LOGIN“Melihat apa maksudmu?” tanya Lea.
Lisa berdecak, berjalan mendekat sambil bersedekap. Setelah cukup dekat, dia menghentikan langkah dan terdiam menatap Lea. Lea membisu, tak bereaksi. Sama sekali tidak terdapat perubahan di mimik wajahnya.
Lisa menarik napas panjang sambil menatap tajam Lea.
“Aku yakin Mbak mengerti maksud kalimatku.”
Lea berdecak, memutar tubuhnya hingga berdiri berhadapan dengan Lisa. Wajahnya terlihat teduh dan sama sekali tidak menunjukkan reaksi signifikan.
“Aku baru datang, Lisa dan aku tidak tahu apa maksudmu.”
Lisa tampak terkejut. Mimik wajahnya berubah drastis dan Lea melihatnya dengan jelas.
“Sudahlah, aku lelah. Aku mau istirahat.”
Tanpa menunggu jawaban dari Lisa, Lea segera berlalu pergi. Hatinya sudah terluka hari ini dan dia tidak mau menambah sakit. Sementara itu, Lisa hanya bengong sambil menatap punggung Lea yang semakin jauh.
“Rasanya aku gak salah lihat, deh. Tadi Mbak Lea sudah datang dan mengintip interaksiku dengan Kak Kenan. Namun, kenapa dia bilang baru datang?”
Lisa berkata sambil mengetukkan jari di dagunya. Tanpa sepengetahuan Lea, Lisa memang melihat kehadirannya tadi. Itu sebabnya dia sengaja menggoda Kenan kembali. Namun, setelah pengakuan Lea tadi, sepertinya Lisa telah salah lihat.
“Jangan-jangan salah satu asisten rumah tangga di sini yang mengintipku tadi.”
Lisa tampak gugup, tapi perlahan sebuah senyuman terukir dengan indah di wajah cantiknya.
“Hmm … gak masalah meskipun ada asisten rumah tangga yang melihat ulahku dan Kak Kenan. Dengan demikian, mereka akan mengadu ke Mbak Lea, lalu Mbak Lea menuntut cerai dan aku … aku yang akan menggantikan posisinya.”
Kini tidak hanya sebuah senyuman yang terukir di raut cantik Lisa, melainkan sebuah seringai mengerikan sudah tercetak jelas di sana. Ia berjalan dengan gemulai menitih tangga menuju lantai dua, tempat kamarnya berada.
Sementara itu, Kenan tampak baru saja memarkir mobilnya. Ia berlarian masuk ke dalam rumah. Namun, langkahnya langsung terhenti saat melihat tidak ada siapa pun di ruang makan tempat mereka berkumpul tadi. Kenan hanya melihat seorang asisten rumah tangga yang tampak sedang merapikan meja.
“Bi, Mama dan Papa mana?” tanya Kenan.
Terakhir dia melihat Lea berbincang dengan kedua orang tuanya. Kenan berpikir jika Lea pasti masih bersama mereka.
“Tuan dan Nyonya besar sudah masuk kamar untuk beristirahat, Tuan.”
Kenan terdiam, melirik jam di tangannya. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam tidak salah jika kedua orang tuanya sudah beristirahat.
“Lalu Lea? Apa Lea juga istirahat di kamar?”
Asisten rumah tangga itu menggeleng dengan cepat.
“Nona Lea sudah pulang satu setengah jam yang lalu.”
Kenan terperangah kaget. Ia terdiam sesaat dan benaknya tiba-tiba melayang dengan kejadian beberapa jam lalu bersama Lisa di ruang tamu. Apa Lea sudah datang saat itu dan melihat ulahnya?
“Sudah pulang sejak tadi?” Kenan mengulang kalimat asisten rumah tangganya.
“Iya, Tuan.”
Kenan menghela napas panjang, mengacak rambutnya sambil bergegas masuk ke dalam mobil. Ia langsung menyalakan mobil dan melaju meninggalkan rumah orang tuanya. Sepanjang perjalanan, Kenan mencoba menghubungi Lea, tapi Lea tidak menjawabnya. Tentu saja ulah Lea itu membuat Kenan panik.
“Jangan sampai dia melihat ulahku dengan Lisa tadi,” batin Kenan.
Pukul setengah dua belas malam saat Kenan tiba di rumah. Ia berjalan cepat masuk ke dalam rumah kemudian setengah berlarian menitih tangga menuju kamarnya. Namun, langkahnya langsung terhenti saat melihat Lisa mencegatnya di tengah jalan.
Lisa tersenyum sambil berjalan gemulai menghampiri Kenan. Saat ini sengaja Lisa mengenakan baju tidur dengan belahan dada yang rendah dan mengekspos tubuh seksinya dengan sempurna.
Kenan menelan ludah sambil menatap belahan dada Lisa yang menyembul menggoda.
“Kamu mau temani aku tidur malam ini, kan?”
Kenan meraup wajahnya dengan kasar kemudian menggeleng.
“Jangan sekarang, Lisa. Aku sedang sibuk.”
Lisa cemberut, memajukan bibirnya beberapa senti sambil menatap Kenan dengan tatapan menggemaskan. Kenan hanya diam, ada sesuatu di dalam dirinya yang tiba-tiba membuncah saat melihat ekspresi Lisa. Gadis itu selalu tahu kelemahannya, tapi untuk kali ini Kenan tidak akan menuruti keinginannya.
Perlahan Kenan mendekat merengkuh tengkuk Lisa kemudian mencium bibirnya dengan rakus dan penuh hasrat. Lisa tersenyum penuh kemenangan sambil melingkarkan tangannya di bahu Kenan.
“Sudah, ya. Cukup ciuman saja malam ini.”
Kenan menyudahi pagutannya sedangkan Lisa hanya diam memejamkan mata sambil menganggukkan kepala. Ia masih menginginkan lebih dari sekedar ciuman, tapi pria ini menyudahinya begitu saja.
Tanpa menunggu jawaban Lisa, Kenan langsung mengurai pelukan dan meneruskan langkahnya menuju kamar. Perlahan Kenan membuka pintu dan terdiam mematung saat melihat Lea sudah terbaring meringkuk di balik selimut.
Untuk beberapa saat Kenan terdiam sambil menatap wajah teduh istrinya. Kalau boleh jujur Lea lebih cantik dibanding Lisa. Wajahnya yang teduh, penuh kelembutan seolah menawarkan banyak ketenangan saat bersamanya. Itu juga yang membuat Kenan jatuh cinta padanya.
Namun, Kenan juga tidak bisa pungkiri jika pesona Lisa memang sudah menggodanya. Gadis yang lebih muda lima tahun dari Lea itu memberikan sensasi baru dalam hidupnya. Lisa yang manja, genit dan selalu agresif mampu mengobrak-abrik benteng pertahanan Kenan selama ini.
Perlahan Kenan melangkah kemudian duduk di kasur sambil mengelus lembut pipi Lea. Tak ayal Lea yang sudah terlelap membuka mata dan melihat suaminya sedang tersenyum menatapnya.
Lea terdiam. Selain ia belum sadar benar, masih jelas di ingatannya kejadian beberapa saat lalu yang Kenan lakukan bersama Lisa di ruang tamu.
“Kok kamu gak telepon aku tadi,” ucap Kenan.
Lea berdecak sambil memutar tubuhnya membelakangi Kenan. Kenan terdiam, menghela napas panjang saat melihat ulah Lea. Ia paling tidak suka jika diacuhkan Lea seperti ini.
“Sayang … kamu marah padaku?”
Kembali Kenan bersuara. Lea tidak menjawab, memeluk gulingnya semakin erat dan memejamkan mata kembali.
“Maafkan aku, Sayang. Tadi ada panggilan mendadak dari Roni. Aku … aku harus ---”
“Aku tahu.”
Belum sempat Kenan menyelesaikan kalimatnya, Lea sudah menyahut lebih dulu tanpa membalikkan badan.
Kenan terdiam, menundukkan kepala dan ekspresi wajahnya menunjukkan penyesalan. Ia sangat mencintai Lea dan tidak suka jika Lea bersikap seperti ini padanya. Namun, ada alasan lain yang tidak bisa ia kemukakan hingga berselingkuh dengan Lisa.
“Lea … Sayang … aku gak bohong. Kamu boleh tanya Roni.”
Kenan kembali mengatakan pembelaannya. Roni adalah asisten Kenan dan Lea juga mengenalnya. Lea membuka mata sambil menahan sakit di dadanya. Sebisa mungkin ia menahan buliran bening yang telah bertumpuk di sudut matanya. Ia tidak mau Kenan tahu tentang kesedihannya.
Perlahan Lea memutar tubuhnya kemudian bangkit dan duduk sambil tersenyum ke Kenan.
“Aku tahu, Mas. Aku percaya padamu, kok. Sudah, tidurlah. Aku ngantuk.”
Kenan tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala. Perlahan ia mendekatkan wajahnya hendak mencium Lea. Namun, secepat kilat Lea bergerak dan kembali tidur di tempatnya. Kenan hanya membisu sambil menatap Lea penuh tanya.
“Berarti Nenek juga yang menyuruh Anthony menculik Arifin tempo hari?” kini Lea yang bertanya. Nyonya Danira tersenyum sambil menggelengkan kepala. Sementara Anthony dengan sigap menjawab. “Saya terpaksa melakukannya agar Nona Deasy tidak curiga. Toh, pada akhirnya Tommy berhasil menemukan tempat persembunyiannya. Harusnya Tommy pasti curiga, karena saya tidak menempatkan banyak penjaga di sana.” Tommy terdiam dan ia jadi teringat saat menemukan lokasi penyekapan Arifin tempo hari. Ia menemukan di tempat yang sama saat Kenan menyekap keluarga Ghea. Selain itu, di sana hanya ditempatkan seorang penjaga saja yang mudah dilumpuhkan Tommy. Tommy tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia baru tahu, kenapa begitu mudah saat menemukan Arifin tempo hari. “Lalu setelah itu Anda menemukan semua bukti itu, Pak?” tanya Lea. Anthony tersenyum sambil mengangguk. “Sebelumnya Nyonya Emilia sepertinya sudah curiga, sehingga beliau mempersempit ruang gerak saya. Bahkan Nyonya Emilia juga mempeker
Tak berapa lama Ghalib sudah kembali ke mobil. Ia melihat Lea sudah berada di dalam sana. Istri cantiknya itu hanya diam sambil menundukkan kepala.Lea baru saja mendapat penjelasan mengenai semua yang dilakukan Nyonya Emilia pada orang tuanya dari Tommy. Ia sangat shock, tapi tidak tahu harus berbuat apa.Ghalib membuka pintu mobil, kemudian langsung duduk di samping Lea. Untuk beberapa saat mereka saling diam. Hingga tiba-tiba Ghalib menarik Lea masuk dalam pelukannya. Lea tidak menolak dan membalas pelukan Ghalib.“Maafkan aku, Babe. Aku benar-benar tidak tahu jika Nenek yang membunuh orang tuamu. Aku tidak tahu.”Ghalib berkata sambil berurai air mata. Hal yang sama juga terjadi pada Lea. Ia menangis sesenggukan dalam pelukan Ghalib.“Entah aku harus melakukan apa untuk menebus semua kesalahan Nenek pada keluargamu. Aku benar-benar tidak tahu.”Lea hanya terdiam menganggukkan kepala sambil mengelus punggung Ghalib
“APA!!!??”Serta merta Lea, Ghalib dan Tuan Fandi berseru secara berbarengan. Ketiga orang itu tampak terkejut mendengar jawaban Nyonya Danira.“Untuk apa, Nek? Untuk apa Nenek melaporkan Nyonya Emilia?” tanya Lea.Ia yang mewakili tanya di benak Ghalib dan Tuan Fandi.Nyonya Danira tidak menjawab hanya diam sambil menatap kosong ke depan. Kemudian setelah terdiam beberapa saat, ia bersuara tanpa melihat ke arah mereka.“Kalau kalian ingin tahu jawabannya, tanya saja langsung ke dia!!!”Usai berkata seperti itu, Nyonya Danira langsung berlalu pergi diikuti Tommy dan Anthony. Bahkan ketiga orang itu tidak menghiraukan panggilan Lea.Lea tampak panik. Ia melihat Ghalib dengan penuh rasa bersalah.“Sayang … aku yakin ini salah paham. Nanti biar aku tanya lebih jelas ke Nenek.”Ghalib menghela napas sambil menggelengkan kepala.“Gak usah, Babe. Aku yakin nen
“Kamu tahu??? Kenapa tidak mengatakannya padaku?”Nyonya Emilia sangat kesal. Selama ini ia terus mencari tahu keberadaan Tania Wijaya, tapi Anthony yang tahu malah diam saja dan tidak memberinya informasi sedikit pun.“Bukankah semua sudah berlalu, Nyonya. Anda dan Nyonya Danira memilih kehidupan masing-masing. Kalian sudah tidak saling bersinggungan dan tidak punya kepentingan.”“Itu sebabnya, saya tidak mengatakannya pada Anda.”Nyonya Emilia terdiam. Ia tertegun mendengar ucapan Anthony. Semua yang diucapkan asistennya itu benar. Selama ini hanya dia yang bingung sendiri dengan keberadaan Tania Wijaya.Ia takut suatu saat wanita itu akan kembali dan membuat Tuan Kevin berpaling darinya. Ia tidak mau kalah oleh wanita itu. Padahal jelas-jelas Nyonya Danira sama sekali sudah tidak peduli dengan kehidupan Nyonya Emilia saat itu.“Lalu … apa menurutmu ia tahu apa yang telah aku lakukan pada pu
“Nyonya Danira!!” seru Tommy.Ia sangat terkejut saat melihat wanita anggun itu sudah berdiri tegak di depannya. Nyonya Danira tersenyum sambil menganggukkan kepala seolah memberi isyarat agar Tommy mengizinkan Anthony menemuinya.Akhirnya Tommy mengalah dan menyilakan Anthony menemui Nyonya Danira. Mereka sudah berada di ruang kerja Nyonya Danira dengan Tommy berada mengawasinya.Anthony berdecak sambil melirik pria yang selalu berpenampilan rapi itu dengan kesal. Nyonya Danira tersenyum kemudian melihat Tommy.“Tinggalkan kami berdua, Tom!!”Tommy terkejut. “Tapi, Nyonya ---”“Aku akan baik-baik saja. Percayalah!!” Nyonya Danira lebih dulu bersuara sebelum Tommy meneruskan kalimatnya.Tommy menghela napas panjang kemudian sudah membalikkan badan dan berlalu pergi dari sana.“Katakan!!!”“Aku sudah berhasil menemukan apa yang kamu minta.”Ant
“Bagaimana keponakan saya, Dok?” tanya Tuan Kris.Pada akhirnya Tuan Kris yang menerima panggilan saat Kenan mengalami kecelakaan. Hampir pagi saat pria paruh baya itu datang ke rumah sakit.Wajahnya pucat dengan ekspresi tegang dan khawatir terlihat di raut paruh bayanya. Meski ia sempat tidak mau tahu segala urusan Kenan, tapi tetap saja ia gelisah dengan keadaannya.“Dokter masih mengusahakan yang terbaik untuk keponakan Anda, Tuan. Tunggu saja.”Tuan Kris hanya diam, menganggukkan kepala. Ia tidak tahu kenapa Kenan malah mengalami hal seperti ini. Harusnya pria itu bisa menjalani kehidupan keduanya ini dengan lebih baik. Namun, dia sendiri malah merusak kesempatan itu.Selang beberapa jam kemudian, Tuan Kris sudah berada di sebuah ruangan. Ada seorang pria mengenakan jas putih sedang duduk di depannya.“Bagaimana Kenan, Dok? Dia bisa tertolong, kan?”Dokter paruh baya itu mengangguk sambil terse







