Share

Simpan Pinjam Istri
Simpan Pinjam Istri
Penulis: Melo_di_Kata

Kendrick William

Di sebuah ruang kantor yang kecil namun nyaman, Ken mematikan laptop. Dari balik dinding kaca, ia bisa mendengar suara riuh anak buah yang hendak pulang. Suara itu semakin nyaring saat akhir bulan seperti ini karena gaji baru saja dibagikan. Senyum bahagia terulas di bibir merah, menghiasi wajah bergaris lembut yang bersih dari cambang dan kumis.

Ruko empat lantai yang dibeli beberapa waktu lalu secara kredit ini telah disulap menjadi workshop untuk memproduksi sneakers handmade yang eksklusif. Kendrick Williams, lajang berusia 29 tahun itu menuai keberhasilan di usaha sepatu.

Berkat semangat pantang menyerah dan otak yang cerdik, di usia yang masih sangat muda, ia telah merasakan kejayaan usaha.

Tak lama kemudian, bunyi sepatu menggaung di ruang yang lengang, menapaki tangga. Ken tersenyum, membayangkan sepasang tungkai jenjang nan indah dengan stiletto merah menyala tengah bergerak menaiki tangga. Dari jauh pun Ken telah menikmati sensasi pinggul ramping dengan bokong bulat yang bergoyang mengikuti ayunan kaki. Belum lagi aroma parfum dan wangi rambut yang menggoda penghidu. Hmmm … Ken rindu dengan semua nuansa feminin nan indah itu.

Ken menyandarkan punggung ke kursi. Bersiap menikmati pemandangan menakjubkan yang sebentar lagi hadir di ruang berdinding kaca itu. Pintu pun terbuka, memunculkan seraut wajah oval dengan hidung runcing dan bulu mata melengkung panjang.

Cella! Cellanya yang cantik, model Indonesia yang namanya mulai mengisi majalah-majalah Internasional

“Sayang?” Gadis anggun itu langsung mendekat ke tempat Ken duduk lalu melingkarkan lengan di leher. Badannya yang ramping menyandar manja pada dada Ken yang bidang.

“Mmmmmuacch!”

Bibir seksi itu melekat di bibir Ken. Tanpa ampun melumat milik sang kekasih dengan bersemangat seperti baru berjumpa setelah berpisah tujuh tahun. Padahal mereka cuma tidak saling melihat beberapa jam saja.

“Cella ….”

Ken menarik sang kekasih ke pangkuan. Hal yang menyenangkan saat memiliki seseorang adalah kehangatan indah yang bisa didekap seperti ini.

Cella menangkup pipi Ken yang penuh. Lelaki ini sangat menggemaskan. Wajah ovalnya yang halus bak kulit bayi dihiasi bibir bulat kemerahan.

“Mmmmmhhh! Kamu bikin gemez cheyenk!”

Cella menghujani kekasihnya dengan sentuhan bibir di sekujur wajah dan leher.

“Lo juga … Pooh.” Pooh adalah panggilan sayang Ken ke Cella setelah melihat bokongnya yang bulat seperti bokong boneka Pooh.

“Kamu mau makan atau langsung ke atas, Say?”

“Njiiir! Datang-datang langsung mau rebahan aja lo. Mandi dulu, gih!”

Si kucing manis itu merosot dari pangkuan, lalu melenggang ke lantai empat yang merupakan tempat tinggal Ken.

“Keeen? Masa aku naik sendiri?” panggilnya manja dari ujung tangga.

“Yooiiii! Gue ada janji sama orang. Tunggu aja di atas.”

“Jangan lama-lama. Aku mau digosokiiiinnn!”

“Dasar kucing, lo!”

Cella terkikik lalu menghilang dari pandangan.

Tak lama kemudian, orang yang ditunggu datang. Pasangan selebritis muda yang tengah naik daun. Jo dan Nara.

“Ken! Sorry kami lambat. Macet, Bro!”

Jo, atau Jonathan, berpostur tinggi besar. Otot-otot dada dan lengannya menonjol di balik kemeja slimfit putih yang lengannya digulung setinggi siku. Penampilan macho itu selalu membuat Ken berdebar. Seperti ada rasa insecure setiap berdekatan dengannya.

“Alasan! Bilang aja pacaran di mobil.”

Jonathan terkekeh sedangkan Nara terlihat masam. Ada yang aneh dari pasangan itu sore ini. Nara terlihat menjaga jarak dari Jo. Wajah cantiknya terus ditekuk.

“Woi, kenapa lo?” Ken mengusap kepala gadis kecil mungil itu, bermaksud mencairkan wajah yang muram. Tapi apa daya, Nara sedang sensitif.

“Apaan, sih? Males banget, tahu!” Nara menghindar lalu duduk di pojokan.

Pacarnya hanya mengangkat bahu dengan tatapan merana. Ken segera merangkul untuk menenangkan.

“Udaaaah! Yuk cobain sepatunya.” Tangan Ken meraih sebuah kotak dari rak pajang di dekat meja. “Nih! Masterpiece gue!”

Jonathan meraih kotak itu dengan rasa ingin tahu.

“Eiiit! Gak boleh sembarangan. Sono, duduk di situ, gue pasangin!”

Jonathan menurut lalu mendaratkan bokongnya di sofa. Tangan yang hendak membuka sepatu tiba-tiba ditahan oleh Ken.

“Eiiit! Diem aja lo. Biar gue!”

Tanpa sungkan, Ken berlutut di depan Jonathan. Dengan hati-hati dibukanya sepatu lelaki itu. Tampaklah sepasang kaki yang putih mulus tanpa bulu.

“Busyeeeet! Badan preman kaki kayak porselen!” Ken menelan ludah.

“Diem, lo! Mau gue sekap, ha?” sergah Jonathan sambil melirik gadisnya.

Nara semakin merengut. Ken menjadi keheranan, namun segera kembali fokus pada kegiatan mempromosikan sepatu. Dikeluarkannya sepasang sneakers berwarna biru tua dengan garis keperakan dari kotak.

“Nih, lihat. Kelihatannya kokoh, tapi lentur.” Ken memperagakan menekuk sepatu. Sol tebal berwarna abu-abu itu menekuk dengan mudah. “Itu karena ada rongga udara di dalamnya. Selain bikin ringan, juga bikin lentur.”

Ken memperlihatkan bagian dalam sepatu yang berwarna abu-abu. “Tuh, dalemannya dikasih tonjolan-tonjolan. Itu untuk memijat titik refleksi di telapak kaki lo biar lancar aliran darahnya.”

Jonathan mengangkat-angkat kedua alis. “Daleman yang ada tonjolan. Hmmm!”

“Hiiiih!” seru Nara dengan sangat kesal.

Kedua lelaki itu hanya menoleh sekilas lalu kembali sibuk dengan sepatu.

“Jo, ini bukan sembarang tonjolan. Noh, yang di sini ini, khusus buat jagoan kecil lo!”

“Hmmmm! Khusus buat jagoan kecil. Got it! Cepatan pakein!”

Dengan gesit Ken memasang kedua benda itu di kaki Jonathan lalu meminta lelaki itu berjalan keliling ruangan.

“Gimana? Keren? Nyaman, kan?”

Jonathan mengerutkan kening sambil berjalan menunduk. “Hmm!”

Ken mengamati dengan berdebar. “Gimana?”

“Hmmmm!”

“Woi! Jawab, songong!”

Jonathan malah memejamkan mata. “Hmmmmm!”

Melihat itu, Nara langsung menoleh.

“Hoooi, Jo! Masih di sini nggak lo?” sergah Ken.

“Gilaaa, men! Langsung berasa!” komentar Jonathan sambil cengar-cengir tidak jelas.

“Kerasa apaan?”

Jonathan menunjuk selangkangan. Area itu terlihat menonjol lebih dari biasanya. Ken langsung terbelalak.

“Astataaaanngg! Gila sepatu lo, Ken!” Jonathan meraba selangkangan sembari meringis lebar.

“Iiiiihhhg! Lepas sepatu itu, cepat!” Nara memekik. Tangan mungilnya mengayunkan tas kulit yang dipegang ke arah selangkangan Jonathan.

Brukk!

Jonathan ambruk menimpa Ken. Bibirnya menancap di pipi Ken yang mulus. Alih-alih segera bangun, si seleb macho malah memandangi wajah sang teman.

“Gile! Pipi lo mulus banget. Bau lo wangi!”

Ken merasakan adik Jonathan yang mengeras menekan perutnya. Lelaki itu dibuat merinding seketika.

Nara bergerak cepat, menyeret kekasihnya menyingkir dari tubuh Ken.

“Mesum lo! Mesuuuummmm!” Gadis mungil itu mengamuk sembari bersimbah air mata.

“Tadi genit-genitan sama bencong salon. Sekarang teman sendiri disosor!”

“Gue enggak nyosor si Ken! Elo yang bikin gue nyungsep, Ra!”

Gadis itu melepas paksa sneakers Ken dari kaki Jonathan. Tanpa memberi kesempatan sang kekasih mengenakan sepatu kembali, Nara menyeretnya turun.

Ken bangkit, masih dengan setengah kaget karena ciuman Jonathan.

“Busyet!” umpatnya.

Matanya menangkap sepasang sepatu milik si seleb yang tergeletak di dekat sofa. Dengan bergegas, disusulnya sang teman ke bawah untuk memberikan sepatunya. Namun sayang, mobil Jonathan telah berlalu meninggalkan area parkir.

 Malam harinya, Jonathan mengirim pesan.

Jo: Sneakers lo sama sepatu gue tolong disimpen. Ntar gue ambil klo udah longgar.

Me: Kapan?

Jo: Sewaktu - waktu #muaach

Ken kontan mendelik melihat tagar itu. Jangan - jangan Jo suka sama ….

*** 

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status