“Tumben, dia belum dateng.”
Sabtu ini Elsyam tidak datang ke kontrakannya. Mungkinkah saat ini lelaki itu sudah membuangnya? Arini sudah bersiap untuk berangkat bekerja. Sekarang kendaraan beroda duanya itu sudah terasa begitu nyaman, karena minggu kemarin lelaki itu sudah membawa motornya untuk diservis.
"Apa aku telepon saja, ya?"
Arini sudah mencari nomor lelaki itu, tetapi dirinya segera mengundurkan niat. Mengapa sekarang dirinya terkesan yang mencari-cari dan mengharapkan lelaki itu untuk datang. Padahal jika tidak ada lelaki itu hidupnya terasa nyaman dan jika bersama dengan Elsyam dirinya merasa seperti terjajah.
Ada atau tidaknya lelaki itu di dalam kehidupannya akan tetap sama dan tidak akan merubah apapun. Arini kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.
Tak butuh waktu lama hanya sekitar 10 menit dirinya sudah sampai di warung makan. Baru saja masuk, dirinya sudah dipanggil oleh bude Lasmi sang pemilik warung.
"Arini, ini gajimu untuk bulan ini," ujar Bude Lasmi.
Arini bingung, bahkan dirinya belum satu bulan. Namun, gajinya sudah diberikan seperti biasanya.
"Maaf, Rin. Sekarang pendapatan warung berkurang drastis maka bude akan memberhentikan beberapa pekerja. Maaf ya, bude hanya memilih kamu karena kamu kan belum berkeluarga jadi kebutuhanmu belum terlalu banyak.” Bude Lasmi menjelaskan alasannya dengan wajah nelangsa. "Kamu juga masih muda, kamu masih bisa mencari pekerjaan lainnya."
Arini tidak banyak berbicara, dirinya hanya mengangguk lalu mengambil amplop tersebut dan berpamitan.
Wanita itu sangat bingung, padahal walaupun dirinya belum berkeluarga pun dirinya sudah memusingkan perihal token habis, gas habis serta makanan untuk sehari-hari. Memangnya wanita yang belum menikah tidak memikirkan hal itu tanda tanya memangnya wanita yang belum menikah tidak memerlukan makan.
"Aku harus bekerja apalagi?"
Arini mengendarai motor matiknya itu untuk menelusuri jalanan kota. Dirinya tidak menyangka jika hari ini akan diberhentikan kerja, padahal semalam dirinya tidak memiliki firasat apa-apa tentang hal ini.
Wanita itu, segera memberhentikan laju motornya untuk membeli beberapa minuman segar sebagai penghilang dahaga. Arini melihat brosur yang berada di atas meja, wanita itu mulai membacanya secara seksama. Di mana di dalam brosur tersebut terdapat lowongan pekerjaan untuk menjadi seorang pelayan.
"Lagi mencari loker, ya, Mbak?"
Penjual es cendol dawet itu segera menyerahkan pesanan Arini.
"Iya, saya baru saja diberhentikan bekerja di warung makan. Jadi saya akan mencari pekerjaan baru, karena jika kita tidak bekerja kita tidak akan mendapatkan uang."
"Coba aja daftar, tadi yang saya dengar dari orang yang membagikan brosur ini dia tengah merekrut 10 pelayan untuk dipekerjakan di rumah besar. Katanya sih gajinya lumayan."
Mendengar kabar baik itu, Arini segera menghabiskan es cendol dawetnya, lalu ia mengambil brosur itu dan segera membayar. Dirinya menuju alamat yang berada di dalam brosur.
Rumah yang sangat besar itu dijaga ketat oleh beberapa pengawal di depan.
"Pak apakah lowongan pekerjaan di sini masih ada?"
Wanita itu juga tak lupa menunjukkan brosur yang tadi dirinya dapatkan lalu memperlihatkan kepada beberapa pengawal.
"Baik, apakah Anda ingin mendaftar?"
Arini segera mengangguk, dirinya memang sekarang ini sangat membutuhkan pekerjaan tidak peduli pekerjaan apapun yang penting dirinya bisa memiliki penghasilan untuk menyambung hidup. Pengawal itu, lalu segera mengajaknya untuk masuk menemui nyonya besar rumah ini.
"Tunggu sebentar saya akan memanggilkan kepala pelayan, karena nyonya besar sedang tidak ada di rumah."
Wanita itu begitu sangat terpesona melihat isi di dalam rumah besar, bak di dalam negeri dongeng dirinya bisa melihat rumah sebagus dengan isinya barang-barang mewah. Bahkan lantai yang dirinya injak saja bisa dijadikan sebagai tempat bercermin karena tidak ada debu sedikit pun yang menempel.
"Apakah kamu yang akan mendaftar?" Wanita yang memiliki tugas sebagai kepala pelayan itu menetap Arini dari atas hingga bawah.
"Iya, benar," jawab Arini.
"Siapa namamu? Lalu berapa usiamu?"
"Arini Griselda, usiaku saat ini 21 tahun," ungkap Arini.
"Masih terlalu muda ternyata. Pelayan dapur dan pelayan bersih-bersih sudah penuh hanya tinggal pelayan yang merawat tuan El saja yang belum terisi. Saya akan menelpon dulu nyonya besar dan menanyakan apakah akan merekrut Anda atau tidak."
Arini kembali mengangguk, dirinya hanya bisa berharap agar bisa bekerja di rumah besar ini untuk menyambung kelangsungan hidupnya.
"Nyonya, ada seorang wanita yang berusia 21 tahun ingin mendaftar menjadi pelayan di rumah ini. Hanya tinggal pelayan yang mengurus tuan El saja apakah—"
"Tidak apa, segera terima dia dan hari ini dirinya boleh mulai bekerja."
Sambungan telepon terputus, pelayan itu segera menyampaikan hal tersebut kepada Arini.
Wanita itu menjelaskan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan oleh Arini.
"Tuan El setahun yang lalu mengalami kecelakaan. Dirinya sempat koma beberapa hari dan lelaki itu akhirnya lumpur serta tidak bisa berbicara. Maka tugasmu adalah seperti memandikannya menemaninya dan tidak boleh jauh dari dirinya sedetik pun.”
Arini paham, pekerjaannya kali ini sama seperti para pekerja yang menjadi TKW di luar negeri, yang mengurus seorang kakek-kakek jompo. Untuk saat ini dirinya tidak ada masalah, yang penting ia bisa mendapatkan pekerjaan dahulu urusan betah atau tidaknya ia bisa memikirkan nanti.
"Ayo sekarang kita ke kamar tuan.” Mereka berdua melangkah melewati tangga sembari sang pelayan juga menjelaskan tentang aturan yang ada di rumah ini. "Rumah ini beranggotakan 5 orang, yaitu orang tua, istri, serta adik dari tuan El. Namun, orang tua dari tuan l lebih sering berpergian ke luar kota jadi yang lebih sering berada di rumah adalah istri dan adik dari tuan." Pelayan itu kemudian berhenti tepat di hadapan sebuah pintu kamar yang masih tertutup. "Tugasmu adalah merawat dan menjaga tuan El 24 jam. Maka kamar untukmu sudah disediakan."
Arini merasa bersyukur karena dengan begitu dirinya akan mengurangi pengeluaran bulanan untuk membayar uang kontrakan dan sudah pasti juga jika bekerja di rumah maka biaya makan dan lainnya pun akan ditanggung.
Pelayan itu segera membuka pintu kamar, di sana seorang lelaki tengah terbaring dan memejamkan mata.
Keduanya melangkah mendekati ranjang dari tuannya itu. Arini menatap ke arah orang yang tengah berbaring itu, dengan kepala yang diperban oleh kasa putih. Keningnya berkerut saat ia mencium aroma yang familiar.
Mendengar obrolan kedua wanita itu membuat pria yang ada di atas ranjang itu membuka mata. Lelaki itu sangat terkejut melihat Arini yang berada di dalam kamarnya. Namun, wanita yang dilihatnya justru tetap merasa biasa. Sepertinya wanita itu tidak mengenali dirinya.
"Kamu tunggu sebentar di sini, aku akan mengambilkan pakaian pelayan untukmu." Kepala pelayan itu segera keluar.
Arini segera mengangguk, dirinya begitu kasihan melihat tuan yang akan dirinya rawat, ternyata masih muda ia kira lelaki itu sudah tua. Ia terus memperhatikan ke arah calon majikannya.
"Heh!"
"Eh, kok bisa ngomong?" Arini begitu terkejut saat mendengar suara yang sudah tidak asing lagi untuk dirinya. Ia juga sangat terkejut karena tadi kepala pelayan mengatakan jika tuan El tidak bisa berbicara. “Bukannya—"
Pria itu segera bangkit, lelaki itu segera membungkam mulut Arini, takut jika wanita itu akan bertindak bodoh.
"Jangan pernah membocorkan perihal kita, paham?"
Detik selanjutnya, Arini membulatkan bola matanya saat mengetahui sosok pria yang akan diurusnya merupakan suaminya sendiri!
"Aku heranbisa-bisanya dirimu tidak mengenali suami sendiri?"Elsyam melepaskanbungkaman tangannya di mulut Arini usai yakin wanita itu tidak akan berteriak."Ya itu memang kelemahanku. Aku tidak bisa menghafal seseorang dariwajahnya, aku hanya bisa hafal dari suaranya."Entahlah sudah dari dulu dirinya memang seperti itu, sangat sulitmenghafal orang baru hanya dari wajahnya walaupun keduanya berpapasan di jalan.Ia juga bisa dengan mudah lupa nama seseorang yang tidak penting untuknya."Aku benar-benar sial. Pertama, aku menikahi wanita yang memilikihati iblis, lalu menikahi wanita kedua yang benar-benar bodoh sampai-sampaitidak bisa mengenali wajah suaminya sendiri!" Baru saja hari ini hendak mendebat, tetapi langkah kaki kepala pelayansudah mulai mendekat. Elsyam kembali lagi ke tempat tidur dibantu dengan Ariniyang membenarkan selimut lelaki itu."Ini pakaianmu dan kamarmu sedang disiapkan. Mulai sekarang kamusudah bisa menjaga tuan El di sini." Setelah menyerahkan paka
“E-El??” Haruni baru saja pulang dari liburan berdua bersama dengan Hendri. Wanita itu dengan tenang bepergian karena berpikir sudah ada pelayan baru yang merawat Elsyam. Namun, kepulangannya hari ini disambut hal yang tak pernah ia sangka-sangka. Wanita itu sangat terkejut saat membuka pintu kamar karena ia melihat Elsyam tengah berdiri menatap ke arah jendela. “Kejutan, Haruni.” Elsyam memang sengaja telah menunggunya dan ingin membuat wanita itu terkejut. Wajah Haruni berubah menjadi pucat, seperti dirinya baru saja melihat hantu. Ia tidak menyangka jika suaminya bisa kembali pulih seperti sedia kala, padahal hari Sabtu kemarin lelaki itu masih terbaring di ranjang. “Ba-bagaimana mungkin?” "Kenapa kau nampak tidak senang melihatku sudah sembuh Haruni?" Elsyam melangkahkan kaki, mengekati Haruni yang terpaku. Aura Elsyam begitu menyeramkan, seolah siap membunuh. Haruni mundur, saat lelaki itu semakin mendekat. Namun, Elsyam segera menarik lengannya dan menyeret wanita itu menu
"Jangan pernah kau menyombongkan kekuasaanmu saat ini El. Ingat, kau hanyalah pewaris bukan perintis tak sepantasnya kau sombong seperti itu." Elsyam tersenyum mendengar Hendri akhirnya buka suara. Ia melangkah mendekati adiknya tersebut dengan tangan terulur meminta semua hal yang disebutkannya tadi. "ATM, kunci mobil serta semua fasilitas yang selama ini kamu nikmati juga." Dirinya tersenyum puas setelah melihat wajah enggan dari Hendri saat menyerahkan apa yang sebelumnya telah mereka nikmati. Baginya ini hanyalah sebuah awal. "Istrimu saja bisa aku miliki apalagi perihal kekuasaanmu, El," ujar Hendri penuh penekanan. Dirinya bertekad untuk terus mengalahkan Elsyam dalam keadaan apa pun juga. Elsyam hanya menatap dingin ke arah adiknya itu. Selama satu tahun ini dirinya berusaha untuk mengontrol emosi, jadi dirinya tidak akan mudah terpancing emosi oleh celotehan Hendri. Ia tersenyum, lalu mengarahkan jari ke pintu. "Pintu keluar berada di sana, silahkan keluar sebelum aku pa
"Iya." Arini mengangguk, melihat amarah dari Elsyam yang meluap-luap tadi, dirinya juga tidak ingin mencari masalah baru. Wanita itu sebisa mungkin menunjukkan raut wajah yang sangat ramah. Jika lelaki tersebut sudah memperkenalkan dirinya kepada seluruh anggota rumah, maka Arini juga harus mengikuti sandiwara yang tengah dibuat oleh Elsyam. Tuan Hadi pun mengangguk, ia tidak banyak bicara. Setelah menghabiskan sepotong roti dan juga telur goreng, lelaki itu segera pamit. Usia yang semakin tua membuat dirinya tidak mampu bekerja berat seperti dahulu dan dirinya harus banyak istirahat. "Papa, mau istirahat sekalian membujuk ibumu untuk sarapan." Lelaki itu mengangguk pada sang ayah, kemudian menatap ke arah Arini yang masih memperhatikan menu makanan di meja. Kini, di hadapannya, wanita itu tengah menatap ke arah nasi goreng seafood dengan pandangan berbinar. Satu centong nasi goreng seafood pun berpindah sudah ke atas piringnya. Seolah belum cukup, Arini kembali mengambil udang g
"Emang ada camilan apa," jawab Arini. Sebagai nyonya besar yang baru di rumah ini dirinya ingin mencoba segala sesuatu yang ada di sini. Sewa apakah rumah suaminya ini sampai-sampai pelayan menanyakan hal apa yang dirinya inginkan."Nyonya Arini memang mau dibuatkan apa? Di rumah ini ada koki yang bisa membuat apa saja," ungkap Nency. Wanita itu menjelaskan dengan ramah.Berada di rumah ini dirinya seperti berada di dalam kantong Doraemon yang memiliki apapun yang dibutuhkan tanpa harus repot-repot ke luar biaya dan juga jauh-jauh pergi. Dulu impiannya hanya satu dirinya hanya menginginkan untuk memiliki kantong Doraemon agar bisa memenuhi semua keinginannya, sekarang dirinya merasakan hal tersebut."Mau salad buah, tapi banyakin keju, mayonaisenya sedikit saja. Buahnya apa saja boleh aku suka semua buah," papar Arini."Baik, Nyonya." Nency segera memerintahkan pelayan dapur untuk menyiapkan permintaan Arini. Wanita itu asyik menonton Drakor, di atas ranj
"Jika aku memang mengawasimu kenapa?" tanya Elsyam. Walaupun dirinya terkejut karena Arini mengetahui apabila ia selalu mengawasi gerak-gerik dari wanita itu. "Kamu merasa keberatan?"Arini merengut, ia kesal ternyata menjadi seorang nyonya besar itu tidak menyenangkan. Kini dirinya merasa tidak memiliki privasi selain diawasi para pelayan dirinya juga diawasi oleh Elsyam. Namun, apalah dayanya kini tak bisa berbuat apa-apa.Melihat Arini terdiam, membuat Elsyam sangat puas. "Itu rumahku, jadi aku bebas melakukan apa pun. Termasuk mengawasimu di kamar." Dirinya berkata dengan penuh kemenangan."Iya-iya, itu rumah Tuan. Bebas mau ngapain aja. Aku 'kan cuma numpang aja," tutur Arini. Itulah kenyataan pahit yang harus ditelan olehnya, rumah itu milik Elsyam, dirinya juga baru diakui sebagai seorang istri pagi tadi.Arini mengangkat tangannya lagi, ia kembali memesan semangkuk bakso lagi. "Semangkuk lagi bakso saja tidak pakai mie."Elsyam,
Elsyam lalu turun, diikuti oleh Arini dari kursi sebelahnya. Lelaki itu mengambil sebuah kain, ember dan alat pancing lalu melangkah ke tempat biasanya."Mau mancing?" tanya Arini. Dari perlengkapan yang dibawa oleh suaminya itu satu kegiatan yang berkaitan adalah mancing ikan."Iyalah 'kan yang aku bawa pancing. Jika aku membawa wanita sexy berarti mau clubbing," jawab Elsyam dirinya heran masih saja ada orang yang bertanya berbasa-basi seperti itu sudah jelas-jelas jika membawa alat-alat tersebut pasti akan mancing, tetapi masih saja dipertanyakan. "Dasar wanita aneh." Lelaki itu berkata dengan pelan, tetapi dirinya langsung tersadar jika wanita yang disebut aneh tersebut kini telah menjadi istrinya."Ih, enggak jelas," ujar Arini. Apa salahnya jika dirinya bertanya ia juga hanya ingin memastikan saja.Lelaki itu segera menggelar kain panjang tersebut. Ini dirinya bisa menikmati mancing tanpa harus takut ada orang yang mengetahui. Elsyam langsung mengis
Elsyam kembali lagi mendapatkan ikan, ia semakin bersemangat memancing terkadang diselingi dengan dirinya yang bersenandung. "Streak!" Dirinya sangat bahagia saat umpannya ada yang menarik dan dapat tanda jika ikan sudah terjebak dengan kailnya.Di danau yang sunyi ini, dirinya hanya bisa melamun sembari menunggu kailnya ditarik oleh ikan mengingat masa-masa dulu yang menurutnya ia sangat bodoh saat itu. Sejak dulu dirinya tidak pernah mendapatkan sebuah kebebasan ia selalu dituntut untuk belajar dan belajar setelah dewasa pun dirinya dituntut untuk bekerja dan bekerja. Sebelum menikah dengan Haruni, wanita itu sangat baik dan perhatian, tetapi setelah mereka menikah sifat asli wanita itu terlihat. Wanita yang dirinya menikahi sama seperti ibunya yang selalu gila harta setiap hari yang dipikirkan hanyalah belanja barang branded ke salon dan jalan-jalan."Sekarang, aku akan membalas semua rasa sakit hati yang kudapatkan. Serta takkan kubiarkan mereka yang sudah menggore