat onar, malah ia lindungi. Aku tidak paham, dengan jalan pikiran Mas Reno.

Aku pun melirik ke arah Mbak Wina, aku geram karena dia, yang telah membuat aku diusir suskikyn. Namun, orang yang dilirik malah tersenyum jahat kearahku. Seakan dua menginginkan semua ini, atau bisa jadi ini adalah keinginannya yang sudah di rencanakan olehnya

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status