"Iya."
Arini mengangguk, melihat amarah dari Elsyam yang meluap-luap tadi, dirinya juga tidak ingin mencari masalah baru. Wanita itu sebisa mungkin menunjukkan raut wajah yang sangat ramah. Jika lelaki tersebut sudah memperkenalkan dirinya kepada seluruh anggota rumah, maka Arini juga harus mengikuti sandiwara yang tengah dibuat oleh Elsyam.
Tuan Hadi pun mengangguk, ia tidak banyak bicara. Setelah menghabiskan sepotong roti dan juga telur goreng, lelaki itu segera pamit. Usia yang semakin tua membuat dirinya tidak mampu bekerja berat seperti dahulu dan dirinya harus banyak istirahat. "Papa, mau istirahat sekalian membujuk ibumu untuk sarapan."
Lelaki itu mengangguk pada sang ayah, kemudian menatap ke arah Arini yang masih memperhatikan menu makanan di meja. Kini, di hadapannya, wanita itu tengah menatap ke arah nasi goreng seafood dengan pandangan berbinar.
Satu centong nasi goreng seafood pun berpindah sudah ke atas piringnya. Seolah belum cukup, Arini kembali mengambil udang goreng tepung dan menuangkan satu gelas jus jeruk untuk dirinya. Arini jelas lapar mata, sebab dirinya tidak pernah merasakan sarapan dengan menu yang beragam seperti ini. Melihat semua makanan yang tersaji begitu menggoda, membuatnya ingin mencicipi semua makanan itu.
"Kamu kelaparan atau bagaimana, Arini?"
Wajah lelaki itu sangat terheran-heran melihat porsi makan dari istri barunya tersebut. Sepengelihatannya, Arini sudah menambah nasi goreng dua kali, ditambah juga dengan telur dadar dan udang gorengnya. Dirinya saja yang seorang laki-laki, makan tidak sebanyak itu. Lalu, Arini yang memiliki tubuh kecil, tetapi porsi makannya sangat banyak bak seorang kuli bangunan saat makan siang.
Arini cengengesan. "Hehe, ini enak. Aku suka, Tuan."
Elsyam menggeleng, lalu menyuapkan kembali nasi goreng tersebut setelah menelan lelaki itu kembali berbicara kepada Arini. "Mulai besok, kamu harus menjaga porsi makanmu. Jangan membuat saya malu karena kamu sekarang adalah seorang nyonya besar rumah ini."
Saat lelaki itu bangkit, beberapa pelayan datang ada yang memberikannya jas, membawakan tas dan ada juga yang sudah bersiap untuk memakaikan kaos kaki dan juga sepatu.
'Dia sebenarnya Tuan Muda, atau Tua Renta?' Arini menahan kalimatnya dalam hati sambil memperhatikan seluruh perlakuan yang diterima Elsyam.
"Selama saya berada di perusahaan, kamu hanya boleh berada di kamar. Jika butuh apa-apa, panggil saja Nency, dia yang akan membantumu di sini."
Arini mengangguk wanita itu masih asyik dengan sarapannya. Bagi dirinya yang penting, ia tidak kelaparan. Itu sudah sangat cukup. Hidup di rumah mewah dan tidak memikirkan biaya apa-apa adalah sebuah bonus dalam hidupnya.
Elsyam sudah siap, lelaki itu menunduk lalu mengecup kening Arini sebelum berangkat bekerja, membuat wanita itu mematung seketika dan menatap ke arah Elsyam. Setelah dirinya membuka semua kejahatan yang sudah diperbuat oleh Haruni, dirinya ingin kembali lagi membuka hati untuk Arini apalagi status wanita itu adalah kini menjadi istrinya.
Bagi Arini, mungkin Elsyam menikahinya untuk main-main semata. Namun, bagi Elsyam ... pernikahan adalah suatu hal yang sakral. Makanya, ketika pernikahannya dengan Haruni telah usai, kini Arini lah istrinya seorang. MEski lelaki itu belum bisa mengungkapkan apa pun di hadapan wanita itu, ia akan coba menunjukkannya dari perilaku.
Mata Arini praktis memelotot, kaget. Bagaimana tidak, Elsyam yang tadi marah-marah, kini menjelma menjadi suami penyayang istri. Berlagak sok romantis, dengan memberikan kecupan di kening sang istri.
"Kenapa kaget?" Elsyam berkata, setelahnya ia kembali mengecup dahi sang istri sekali lagi.
Seolah kesadarannya baru kembali, Arini berteriak heboh. "Ih, jorok!" katanya sambil menggosok dahinya hingga memerah.
Ia tidak pernah dicium oleh pria manapun juga. Makanya, ia masih menganggap hal seperti ciuman, meski di kening, adalah hal yang sangat menjijikan. Sadar dirinya salah, Arini menutup mulutnya kuat-kuat.
Melihat raut wajah Elsyam yang kini kembali menegang, menahan amarah, Arini menundukkan kepalanya merasa bersalah. "Maaf, Tuan. Refleks." Melihat tingkah laku Arini dan Elsyam membuat para pelayan menahan tawanya, tak pernah mereka melihat tuannya seperti itu.
Elsyam mengembuskan napasnya panjang. Sebelum bergegas pergi, pria itu bertitah dingin pada sang istri. "Biasakan dirimu mulai sekarang."
"Emang ada camilan apa," jawab Arini. Sebagai nyonya besar yang baru di rumah ini dirinya ingin mencoba segala sesuatu yang ada di sini. Sewa apakah rumah suaminya ini sampai-sampai pelayan menanyakan hal apa yang dirinya inginkan."Nyonya Arini memang mau dibuatkan apa? Di rumah ini ada koki yang bisa membuat apa saja," ungkap Nency. Wanita itu menjelaskan dengan ramah.Berada di rumah ini dirinya seperti berada di dalam kantong Doraemon yang memiliki apapun yang dibutuhkan tanpa harus repot-repot ke luar biaya dan juga jauh-jauh pergi. Dulu impiannya hanya satu dirinya hanya menginginkan untuk memiliki kantong Doraemon agar bisa memenuhi semua keinginannya, sekarang dirinya merasakan hal tersebut."Mau salad buah, tapi banyakin keju, mayonaisenya sedikit saja. Buahnya apa saja boleh aku suka semua buah," papar Arini."Baik, Nyonya." Nency segera memerintahkan pelayan dapur untuk menyiapkan permintaan Arini. Wanita itu asyik menonton Drakor, di atas ranj
"Jika aku memang mengawasimu kenapa?" tanya Elsyam. Walaupun dirinya terkejut karena Arini mengetahui apabila ia selalu mengawasi gerak-gerik dari wanita itu. "Kamu merasa keberatan?"Arini merengut, ia kesal ternyata menjadi seorang nyonya besar itu tidak menyenangkan. Kini dirinya merasa tidak memiliki privasi selain diawasi para pelayan dirinya juga diawasi oleh Elsyam. Namun, apalah dayanya kini tak bisa berbuat apa-apa.Melihat Arini terdiam, membuat Elsyam sangat puas. "Itu rumahku, jadi aku bebas melakukan apa pun. Termasuk mengawasimu di kamar." Dirinya berkata dengan penuh kemenangan."Iya-iya, itu rumah Tuan. Bebas mau ngapain aja. Aku 'kan cuma numpang aja," tutur Arini. Itulah kenyataan pahit yang harus ditelan olehnya, rumah itu milik Elsyam, dirinya juga baru diakui sebagai seorang istri pagi tadi.Arini mengangkat tangannya lagi, ia kembali memesan semangkuk bakso lagi. "Semangkuk lagi bakso saja tidak pakai mie."Elsyam,
Elsyam lalu turun, diikuti oleh Arini dari kursi sebelahnya. Lelaki itu mengambil sebuah kain, ember dan alat pancing lalu melangkah ke tempat biasanya."Mau mancing?" tanya Arini. Dari perlengkapan yang dibawa oleh suaminya itu satu kegiatan yang berkaitan adalah mancing ikan."Iyalah 'kan yang aku bawa pancing. Jika aku membawa wanita sexy berarti mau clubbing," jawab Elsyam dirinya heran masih saja ada orang yang bertanya berbasa-basi seperti itu sudah jelas-jelas jika membawa alat-alat tersebut pasti akan mancing, tetapi masih saja dipertanyakan. "Dasar wanita aneh." Lelaki itu berkata dengan pelan, tetapi dirinya langsung tersadar jika wanita yang disebut aneh tersebut kini telah menjadi istrinya."Ih, enggak jelas," ujar Arini. Apa salahnya jika dirinya bertanya ia juga hanya ingin memastikan saja.Lelaki itu segera menggelar kain panjang tersebut. Ini dirinya bisa menikmati mancing tanpa harus takut ada orang yang mengetahui. Elsyam langsung mengis
Elsyam kembali lagi mendapatkan ikan, ia semakin bersemangat memancing terkadang diselingi dengan dirinya yang bersenandung. "Streak!" Dirinya sangat bahagia saat umpannya ada yang menarik dan dapat tanda jika ikan sudah terjebak dengan kailnya.Di danau yang sunyi ini, dirinya hanya bisa melamun sembari menunggu kailnya ditarik oleh ikan mengingat masa-masa dulu yang menurutnya ia sangat bodoh saat itu. Sejak dulu dirinya tidak pernah mendapatkan sebuah kebebasan ia selalu dituntut untuk belajar dan belajar setelah dewasa pun dirinya dituntut untuk bekerja dan bekerja. Sebelum menikah dengan Haruni, wanita itu sangat baik dan perhatian, tetapi setelah mereka menikah sifat asli wanita itu terlihat. Wanita yang dirinya menikahi sama seperti ibunya yang selalu gila harta setiap hari yang dipikirkan hanyalah belanja barang branded ke salon dan jalan-jalan."Sekarang, aku akan membalas semua rasa sakit hati yang kudapatkan. Serta takkan kubiarkan mereka yang sudah menggore
Tuan Hadi menjelaskan jika ibunya ini ingin pergi dari rumah. "Ibumu akan pergi dari rumah ini." Lelaki itu sudah sangat bingung dirinya sudah menjelaskan, tetapi istrinya tidak mau mengerti dan tetap mengotot ingin pergi dari rumah."El, Mama kecewa kepadamu. Jika kau mengusir Hendri dari rumah berarti kamu juga meminta Mama untuk pergi dari sini," ujar Bu Sekar. Wanita itu masih saja membahas perihal putranya yang diusir oleh El. "Bukankah kamu tahu, Hendri tidak akan bisa hidup tanpa ada fasilitasmu." Bu Sekar sudah memasang wajah mengiba kepada anaknya itu. Berharap jika Elsyam luluh dengan perkataannya.Elsyam tidak lagi bodoh, dirinya tidak mungkin percaya dengan air mata buaya yang diperlihatkan oleh Bu Sekar. Dirinya sudah belajar dari pengalaman satu tahun terakhir Bagaimana perjuangannya sia-sia dan bahkan mereka tidak memedulikannya sama sekali. "Aku menyuruhnya pergi dan menyita semua fasilitasnya agar membuat dia sadar atas kesalahannya." Sekarang dirinya
"Sabar, Tuan. Ibunya Tuan itu sudah tua, jadi jangan diajak bertengkar," ungkap Arini. Dirinya memang penasaran sekali mengenai suaminya itu, tetapi tidak mungkin ia langsung menanyakannya kepada ElsyamElsyam pun memang ingin segera pergi, saat Arini mengajaknya ke kamar dirinya segera melangkah. Kini dirinya akan bersikap tegas kepada semua orang. Sudah cukup, ia selalu mengalah dan menuruti permintaan semuanya. Ia juga tidak akan membiarkan orang lain bertindak semena-mena kepada dirinya, sudah cukup perlakuan semua orang yang tidak adil kepadanya. Pembelajaran satu tahun belakangan ini membuatnya sadar jika apa yang sudah ia lakukan semuanya akan sia-sia."Aku mandi duluan," ujar Elsyam. Tubuhnya sudah sangat bau keringat, ia juga sudah sangat lelah dan ingin segera menyegarkan diri. Sudah cukup waktu refreshingnya hari ini saatnya ia kembali memikirkan apa yang sudah terjadi dan dirinya kembali membangun semuanya dari awal. "Anggap saja apa yang kau dengar sebelum
Rido datang ke kamar Elsyam karena tadi lelaki itu memintanya untuk membawakan gurame bakar dan juga martabak ketan ketan hitam, cokelat dan keju."Tolong bantu aku angkat meja ini," ujar Elsyam.Lelaki itu dengan cepat menyulap balkon menjadi sebuah tempat tongkrongan yang begitu asik. Ia sengaja menaruh karpet berbulu dengan meja bundar yang berada di tengah. Meminta bantuan Rido untuk membawa piring dan pesanannya kemeja bundar itu. Dirinya bukan ingin makan malam romantis karena kumat tetapi hanya ingin mencari suasana baru saja apalagi setelah pertengkarannya dengan sang ibu membuat dirinya menjadi sangat suntuk."Tuan mau makan diluar?" tanya Rido. Setelah mengamati ruangan sekitar, dirinya memiliki sebuah opini jika sekarang tuannya ingin membuat suasana baru untuk makan malam.Elsyam langsung mengangguk, balkon yang ada di kamarnya memang dapat dikatakan cukup luas. Di sebelah itu ada meja dan tempat duduk juga. "Aku sudah mengajukan gugatan perce
"Ah, kau ini," jawab Elsyam. Ia segera menyenggol bahu dari tangan kanannya itu. Memang sejak dulu dirinya sudah menganggap Rido itu seperti temannya sendiri dan bukan seperti atasan dan juga bawahan. Elsyam memanggil sang istri, untuk ikut makan malam bersamanya di balkon. "Arini, cepat ke sini." Arini hanya mengenakan piyama panjang dan dirinya memakai sebuah bando berwarna biru. "Tunggu sebentar." Lalu ia melangkah mendekati sang suami dan duduk di sebelah Elsyam. Mata wanita itu langsung tertuju pada ikan bakar, ternyata walaupun terlihat tidak mendengarkannya dan tidak memedulikannya tetapi lelaki itu sangat perhatian buktinya saja sekarang tadi dirinya ingin ikan bakar dan Elsyam sekarang memberikannya. "Ayo, Rido makan bersama," ujar Elsyam. Rido menolak, jadinya juga baru saja makan bersama keluarganya. Perutnya tidak akan cukup jika dirinya harus ikut makan bersama lagi. Ia memilih untuk duduk di kursi kembali menikmati minuman