Pagi ini mereka kembali ke negaranya, setelah tadi malam Naka tidak melihatnya, kini ia melihat wajah Lika yang nampak pucat. Semalam Lika tidak keluar kamar untuk makan malam, Naka membiarkan saja.
Keduanya memilih untuk mempertahankan sikap diam. Mereka meninggalkan hotel menuju bandara untuk pulang ke Indonesia. Meskipun berada dalam satu pesawat, namun suasana di antara mereka begitu dingin, dan Naka memutuskan untuk merenung dalam diam.
Lika, yang berada di sampingnya di kursi pesawat, mencoba memejamkan matanya karena kepanya sakit sejak semalam. Sejak diusir Naka dengan kasar, ia memilih untuk merenung hingga akhirnya menangis semalam, seperti lagu saja ia. Duduk di dekat jendela menatap keindahan malam di negeri Kangguru itu, baru pertama keluar negeri malah pengalaman tidak enak menimpanya. Ah sial sekali dirinya ini.
Sedangkan Naka tampak fokus pada majalah di tangannya, sementara pikirannya sepertinya melayang jauh. Rasa bersalah menimbun dalam hati, bersalah pada istrinya, Ivanka istrinya, juga gadis yang ia tiduri kemarin malam. Naka bukan pria bajingan, ia bahkan pria yang mudah tersentuh hatinya. Tapi memang tidak terlihat karena itu terlalu berisiko sebagai pengusaha.
Mengarungi awan-awan di langit, pesawat semakin mendekat ke Indonesia. Tiba-tiba, pesawat mengalami goncangan kecil. Naka menoleh ke arah Lika, matanya mencari-cari kepastian di mana asistennya.
"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya singkat. Lika merespon dengan anggukan ringan, tetapi keheningan tetap terjaga di antara mereka. Badannya sakit ia malas berdebat saja dengan bosnya. Naka memilih untuk menghormati anggukan Lika, dan tidak memaksakan pembicaraan lebih lanjut.
Setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, Naka dan Lika meninggalkan pesawat dengan diam. Mereka berjalan bersama-sama mengambil koper mereka tanpa satu kata pun yang terucap. Taksi telah menunggu di luar bandara, dan mereka berdua duduk di kursi belakang dengan jarak yang terasa semakin besar.
Di luar bandara, taksi telah menunggu untuk membawa mereka pulang. Naka dan Lika duduk di kursi belakang dengan jarak yang terasa semakin jauh. Jalanan Jakarta yang ramai dan pemandangan malam yang indah tidak bisa meredakan keheningan di dalam taksi. Naka akan mengantar Lika pulang dulu, baru kemudian ia pulang.
Seharusnya Naka kembali dengan semangat baru dan tekad untuk menghadapi tantangan di masa depan. Cerita sukses ini bukan hanya tentang kesepakatan bisnis, tetapi juga tentang kolaborasi yang kuat antara seorang pemimpin dan tim yang penuh dedikasi.
Sayangnya Naka mencorengnya dengan insiden buruk yang menyebabkan asistennya, harus menanggung aib seumur hidupnya nanti.
*
*
Tiba dimansionnya, ia bertanya pada pelayan apa istrinya sudah minum obat. Itu terus yang Naka tanyakan jika pulang bekerja, mau bertanya apa karena istrinya hanya bisa berbaring di ranjang. Mansion ini tidak pernah dipenuhi suara gelak tawa dan kebahagiaan pernikahan mereka.
Dua tahun mereka menikah karena perjodohan, tidak ada cinta dihati Naka, namun ada cinta yang mendalam di hati Ivanka, istrinya.
Pernikahan mereka terguncang ketika istrinya didiagnosis menderita penyakit kanker darah, tahun lalu. Kabar ini menghantam pernikahan mereka seperti badai tak terduga yang merusak ketenangan hidup keluarga besar.
Mansion yang hampa semakin terasa hampa.
Naka, seorang pria yang biasanya tegar, terguncang oleh kabar tersebut. Meskipun mencoba menyembunyikan kecemasannya, kehidupan sehari-hari keluarga Naka berubah drastis.
Ivanka memulai perjalanan panjangnya melawan penyakit ini dengan keberanian dan tekad, sementara Naka terlihat kehilangan arah.
Ada satu sisi dirinya yang masih ia sembunyikan, tentang ia yang ingin menggugat cerai di tahun kedua pernikahan. Namun kabar penyakit Ivanka tentu menjadi momok besar baginya, jika berbuat hal itu. Ia akan dicap sebagai suami tidak tahu diri yang meninggalkan istrinya ketika dalam keadaan yang terpuruk.
Naka tidak mau itu, nama besar perusahaan dan keluarganya tidak akan ia gadaikan. Begitu pun dengan keluarga Ivanka yang merupakan teman baik keluarganya.
Bukankah beban Naka sekarang jadi bertambah besar, istri yang sakit, dan gadis tidak berdosa ia renggut kesuciannya. Entah apa yang harus ia lakukan besok.
Pertama-tama, Naka mencoba untuk menjadi pendukung yang kuat bagi Ivanka. Namun, seiring berjalannya waktu, beban emosional yang dialami Naka membuatnya mencari pelarian dari kenyataan yang sulit itu.
Alih-alih menanggapi dengan bijak, Naka menyalahgunakan pekerjaannya sebagai pelarian. Ia mulai terlalu fokus pada pekerjaan, mengabaikan kebutuhan dan perasaan Ivanka yang seharusnya menjadi prioritas utamanya.
“Hai, sudah pulang?” sapa Ivanka duduk diatas ranjangnya. Naka yang baru masuk kamar, langsung menghampiri istrinya, tersenyum dan mengusap lembut wajah itu.
“Hmmm, sudah makan, minum obat?” tanya Naka beruntuk. Ivanka berdecak, selalu saja itu yang ditanyakan suaminya setahun belakangan ini.
"Babe, bosan ah pertanyaannya" ucapnya dengan suara yang rapuh. Naka tertawa pelan, “Karena obat itu harus kamu minum. Ayo cepat jawab, atau aku berikan hukuman.” candanya.
“Apa hukumannya?”
“Hmmm, memijat punggungku mungkin.”
“Ck, hukumannya ringan sekali.” balas Ivanka.
Naka tertawa, ia menunjukkan sisi lainnya didepan Ivanka, dan itu baru terjadi satu tahun belakangan ini.
Naka memberikan tatapan tajam, “Sudah bos, sudah makan, minum obat. Done!”
“Good.” seru Naka, mengusak rambut Ivanka.
“Istirahatlah, aku mandi dulu.” ujarnya, bangkit berdiri dari duduknya. Ivanka menahannya, “Tidur disini, aku merindukanmu.” lirihnya.
Naka melihat tatapan penuh permohonan dari mata indah yang kini sudah tidak bercahaya lagi itu. Naka tahu, Ivanka membutuhkan dukungan dan cinta dari suaminya, bukan penolakan.
“Oke, tapi aku mandi dulu. Hmmm, bisa teleponkan pelayan aku mau makan, lapar.” sahutnya berjalan menuju kamar mandi. Mau menolak rasanya, tapi dia juga tidak sanggup. Dokter pernah mengatakan padanya untuk membahagiakan Ivanka, namun dia harus bagaimana ketika semakin dijalani rasa cinta itu tidak juga kunjung datang. Malah kini dia melakukan kesalahan bodoh, ah bodoh.. Rasanya tidak, karena jujur Bayanaka Rasyid Gasendra selalu memikirkan gadis itu, bayangan malam panas mereka terlalu terekam di otaknya. Membuat Naka ingin mengulangnya lagi.. Ah, berpikir apa dia ini.
“Oke.” jawab sang istri riang.
Mereka tidur terpisah semenjak menikah, perjodohan membuat mereka berdua canggung. Keadaan sudah membaik Ketika mereka bercinta untuk pertama kalinya, beberapa malam Naka memutuskan tidur dikamarnya.
Namun keadaan kembali seperti semula, Ketika ia divonis penyakit mematikan itu. Sering Naka menemani Ivanka dikamarnya, membaringkan tubuhnya dan pindah ketika Ivanka terlelap. Ivanka tahu itu, dia mendiamkan, selama Naka bersikap baik padanya.
*
*
Sementara itu Anulika Chandara, gadis yang belum genap berusia 2 tahun itu duduk di sudut kamar apartemen kecilnya, pandangan mata kosong menatap langit-langit putih. Di luar jendela, lampu-lampu gemerlapan di ibu kota seolah menyanyikan lagu kehidupan yang penuh dengan dinamika.
Namun, hati Lika terasa semakin gelap, terikat oleh penyesalan yang memenuhi setiap sudut pikirannya.
Tepat dua bulan lalu, Lika dengan penuh semangat menerima tawaran pekerjaan di sebuah perusahaan besar. Ia yang mnerupakan fresh gradute langsung diterima bekerja di Gasendra Corp, sebuah perusahaan mentereng di negaranya. Mimpi untuk meraih kesuksesan dan kehidupan yang lebih baik menghantarkannya untuk mengambil pengalaman itu.
Namun, di dalam kamar kecil itu, keputusasaan mulai merayap saat Lika menyadari bahwa pekerjaannya telah merenggut kepolosan dan kejujuran yang pernah dimilikinya.
‘Duh bego banget sih. Kenapa mau-mauan gue dikasih minuman sialan itu,’ batin Lika.
Matanya terus menatap pada pemandangan malam di apartemennya, “Gimana kalau istrinya pak Naka tahu, atau gue dipecat. Nggak nggak jangan, jangan dipecat. Masa nganggur sih, apa kata teman-teman gue kalau baru dua bulan kerja udah dipecat.” gumam Lika gusar.
Seperti mengingat sesuatu, Lika tersentak. ‘Hamil’, ya bagaimana kalau dia hamil dan tidak memiliki suami. Apa kata keluarganya di Bandung, niat merantau untuk kaya malah bunting.
Anulika Chandrana bukan gadis kemarin sore, dia tahu konsekuensi jika berhubungan intim. Wajar kini pikirannya dipenuhi oleh ketakutan-ketakuan. Ditambah lagi dia masih punya keluarga yang harus dijaga nama baiknya. Menyesal, pasti. Berkali-kali Lika merutuki kebodohannya itu.
“Ngak bisa, gue cuma bikin malu saja kalau sampai hamil. Pak Naka harus tanggung jawab, dia harus nikahin gue!” jerit Lika menutup wajahnya dengan kedua tangan.
“Enak saja cuma ngambil madu gue, tapi nggak mau tanggung jawab!” tegasnya berbicara sendiri. **
Naka duduk di ruang kerjanya, tatapan matanya menatap layar komputer tanpa fokus. Rasa bersalah melingkupi hatinya seperti kabut tebal yang sulit dihindari. Ia merenung pada tindakan-tindakan yang telah dilakukannya, khususnya terhadap asistennya, Lika.Ia sudah menyiapkan solusi, namun sayangnya gadis itu sudah dua hari tidak masuk kerja, dengan alasan sakit. Hal itu membuat Naka harus sabar menunggu, padahal ia sudah tidak tahan untuk menyelesaikannya dengan cepat.Keputusan sudah diambilnya, ia menyadari bahwa tindakannya tidak hanya merugikan hubungan profesional mereka, tetapi juga menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman.Meski sedikit khawatir dengan kondisi Lika, namun Naka mencoba mengabaikannya. Lika gadis sehat dan kuat berbeda dengan Indira yang sangat membutuhkannya.Hingga hari ini, asistennya masuk kerja kembali. Posisi Lika kini kembali menjadi sekretaris Naka, baru masa percobaan. Tugasnya mudah hanya membantu Bara saja mengurus administrasi yang dibutuhkan Naka."
Anulika Chandara duduk di tepi ranjangnya, tangannya menggenggam erat cek yang diberikan Naka. Matanya sayu memandang ke luar jendela, memikirkan keputusan yang harus dia ambil. "Aku tidak bisa menerima ini," gumamnya lirih, sambil memegang cek tersebut erat. Lika teringat akan semua yang telah terjadi, malam itu, tawaran itu, dan sekarang dilema yang menghantui pikirannya.“Tapi sayang, 10 miliar kan gede juga.” Ah jadi dilema Lika ini.Dia menghela napas berat, perasaan dilema menggelayuti setiap pikirannya. Lika tahu dia membutuhkan pekerjaan ini, tapi harga dirinya sebagai wanita juga penting baginya. "Bagaimana kalau aku hamil karena kesalahan malam itu?" pikirnya dengan rasa takut. Bayangan masa depan yang suram mulai menghantui, takut tak ada pria yang mau menerimanya lagi.Itu yang Anulika takutkan, hamil! Maka keadaan akan berubah semua. Hidupnya akan jungkir balik, apalagi jika tidak ada suami disisinya.Dengan keputusan yang masih terombang-ambing, Lika berdiri dan berjal
Esoknya, Bara yang tidak tahu apa-apa dibuat kelimpungan saat pak bos memintanya mencari penghulu, lebih terkejut lagi karena bosnya yang akan jadi pengantin. Tambah mengejutkan lagi dengan Anulika rekan kernya yang menjadi mempelai wanitanya. “Apa-apaan ini?” pekiknya sendirian, namun tetap saja dia mengerjakan apa yang diperintahkan sang bos. Sedangkan gadis cantik itu memberengut saja dari tadi, ia kira menikah dengan bos besar walau hanya secara agama, ia akan memakai gaun putih yang cantik dan mahal. Tapi ini apa, ia hanya memakai baju kerjanya. Sederhana namun terasa berat oleh beban yang tak kasat mata. Selendang putih menutupi kepala mereka berdua, simbol kesederhanaan yang mereka junjung. Dengan perasaan yang campur aduk, Lika menatap Naka yang kini resmi menjadi suaminya. Sesuai dengan kesepakatan, mereka menikah secara sederhana di ruangan kecil dengan hadirnya dua saksi yang seolah muncul begitu saja dari balik pintu. Setelah akad nikah yang berlangsung singkat dan diuc
Tubuh seorang Bayanaka Rasyid Gasendra membeku, tegang dikecup tiba-tiba oleh seorang gadis cantik yang sialnya, pernah ia rasakan tubuhnya. Tidak ada yang berubah masih manis, dengan perlahan Lika memberanikan diri memagut bibir Naka dengan kakunya. Merasakan sensasi yang lain, meski awalnya Naka diam namun lama kelamaan semakin tergoda, hingga tanpa sadar Naka membalasnya, malah kini Lika yang kehabisan napasnya. Keduanya saling memejamkan mata, menikmati lumatan dan belitan lidah yang hangat itu. Naka menekan tengkuk Lika, agar ia bisa melesakkan lidahnya kedalam dan semakin dalam. Eungh.. Lenguhan bernada sensual dari mulut Lika terdengar. Membuat Naka makin dalam lagi melumat bibit mania yang sepertinya akan membuatnya candu. Sesuatu yang terasa panas mulai menjalar ditubuh Naka, sebagai pria normal tentu dia sangat tertarik dengan tubuh Lika, apalai kini dia sudah sah menjadi istrinya. Hingga tangan Naka mulai nakal menjalar ke area punggung, dia memberi usapan le
Diruangan Naka, pria itu masih berkutat dengan berkas di meja. “Bagaimana Lika disana Bara?” tanya pada sang asisten, yang sudah paham mengapa Naka menikahi gadis itu.Ia juga tadi sedikit disalahkan, karena sakitnya Naka haurs mengajak Lika dinas ke luar negeri yang berakhir kekacauan.“Baik pak, sudah bisa beradaptasi dengan baik. Ya paling resikonya, hmm digodain pekerja Gudang pak.” jawab Bara, sengaja agar Naka berbaik hati memindahkan Lika kembali ke jalurnya. Dia juga sedikit terbantu dengan adanya Lika, si gadis lugu yang bagus dalam pekerjaannya.Naka mendengus, sudah bagus disana mau dipindahkan kemana. Gudang adalah tempat yang paling jauh darinya, namun masih bisa ia pantau. Berbeda jika di kantor cabang, lokasi yang jarang Naka jarang datangi.“Lika akan tetap disana pak?” tanya Bara memberanikan diri.“Disana saja.” jawabnya tegas.Ketika sendiri di ruangannya, Naka mulai memejamkan matanya. Tingkah lugu istri barunya benar-benar diluar nalar, seenaknya duduk diruanganny
Malamnya, Naka makin gelisah. Ada rasa entah apa namanya, dia selalu memikirkan Lika. Suaranya yang manja, sikapnya yang absurd terkadang menggodanya dan menjengkelkan. Tapi Naka suka, membuat harinya begitu berbeda dan berwarna.Dengan membuang rasa ego, Naka menghubungi Lika. Mau tahu dimana gadis ini sekarang. Hari sudah beranjak malam dan turun hujan.Sekali dua kali, tidak kunjung diangkat. Sampai Naka memeriksa kembali apa nomornya benar atau tidak. Kembali Naka menghubungi istri kecilnya itu.“Angkat Lika, angkat.” Ujarnya menggeram sendiri.Saat Naka mendengar suara Lika di ujung telepon, rasa lega sejenak menyelimuti hatinya. Namun, rasa lega itu segera tergantikan oleh gelombang kecurigaan. "Masih di jalan." kata Lika dengan suara yang terdengar lelah, menjawab panggilan suaminya.“Dijalan?” beo Naka, sudah malam masih keluyuran.“Iya, nanti di hubungi lagi.”“Lika.”“Apa?”“Dimana?” tanya Naka kembali memastikan.“Dibilang dijalan.” Sentak Lika kesal.“Sama siapa?”“Teman.”
Lika mengerjap kaget ketika Naka mengatakan akan menginap disini. Maksudnya bagaimana, kenapa pak bosnya mau menginap di apartemen mungilnya ini. lebih enak dirumahnya sendiri, Lika yakin ranjang milik Naka lebih besar dari miliknya.“Kamu tidak tuli bukan?” sindir Naka kesal, karena Lika seolah menolak kehadirannya.“No. Big no, bapak pulang saja. Tempat ini terlalu sempit buat berdua.” Lika mendekati Naka dan menarik tangan bosnya itu. Enak saja menumpang nginap, memang ia tidak punya rumah."Kenapa? Kamu lupa kalau kita juga pernah tidur bersama. Bahkan tanpa pakaian." sinis Naka, mengingatkan Lika tragedi malam berdarahnya. Lika berdecak, kesal jika diingatkan akan malam itu.“Bapak nggak punya rumah, sampai menumpang menginap dirumah karyawannya?” sindir Lika.Namun tenaganya kalah dari Naka, dan malah ditarik balik oleh Naka, hingga mereka berdua jatuh diatas ranjang kecil itu. Naka menahan napasnya ketika Lika ada diatas tubuhnya. Kedua mata itu saling pandang, menegaskan jika
Hari masih belum terang, ketika Naka terbangun karena mendengar suara pekikan dari arah kamar mandi. Meraba sisi ranjangnya, kosong. Lika di kamar mandi, dengan langkah gontai Naka menyusul gadis itu. Sempat melihat jam di dinding masih pukul 3 dini hari.Hoek..Lika sedang mengeluarkan semua isi perutnya di toilet, suaranya sangat mengenaskan.“Lika.. Kenapa?” tanya Naka, dia masuk ke dalam. Membantu gadis itu yang kesulitan dengan rambutnya. Rambut panjangnya Naka tangkup, dan memijit leher Lika.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Naka, mulai khawatir karena Lika tidak berhenti mengeluarkan isi perutnya.“Hmmm, keluar.” Usir Lika pelan. Tidak nyaman muntah ada orang lain. Naka mengabaikan, tetap ia pijat leher itu.Naka sadar dia pria dewasa, dalam kondisi ini Lika juga membutuhkannya. Sama ketika Ivanka sakit, Naka bersedia membantunya.Suara muntah itu memekikkan telinga, terlihat Lika berjuang mengeluarkan semua isi perutnya.“Sudah?” tanyanya, Lika mengangguk. Wajahnya merah, basah kar
Lika berjalan dengan penuh semangat menuju kantor suaminya, hatinya berbunga-bunga membayangkan kejutan yang akan dia berikan kepada Naka. Bawaannya rindu terus sama sang suami tercinta.Lika ini jarang ke kantor Naka, padahal masih banyak teman-teman lama. Sudah jadi Nyonya besar dia, jadi menunggu suami pulang saja ke rumah.Ceklek,Dengan penuh keyakinan, dia membuka pintu ruangan suaminya sambil berseru lembut, "Papi sayang." Lika menyapa dengan mendayu lembut. Bara tidak ada di mejanya, pasti sedang mewakili suami di luar kantor.Deg,“Sayang,” sahut Naka membalas dengan raut terkehutnya.Namun, kegembiraannya seketika memudar saat melihat Naka sedang serius memimpin rapat dengan beberapa karyawan. Ruangan yang tadinya penuh dengan suara diskusi mendadak hening, semua mata memandangnya dengan tatapan terkejut.“Ehh, lagi rapat ya.” Lika meringis, malu sekali. Dia sudah menanyakan suaminya ada di kantor tidak, Naka menjawab ada. Memang ada, tapi sedang memimpin rapat.Lika merasa
Lika dan Naka merasa senang, masalah Martha dapat diselesaikan dengan baik. Eza dan Rendi Surya juga sudah meminta maaf pada Naka, karena memang keduanya tidak terlibat dalam rencana Martha.Kini, Lika dan Naka sedang mengadakan acara gender reveal bagi anak ketiga mereka. Awalnya Lika tidak mau, karena si kembar dulu juga tidak ada acara. Namun, Mama Nyra mengatakan tidak apa-apa, karena keadaan sudah berubah menjadi membaik. Akhirnya Lika pun mau mengadakan acara itu.Di tengah taman hotel yang luas, berbagai dekorasi alam telah disiapkan dengan cermat untuk pesta gender reveal Lika dan Naka. Lika sendiri yang turun tangan, meski suaminya sudah melarang. “Sayang percuma pakai EO, kalau kamu juga yang atur,” pekik Naka, menarik pinggang suaminya,Lika tertawa, melihat suaminya merengut karena ditinggal istrinya keluar. Mereka sudah berada di hotel, tempat acara akan berlangsung besok. “Gemes mas, ini terlalu indah. Jadi aku mau ikut terlibat,” jelas Lika.“Nggak usah,” tegas Naka,
Lika mendekati suaminya, seharian ini dia membiarkan Naka dengan si kembar. Mereka mandi bareng, bermain, makan dan memberantakan rumah dengan segala isinya. Lika acuh saja, dia tahu Naka sedang berusaha mengembalikan mood-nya, setelah kejadian tadi malam.“Hei,” sapa Lika memberikan secangkit cokelat hangat untuk Naka.Naka menerimanya dengan senyuman manisnya, “Terima kasih sayang,” balasnya.Lika duduk di samping suaminya, menyenderkan kepala manja di lengan sang suami. “Kamu sudah membaik, mas?” tanyanya pelan.Naka mengangguk, “Yeah, berkat kamu sayang.”“Ingin membahasnya?”Naka terdiam, dia tahu soal apa tapi bingung mau memulainya darimana. “Entahlah, apa kamu bisa menerima ini, sayang.”“Maksud mas?” Lika menegakkan duduknya.Naka menghela napasnya berat, lalu memandang penuh cinta istri cantiknya. “Tadi malam sangat kacau, aku berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”“Siapa yang taruh obat itu, mas. Gimana bisa, aku masih nggak ngerti?”Naka pun menjelaskan, jika dia hadi
Lika menatap suaminya, Naka, dengan kebingungan saat pria itu masuk ke dalam kamar mereka dengan langkah gontai.Brak!“Mas,” pekik Lika saat Naka masuk kamar dan langsung jatuh ke lantai.“Mas mabuk ya?” tanyanya seraya membantu suaminya berdiri.Wajah Naka pucat pasi dan keringat bercucuran membasahi kemeja yang dikenakannya. "Mas, kenapa?" tanyanya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Naka tidak menjawab, hanya berjalan lunglai menuju kamar mandi sambil menahan dinding. "Lagi sayang," pekiknya, suaranya terdengar serak.“Lagi apa?” tanya Lika heran. “Isi dengan air dingin dan tambahkan es batu."Lika bergegas menuruti perintah suaminya, sambil hatinya berdebar kencang, takut ada sesuatu yang serius terjadi pada Naka. Dia mendengar suaminya menggeram kesakitan dari dalam kamar mandi.“Mas kenapa, jangan bikin aku panik,” pekik Lika, karena Naka langsung menyeburkan diri ke dalam bathube tanpa membuka bajunya.Hap!Naka menahan tangan Lika, saat istrinya mencoba melepaskan dasi yan
Suara musik makin menggema, padahal hari sudah sangat larut malam. Naka yang merasakan sedikit pusing, memutuskan untuk berdiam dulu. Mencoba menghilangkan rasa pusing di kepala, mungkin karena lampu kelap kelip dan musik yang begitu kencang. Membuat kepalanya menjadi pening.Sementara itu, Martha terus berbicara tentang peluang bisnis yang bisa mereka eksplorasi, sesekali tertawa dan menepuk bahu Naka. Naka hanya bisa mengangguk, sambil terus mencari strategi untuk bisa keluar dari situasi yang semakin membuatnya tidak nyaman ini.Naka merasa kepalanya berputar, tubuhnya tidak stabil seolah melayang. Dia memegangi dinding berusaha menjaga keseimbangan. Rendi tertawa kecil saat melihat Naka mengambil gelas itu, "Hanya sekali, Naka. Nikmati malam ini," katanya penuh arti.Sesudah minum, Naka langsung merasakan sesuatu yang aneh. Dia merasa panas dan dingin secara bersamaan, dan kepalanya seperti dipukul dengan palu.“Aku ke belakang dulu.” Naka berdiri dan pergi. Lebih baik dia kabur sa
Dug!Dug!Huaaaaaaa… “Mamiiiii…” jerit Galaxy saat galen menggetuk kepalanya dengan mainan.Lika menghela napas penuh kesabaran, si kembar berantem lagi. Namanya anak laki-laki, bermainnya selalu adu fisik memang.Merasa jantungnya berhenti sejenak melihat Gala dan Galen, anak kembarnya yang berusia dua tahun, saling dorong dan terjatuh bersamaan. Dari kejauhan, tangis mereka menggema, memecah kesunyian sore itu. Mama Nyra, yang baru tiba langsung mendengar keributan itu. Dari pintu masuk ia bergegas mencari sumber suara."Kenapa ini?" tanya Mama Nyra seraya memisahkan kedua cucunya yang masih saling tarik.Gala, dengan mata berkaca-kaca, menunjuk ke arah mainan truk kecil yang tergeletak di antara mereka. "Galen ambil mainan Gala, Oma!" ujarnya dengan suara terisak.Sementara Galen, yang juga tidak kalah sedihnya, menggenggam erat mainan itu. "Tapi Gala yang mulai, dia yang dorong Galen dulu!" sahutnya, mencoba membela diri.Mama Nyra menghela napas, hatinya terasa berat melihat cucu
Degh!Lika menggenggam lengan kemeja Naka dengan erat, matanya menyala seakan bisa membakar apa saja yang dilihatnya. Noda lipstik merah di kain putih itu seperti bukti pengkhianatan yang tidak bisa dipungkiri.“Mas…!” teriaknya memanggil sang suami yang sudah merebahkan diri di ranjang. Habis pulang bekerja, main dengan anak lalu masuk kamar.Naka kaget, ia kira istrinya jatuh di kamar mandi. Dengan berlari Naka menemui sang istri yang ternyata sudah ada di hadapannya.“Kenapa sayang, kamu kenapa?” desah Naka khawatir.Lika manyun, kesal sekali hati ini."Mas selingkuh ya? Siapa ini? Kenapa ada lipstik di kemeja kamu?" suaranya meninggi, penuh tuduhan.Naka terpaku, kebingungan menyelimuti wajahnya. Dia memandangi kemeja yang ditunjuk Lika, sama terkejutnya.Hah!Kenapa ada noda merah di bagian lengan kemejanya.“i-ini..”“Nggak ngaku? Tega kamu, mas!” pekik Lika.Naka menarik kemeja itu, melihat dengan seksama. "Sayang, aku nggak tahu noda ini darimana," katanya, suaranya mencoba me
Naka melingkarkan tangannya di pinggang sang istri, kemudian mengecupi leher jenjang Lika yang terekpose sempurna. Karena wanita itu hanya mengenakan dress hamil model kemben.“Senang kan?” tanya Naka memeluk istrinya dari belakang.Lika yang sedang mengeluarkan pakaian dari koper hanya bisa mengangguk dan melenguh dengan mesra.“Mandu dulu sana,” kata Lika lembut.Namun Naka menolak, dia hanya mau mandi Bersama istrinya. “Mandinya sama kamu,” bisiknya dan mengulum daun telinga Lika dengan penuh perasaan.“Mas ih, katanya dinas. Kok malah mesum sama aku sih,” ketus Lika berpura-pura. Naka tertawa, dia memang sengaja mengajak istrinya ke Bandung menemaninya dinas.Lika akan di dalam hotel, sedangkan Naka dengan pekerjaannya. Tidak begitu sibuk, makanya dia bisa mengajak Lika. Naka diminta jadi pembicara di sebuah seminar dan Naka juga akan melakukan pertemuan dengan klien bisnis di Bandung.“Mesum sama istri sendiri boleh banget,” kata Naka lagi, dekat sekali sampai Lika bisa merasakan
Ternyata wanita kalau sedang cemburu, terus saja cemberut. Dari Bali sampai Jakarta, rasa cemburu itu tetap dibawa Anulika. Meski Naka sudah berulang kali menjelaskan siapa Martha.Naka mencoba menggenggam tangan Lika yang terlipat di atas meja makan, namun Lika segera menariknya kembali. Wajahnya masih memendam amarah, bibirnya menggigit erat tanpa berkata-kata. "Sayang, cemburu itu wajar, tapi kita harus berbicara," ucap Naka dengan lembut, mencoba mencairkan suasana.“Habis klien kamu cantik,” ketus Lika.Naka menghela napasnya, namun terselip senyum tipis di bibirnya. Dicemburui, artinya kita dicintai. Dan Naka menyukai itu, ia selalu suka ketika Lika cemburu padanya. Menandakan bukan hanya dia yang cinta, tapi istrinya juga.“Tetap saja, tidak ada yang mengalahkan istri aku,” puji Naka.Dipuji malah makin manyun, “Kenapa lagi?”“Kalau kamu tergoda gimana, mas?” Suaranya bergetar, rasa cemburu dan ketakutan bercampur menjadi satu. Naka menghela napas, menatap istrinya yang sedang