Gimana nasib Nona Pelakor? Yang pasti dia sudah mendapat balasan setimpal dari ulahnya. Pengen tahu lebih lanjut karma buat Lisa. Pantengin di bab selanjutnya, ya?? Terus apa kabar dengan Lea dan Ghalib?? Hubungan mereka bakal mulus kayak jalan tol atau bergelombang. Yang pasti bakal ada kejutan besar di akhir bulan ini. Terima kasih buat yang sudah koment dan review. Maaf gak bisa balas satu2. Terima kasih juga yang udah kasih gift, bintang dan diamond. Jadi makin semangat nulisnya deh, aku. Love you, guys.
“TIDAK!!! AKU TIDAK MAU!! AKU TIDAK MAU!!! LEPASKAN AKU!!!”Serta merta dua pria berbadan besar itu langsung menangkap tubuh Lisa dan menyeretnya keluar rumah. Lisa terus berteriak, berontak ingin lepas. Namun, suaranya bagai menulikan semua orang yang berada di sekitarnya.“PAMAN!!! TOLONG AKU!!! LEPASKAN AKU, PAMAN!!!”Handoko hanya diam, duduk bersimpuh di lantai sambil menatap Lisa dengan datar. Ia sudah melakukan perjanjian dengan bandar judi itu. Hanya tubuh Lisa yang bisa membuatnya terlunas dari hutang.Tidak hanya itu saja, ia juga dibebaskan bermain judi selama beberapa tahun di tempatnya, tanpa memberi taruhan. Tentu saja ini adalah kebahagiaan tersendiri bagi Handoko.“PAMAN!!!”Lisa menangis, tapi Handoko hanya bergeming di tempatnya sambil menatap Lisa dengan ekspresi aneh.Sesaat sebelum Lisa benar-benar pergi, sebuah seringai aneh terbit di wajah Handoko.“Terima kasih, Lisa. Gara-gara kamu, Paman bisa bebas berjudi selamanya. Kamu memang keponakan yang baik.”Amarah L
“Ghalib!! Kamu sudah datang?” tanya Lea.Lea sangat terkejut saat Ghalib tiba-tiba datang ke rumahnya malam itu. Ghalib tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala.“Iya. Pesta ulang tahun Nenek sudah selesai. Jadi untuk apa aku terus di sana?”Lea mengulum senyum kemudian menyilakan Ghalib masuk ke dalam rumah.“Memangnya kamu gak ingin menghabiskan waktu dengan keluargamu? Lagian ini masih akhir pekan.”Ghalib terdiam sejenak sambil menatap Lea dengan sendu.“Ada keluargaku juga di sini yang sendirian. Jadi apa salahnya aku menemani dia saat akhir pekan.”Lea tertawa mendengar ucapan Ghalib. Wajah wanita cantik itu sudah kembali bercahaya. Ia juga bisa berjalan dengan normal, tidak meringis kesakitan seperti tempo hari.“Bagaimana lukamu? Sudah lebih baik?”Lea mengangguk. “Iya. Apa itu artinya aku sudah boleh ngantor?”Ghalib tersenyum samb
“Kamu akan pulang hari ini, Ghalib?” tanya Nyonya Emilia pagi itu.Hari ini mereka tampak sarapan bersama di ruang makan. Tidak ada bekas pernik pesta semalam yang tersisa. Bahkan hiasan balon dan bunga yang memenuhi ruangan sudah dibersihkan.Ghalib yang duduk berhadapan dengan neneknya tersenyum sambil mengangguk.“Iya, Nek. Aku harus mempersiapkan launching produk baru.”Nyonya Emilia mengangguk sambil menatap Ghalib dengan sendu.“Lalu kapan kamu akan mengenalkan Lea?”Ghalib tersenyum lagi sambil menundukkan kepala. Hingga saat ini Ghalib belum menceritakan siapa Lea sebenarnya. Selain karena belum mendapat kepastian dari Lea. Ghalib juga harus melihat keadaan neneknya.Tentunya status Lea sebagai janda dari Kenan akan menjadi pertimbangan neneknya juga. Namun, apa pun yang terjadi Ghalib akan memperjuangkan Lea.“Nanti ya, Nek. Kalau aku sedikit senggang. Lea juga sedang sibuk bel
“Apa hasil testnya?” tanya Nyonya Emilia.Ia tidak sabar saat Tuan Fandi membacanya. Tuan Fandi hanya diam, tidak bersuara, tapi sudah menyerahkan hasil test itu ke Nyonya Emilia.Nyonya Emilia langsung tercengang usai membaca hasil test tersebut.“Kamu bukan cucuku dan beraninya kamu berbohong selama ini!!!”Wajah Nyonya Emilia yang tadinya lembut dan teduh, serta merta berubah menjadi garang. Bahkan sudah menatap Lisa penuh amarah.Lisa ketakutan, berulang menggelengkan kepala sambil menyeka air matanya.“Enggak, Nek. Aku minta maaf. Aku tidak sengaja melakukan ini. Tolong, maafkan aku, Nek.”“Berani kamu panggil aku ‘Nenek’?”Lisa ketakutan saat Nyonya Emilia bangkit dari kursinya hendak memukul Lisa dengan tangannya. Serta merta Tuan Fandi menahan amarah ibunya.“Ma, aku yang salah. Aku harusnya menyelidiki lebih dulu dan juga melakukan t
Mata Tuan Fandi langsung berkaca-kaca usai mendengar kalimat terakhir Ghalib. Baru ini dia mendengar putra semata wayangnya memanggilnya ‘ayah’.Hal yang sama juga terjadi pada Nyonya Emilia. Wanita itu tersenyum dengan mata yang berkabut. Kemudian dengan lembut Nyonya Emilia menyentuh bahu Ghalib.“Ayahmu tidak pernah melupakanmu, Ghalib. Nanti biar Nenek yang membagi bagian ayahmu menjadi sama rata. Untuk kamu dan Lisa.”Ghalib hanya diam, ia sudah memalingkan wajah dari tatapan penuh cinta Tuan Fandi. Sementara Lisa hanya meliriknya dengan sinis. Ia kesal. Gara-gara Ghalib, bagian untuknya berkurang.“Sekarang kita lanjut makan saja, ya!!”Nyonya Emilia sudah mengambil alih pembicaraan lagi, tapi Ghalib tiba-tiba berdiri.“Sebenarnya … aku sudah menyiapkan kejutan untuk Nenek malam ini. Bukan, bukan untuk Nenek saja, tapi untuk semua yang hadir di sini.”“Kejutan apa yang
“Apa maksudnya, Ghalib? Kenapa kamu bicara seperti itu?”Sepertinya Nyonya Emilia menyadari ucapan Ghalib tadi dan ia jadi penasaran sehingga kembali mengajukan pertanyaan.Ghalib mengulum senyum sambil menggelengkan kepala.“Bukan apa-apa kok, Nek. Sudah, jangan dimasukkan hati. Lebih baik Nenek bersiap untuk pesta nanti malam. Aku punya banyak kejutan untuk Nenek.”Nyonya Emilia tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian keduanya sudah berjalan beriringan masuk ke bagian dalam rumah.Pukul tujuh malam, semua penghuni rumah berkumpul di ruang makan. Ada Nyonya Emilia, Tuan Fandi, Ghalib dan juga Lisa. Mereka tidak mengundang tamu lain untuk pesta ulang tahun malam ini. Nyonya Emilia tidak menginginkannya, tapi dia mengizinkan Lisa mendekor rumah dengan banyak bunga dan balon.“Jam berapa kamu datang, Ghalib? Kenapa Ayah tidak melihatmu seharian tadi?”Tuan Fandi membuka pembicaraan sambil mena