Share

Bab 2

Penulis: Aira Tsuraya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-24 10:00:19

“Emang kenapa?” Kenan malah balik bertanya.

Ia menghentikan makannya dan spontan berdiri menuju cermin. Ia langsung tersenyum usai melihat tampilan dirinya di pantulan cermin. Kemudian Kenan berjalan kembali ke Lea dan duduk di sampingnya.

“Kamu hilang ingatan atau bagaimana? Bukankah kamu yang membuat tanda ini?”

Lea terdiam, menatap Kenan dengan bingung. Permainan ranjang mereka memang sangat panas tadi dan entah mengapa Kenan begitu berhasrat padanya. Namun, seingat Lea dia tidak meninggalkan jejak sebesar itu di leher suaminya.

Lea terlalu konservatif untuk urusan ranjang dan tidak mau mengumbar ke publik serta menunjukkan jejaknya ke semua orang. Namun, Lea juga tidak menyangkal jika tadi begitu terlena dengan permainan Kenan. Bisa jadi dia tanpa sadar melakukannya dan meninggalkan jejak di sana.

“Sudah, jangan dipikirkan. Aku tidak akan menutupinya. Biar semua orang tahu semalam kita baru saja bermain panas.”

Lea melotot mendengar ucapan Kenan. Kenan terkekeh sambil mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Lea. Kemudian setelahnya kembali berakhir dengan permainan mereka di ranjang.

Pukul delapan pagi saat alarm ponsel Kenan berdering nyaring. Lea sudah terbangun sejak tadi, tapi suaminya masih saja meringkuk di balik selimut. Sepertinya dia sangat kelelahan usai permainan mereka semalam.

“Mas, kamu gak ngantor?” tanya Lea.

Kenan memicingkan mata kemudian membuka perlahan dan tersenyum sambil menganggukkan kepala.

“Memangnya jam berapa sekarang?”

“Jam delapan.”

Sontak Kenan terjingkat kaget dan langsung tampak tergesa masuk ke kamar mandi.

“Kok kamu gak bangunin dari tadi, Sayang. Aku ada meeting jam sembilan.”

Lea hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkah Kenan. Sudah lama pemandangan ini tidak ia lihat dan dia senang pagi ini bisa menikmatinya lagi. Selang beberapa saat Kenan sudah tampak siap, tapi sayangnya dia tidak sempat sarapan.

Ia tampak tergesa keluar rumah sambil menyambar setangkup roti dan memakannya seraya mengemudi. Lea hanya melihatnya sambil menggelengkan kepala.

“Apa Kak Kenan sudah berangkat, Mbak?” tanya Lisa.

Lea menoleh dan melihat gadis itu sudah berada di ruang makan, padahal tadinya Lea akan membangunkannya.

“Sudah, barusan. Ayo, kita sarapan dulu!!”

Lisa tersenyum kemudian duduk berhadapan dengan Lea dan tampak menikmati makanannya.

“Kamu suka makanannya, Lisa?” tanya Lea berbasa basi.

Lisa mengangguk sambil tersenyum. “Iya, suka, Mbak. Terima kasih. Hanya saja ---”

Lisa menggantung kalimatnya dan Lea tampak sedang melirik ke arahnya. Gadis itu terlihat ragu untuk berkata.

“Ada apa? Katakan saja!!”

Lisa tersenyum sambil menundukkan kepala.

“Semalam aku kelaparan, Mbak. Apa tidak masalah jika aku membuat makanan di dapur?”

Lea tertawa dan langsung menganggukkan kepala.

“Tentu saja tidak masalah, Lisa. Kamu juga bisa meminta tolong pelayan di sini. Jangan sungkan, ya!!”

Lisa tersenyum meringis sambil menganggukkan kepalanya. “Iya, Mbak. Aku tidak akan sungkan.”

“Oh ya, aku akan keluar sebentar untuk melihat toko. Kamu mau ikut atau di rumah saja?”

Lea memang mempunyai toko bunga di pusat kota. Sejak dulu, Lea suka berkebun dan bahkan memiliki kebun bunga di daerah puncak. Gara-gara itu juga, dia memutuskan membuka toko bunga. Tentu saja Kenan mendukung hobby Lea dan sama sekali tidak keberatan.

“Eng … aku di rumah saja, Mbak. Awal kehamilan gini, aku suka pusing dan mual.”

Lea terdiam sejenak sambil menatap penuh iri ke Lisa. Sepertinya Lisa melihat reaksi Lea.

“Maaf, Mbak. Apa ucapanku salah, ya?”

Lea menggeleng dengan cepat. “Enggak. Sama sekali gak salah, kok.”

Lisa terdiam sesaat begitu juga Lea. Suasana terlihat hening untuk beberapa saat hingga tiba-tiba Lisa bersuara.

“Aku doakan supaya Mbak segera diberi momongan, ya?”

Lea tersenyum lega sambil menatap Lisa dengan sendu. Ia tidak menduga gadis muda ini sangat perhatian padanya. Bisa jadi Lea akan menjadikan adik saja nantinya. Bukankah Lea juga anak tunggal dan yatim piatu, tidak ada salahnya jika dia mendapat saudara secara tak terduga.

Pukul satu siang, Lea masih sibuk di toko bunganya. Hari ini banyak sekali customer yang datang sehingga membuat dia sibuk dan sedikit mengabaikan beberapa panggilan. Bahkan ia tidak menyadari jika ada panggilan dari Kenan.

Baru saat Kenan datang ke toko bunganya, Lea terkejut.

“Mas, kok kamu gak bilang kalau mau ke sini?”

Kenan tersenyum sambil menjentik hidung Lea dengan gemas.

“Sayang … aku sejak dari tadi meneleponmu dan ingin mengajakmu makan siang.”

Lea tersenyum senang sambil menatap penuh cinta ke arah Kenan. Dari dulu perhatian Kenan padanya memang tak pernah berubah. Pria itu begitu mencintainya bahkan rela melakukan apa saja demi membuat Lea bahagia.

Dulu saat pacaran, Kenan pernah mengantri sejak subuh hanya untuk mendapatkan kue kesukaan Lea. Bahkan tidak hanya itu saja. Ia rela membatalkan meeting begitu tahu Lea sakit. Lalu sepanjang hari, Kenan akan menemaninya sambil menggenggam tangannya seraya menangis tersedu.

Belum lagi saat Lea harus menjalani operasi usus buntu. Kenan seperti orang mati. Wajahnya pucat dan tanpa ekspresi terus menatap Lea sepanjang hari. Ia khawatir Lea kesakitan. Lea jadi tertawa sendiri jika mengingat tingkah bucin suaminya.

“Gimana? Bisa kita keluar untuk makan siang?”

Lea mengangguk sambil tersenyum. Ia sudah berpamitan ke karyawannya kemudian berjalan melenggang sambil bergelayut manja di lengan Kenan.

Mereka langsung masuk ke dalam mobil dan menuju kafe terdekat dengan toko bunga Lea. Tak lama Kenan dan Lea sudah duduk di salah satu sudut kafe sambil memesan aneka macam menu.

“Mas, banyak banget pesananmu?” protes Lea.

“Ini kan makanan kesukaanmu semua, Sayang.”

Lea cemberut sambil melirik Kenan yang duduk di depannya. Menu yang dipesan memang kesukaan Lea, tapi tidak mungkin juga Lea menghabiskan semuanya.

“Kamu pengen aku gendut?” Lea bertanya sambil menggembungkan pipinya.

Kenan tertawa seraya menjentik pipi Lea. “Biar gendut tetap cantik, kok. Sudah, makanlah!!”

Lea mengangguk, kemudian mulai menikmati makanannya. Namun, baru beberapa suap ponsel Kenan berdering. Ia terdiam sejenak saat melihat layar di ponselnya. Wajahnya menunjukkan kecemasan.

“Aku terima telepon dulu, ya!!”

Tanpa menunggu jawaban Lea, Kenan sudah berlalu pergi. Lea hanya diam sambil menikmati makanannya. Cukup lama ia menunggu Kenan kembali, pada akhirnya dia malah hanya mendapat pesan dari Kenan, kalau Kenan harus kembali ke kantor.

Lea memakluminya dan tidak masalah dengan alasan Kenan. Mungkin ada sesuatu hal penting yang harus ia kerjakan. Lea kembali menikmati makanannya, tapi segera terinterupsi lagi oleh sebuah pesan masuk.

Lea mengerjapkan mata saat melihat nama pengirim pesan adalah salah satu sahabatnya.

“Ghea, tumben banget dia kirim pesan. Padahal tadi pagi juga sudah ketemu,” gumam Lea.

Namun, meski demikian Lea gegas membuka pesan dan membacanya. Mata Lea terdiam menatap foto yang baru saja dikirim Ghea. Di sana ada foto Kenan dan Lisa tampak sedang duduk berdua di sebuah kafe sambil menikmati makan siang.

Tepat di bawah foto ada sebuah caption dari Ghea.

“Aku melihat suamimu bersama wanita lain, Lea. Siapa dia? Apa selingkuhan suamimu?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Endah Masfu'ani
Lho, di bab sebelumnya dibilang kakaknya sakit, kok di bab ini dibilang anak tunggal ya.. gimana jadinya yg bener?
goodnovel comment avatar
NACL
hempass lelaki macam kenan kiri ini
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri goblok dan tolol. itu otak kayaknya g berfungsi krn gampang baper klu dikasih sedikit perhatian. binatang aja punya insting dan manusia punya naluri.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Silakan Ambil Suamiku, Nona Pelakor   Bab 130

    Mata Tuan Fandi langsung berkaca-kaca usai mendengar kalimat terakhir Ghalib. Baru ini dia mendengar putra semata wayangnya memanggilnya ‘ayah’.Hal yang sama juga terjadi pada Nyonya Emilia. Wanita itu tersenyum dengan mata yang berkabut. Kemudian dengan lembut Nyonya Emilia menyentuh bahu Ghalib.“Ayahmu tidak pernah melupakanmu, Ghalib. Nanti biar Nenek yang membagi bagian ayahmu menjadi sama rata. Untuk kamu dan Lisa.”Ghalib hanya diam, ia sudah memalingkan wajah dari tatapan penuh cinta Tuan Fandi. Sementara Lisa hanya meliriknya dengan sinis. Ia kesal. Gara-gara Ghalib, bagian untuknya berkurang.“Sekarang kita lanjut makan saja, ya!!”Nyonya Emilia sudah mengambil alih pembicaraan lagi, tapi Ghalib tiba-tiba berdiri.“Sebenarnya … aku sudah menyiapkan kejutan untuk Nenek malam ini. Bukan, bukan untuk Nenek saja, tapi untuk semua yang hadir di sini.”“Kejutan apa yang

  • Silakan Ambil Suamiku, Nona Pelakor   Bab 129

    “Apa maksudnya, Ghalib? Kenapa kamu bicara seperti itu?”Sepertinya Nyonya Emilia menyadari ucapan Ghalib tadi dan ia jadi penasaran sehingga kembali mengajukan pertanyaan.Ghalib mengulum senyum sambil menggelengkan kepala.“Bukan apa-apa kok, Nek. Sudah, jangan dimasukkan hati. Lebih baik Nenek bersiap untuk pesta nanti malam. Aku punya banyak kejutan untuk Nenek.”Nyonya Emilia tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian keduanya sudah berjalan beriringan masuk ke bagian dalam rumah.Pukul tujuh malam, semua penghuni rumah berkumpul di ruang makan. Ada Nyonya Emilia, Tuan Fandi, Ghalib dan juga Lisa. Mereka tidak mengundang tamu lain untuk pesta ulang tahun malam ini. Nyonya Emilia tidak menginginkannya, tapi dia mengizinkan Lisa mendekor rumah dengan banyak bunga dan balon.“Jam berapa kamu datang, Ghalib? Kenapa Ayah tidak melihatmu seharian tadi?”Tuan Fandi membuka pembicaraan sambil mena

  • Silakan Ambil Suamiku, Nona Pelakor   Bab 128

    “Apa kamu sudah dengar kabar tentang Bu Lea?” tanya seorang karyawan siang itu.“Kabar apa?” tanya yang lain menyahuti.“Bu Lea kecelakaan di puncak. Katanya sih selamat, tapi aku dengar dia baru saja mendapat musibah lagi.”“Musibah apa?”“Ada yang menikam Bu Lea saat di rumah sakit. Itu sebabnya kondisi Bu Lea sekarang kritis.”“Ya Tuhan … .”Beberapa karyawan terlihat sedih, bahkan ada di antaranya yang menitikkan air mata. Lisa yang tanpa sengaja mendengar obrolan itu hanya diam.Saat ini dia memang sedang berada di kantin karyawan untuk makan siang, tidak disangka Lisa akan mendengar hal seperti ini.“Apa mungkin launching produknya akan diundur?” Kembali salah satu karyawan bertanya, sepertinya dia salah satu bagian tim Lea.“Sepertinya begitu, tapi kita tunggu Tuan Ghalib saja. Bagaimanapun dia yang berhak mengambil ke

  • Silakan Ambil Suamiku, Nona Pelakor   Bab 127

    “Lisa? Apa Anda mengenalnya?”Ghalib tidak menjawab. Ia duduk menyilangkan kaki sambil menautkan kedua tangan di atas lutut menatap tajam ke Handoko.“Sekarang, ceritakan saja siapa sebenarnya Lisa maka saya anggap Anda tidak berhutang pada saya.”Handoko tersenyum lebar, matanya yang tampak ketakutan kini kembali bersinar. Wajahnya juga tampak berseri-seri. Tidak pernah dia sesenang ini. Kalimat Ghalib barusan bagai oase di padang pasir.“Saya mulai dari mana, Tuan?” Handoko sangat antusias bahkan sudah mengubah posisi duduknya lebih nyaman berhadapan dengan Ghalib.Ghalib menarik napas tanpa sedikit pun melepas perhatiannya dari Handoko.“Ceritakan mulai dari siapa ayah dan ibunya!!”Handoko tersenyum, menganggukkan kepala sambil mulai bercerita. Ghalib hanya diam mendengarnya dan tak sedikit pun menyela penjelasan pria itu.Setelah hampir satu jam, Ghalib keluar dari kamar.

  • Silakan Ambil Suamiku, Nona Pelakor   Bab 126

    “Terima kasih, Tuan,” cicit Handoko.Pria berkacamata yang yang tak lain Arifin itu hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Tak lama ia sudah memberi kode ke anak buahnya agar membawa Handoko pergi dari sana.Pukul delapan pagi saat Ghalib melihat ada panggilan di ponselnya. Kali ini kembali Arifin yang melakukan panggilan.“Ada apa?”“Tuan, saya sudah menemukan Tuan Handoko.”Ghalib tersenyum lebar saat mendengar jawaban Arifin.“Di mana dia?”“Dia di tempat yang aman. Apa Anda ingin bertemu langsung dengannya?”Ghalib terdiam sejenak sambil melihat Lea yang masih terbaring di brankarnya. Helaan napas panjang keluar dengan perlahan dari bibir Ghalib.“Beri tahu lokasimu. Aku ke sana sebentar lagi.”Arifin mengangguk, mengakhiri panggilan kemudian tak lama sudah mengirim pesan ke Ghalib. Ghalib membaca sekilas dengan sebuah senyuman di wa

  • Silakan Ambil Suamiku, Nona Pelakor   Bab 125

    “Baik, Tuan.”Ghalib sudah mengakhiri panggilannya. Ia menyimpan ponsel sambil melirik sekilas Lea yang sedang terlelap.“Gak akan kubiarkan kamu melukainya, Lisa. Gak akan kubiarkan,” geram Ghalib tertahan.Sementara itu Lisa tampak berjalan mondar mandir di apartemennya. Sesekali ia remas jemarinya sambil mengerat bibir. Tak jarang pula, mata Lisa melirik ke arah jam di dinding ruangan, seolah dia sedang menantikan sesuatu di sana.“Sialan!! Kenapa belum ada kabar juga dari dia? Apa wanita berengsek itu masih hidup atau sudah mati?”Sejak tadi siang, Lisa belum mendapat kabar berita dari pamannya. Ia khawatir jika Handoko gagal dengan rencananya. Padahal dia sudah menaruh harapan penuh pada pria paruh baya itu.Lisa terjingkat kaget saat ponselnya tiba-tiba berdering. Tanpa melihat siapa yang menelepon, Lisa langsung menjawabnya.“Gimana? Apa dia sudah mati?”“Siapa yang m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status