Skandal Babysitter dan Suamiku (16) Akhirnya aku sampai di resto lagi setelah selesai mengantarkan pesanan yang ternyata adalah pesanan Nadia dan Mas Darma. Tak kusangka, orang yang kuanggap polos dan baik seperti Nadia nyatanya bisa bersikap bak binatang buas. Dia tidak hanya merebut suamiku, tapi juga telah melupakan semua kebaikan yang kuberikan. Mungkin Nadia lupa, kalau dulu dia kuambil dari yayasan tanpa membawa apapun. Semua kebutuhannya kucukupi, padahal kebersamaan kami baru beberapa bulan. Arkan saat ini belum genap satu tahun, dan itu artinya Nadia juga belum genap satu tahun bersamaku. Namun, di luar itu aku berusaha untuk lebih dekat dengannya, bahkan berusaha memberikan yang terbaik untuknya. Bagiku, pengasuh anakku sudah kuanggap sebagai keluargaku sendiri karena dia juga telah ikut andil dalam membesarkan buah hatiku. Namun, rupanya hal itu justru disalah gunakan oleh Nadia. Kebaikanku selama ini nyatanya hanya dimanfaatkan olehnya. Dia tak hanya merebut hati suam
Skandal BabySitter dan Suamiku (17)"Jangan macam-macam denganku atau aku akan merebut Arkan darimu."Masih terngiang jelas kata-kata yang dilontarkan Mas Darma sebelum ia menutup telepon kami beberapa saat yang lalu. Bahkan, dia tak ingin berdamai denganku setelah kejadian ini. Justru Mas Darma terlihat lebih menantangku.Tak masalah, toh aku saat ini tak hanya berdiri sendiri. Ada orang-orang yang selalu siap membantuku meski Mas Darma dan Nadia berusaha menjatuhkan mentalku.Ibu masih tertegun, sepertinya dia benar-benar terkejut dengan kabar yang kubawa. Sebenarnya hatiku sakit, ketika melihatnya bersedih karena rumah tangga anaknya mungkin tak bisa diperbaiki lagi.Namun aku bisa apa? Ketika kesetiaan dan ketulusanku dibalas dusta oleh dua orang yang telah kupercaya tak akan menyakitiku."Bu, maafkan anakmu ini. Alia gagal menjadi istri yang baik."Ibu beralih menatapku. Sedari tadi, Arkan memang diasuh oleh Sari. Sepertinya pengasuh bayiku itu tahu kalau aku sedang membicarakan
Skandal BabySitter dan Suamiku (18)Aku masih tertegun tatkala Satya mengatakan bahwa dia bersedia menjadi ayah sambung untuk Arkan. Dia memang tak pandai bergurau."Alia?"Seketika pandanganku kualihkan darinya, lalu terkekeh kecil. "Nggak lucu, ah. Leluconmu itu basi, Satya."Mana mungkin aku percaya, sedang aku saja tahu kalau dia sudah punya kekasih. Buktinya beberapa hari yang lalu waktu kami bertemu, tak sengaja aku melihatnya tengah memandangi foto perempuan. Namun entah siapa wanita yang dia pandangi diam-diam di belakangku itu.Sekilas kulihat dari ekor mataku dia menggaruk kepalanya asal, lalu ikut tertawa denganku. "Eh ... Iya, kah? Aku kira lucu," jawabnya konyol.Aku hanya menggelengkan kepala melihat aksinya. Satya memang orang baik, bahkan saat aku sedang dalam kesusahan pun dia tak pernah meninggalkanku. Hanya saja kemarin hubungan kami sempat jauh karena pernikahanku dengan Mas Darma dan aku berniat ingin menjaga perasaan suamiku.Namun ternyata, usahaku untuk menjag
Mas Darma dan gund*knya masih tertegun ketika tiba-tiba saja Satya datang dan membelaku. Terlebih, Satya tak datang sendirian, melainkan dia datang dengan tiga orang berbaju hitam dan terlihat menyeramkan.“Wah, rupanya ada pahlawan kesiangan, nih,” ucap Mas Darma yang seolah tak takut dengan kehadiran Satya.Satya berjalan mendekat ke arahku dan juga mas Darma. Dia menatap tajam lelaki yang masih berstatus sah sebagai suamiku itu.“Aku bukan ingin terlihat baik atau sekedar mencari sensasi dengan membela Alia atas kasus ini, tapi aku masih punya hati nurani dengan tidak ingin membiarkan bayi sekecil itu berpisah dari ibunya dan diasuh oleh orang seperti kalian,” tutur Satya dengan menatap Mas Darma dan Nadia secara bergatian.Jika sebelum ini Nadia terlihat membusungkan dadanya seolah menatangku, tapi sekarang dia bak botol air mineral yang disiram oleh air panas. Sikapnya sama sekali tidak mencerminkan seorang wanita berkelas.Ciih! Memang dia tidak berkelas, kan?“Tutup mulutmu, ak
"Selamat, ya. Akhirnya kamu cerai sama Darma."Aku masih terdiam meski perkataan Satya terdengar nyaring di kedua telingaku. Bukan karena apa, aku masih sedikit tak percaya dengan status yang kini kusandang.Janda. Sebuah status yang kutahu adalah suatu hal yang paling ditakuti oleh banyak perempuan, tapi kami bisa apa ketika tak ada lagi yang bisa dijadikan alasan untuk tetap bertahan pada sebuah hubungan yang terlihat semakin menyakitkan dan tidak sehat.Ah ... Rasanya jika mengingat semua itu rasanya memang tak adil. Aku yang telah susah payah membantu Mas Darma membesarkan perusahaan ayahnya, tapi kini aku justru berpisah darinya.Namun tak apa, setidaknya aku memiliki mertua yang begitu bijaksana dan paham dengan apa yang kurasakan. Kedua orang tua Mas Darma sangat mendukungku. Mereka bahkan tak segan langsung menyerahkan perusahaan besar itu pada Arkan, anakku.Padahal semua orang tahu, bahwa saat ini Arkan masih balita. Satupun orang tak akan bisa memaksa bayi kecil itu untuk t
Kiya tak kunjung menjawab pertanyaanku begitu dia baru saja menjatuhkan vas bunga. Entah, rasanya ada yang janggal, tapi aku tidak tahu apa."Kiya ...." panggilku sekali lagi ketika dia masih berdiri mematung di tempatnya."Iy-iya, Bu. Maaf saya tidak sengaja. Tadi saya mau nawarin ke Ibu mau minum atau tidak," jawabnya yang kutahu sangat asal, karena aku hanya perlu meminta bantuan office boy untuk mengambilkanku minum."Benar kah?" kataku lagi menyelidik sembari melirik sekilas pada Mas Darma.Dia masih sama, berdiri dengan sorot amarah di kedua matanya. Ah, terserah dia saja karena aku sungguh tak peduli.Kiya mengangguk, lalu berniat hendak undur diri. "Kiya tunggu," panggilku menghentikan langkahnya.Dia berbalik ke arahku, tapi tak berani menatap wajahku seperti pertama kali kami bertemu beberapa saat yang lalu. Aku jadi curiga, apa mereka ada hubungan spesial juga?"Nanti temui aku, ada hal yang ingin kubicarakan," tandasku sebelum mempersilahkannya pergi dari hadapanku dan Mas
Bagaimana bisa, dia mendapatkan beberapa perhiasanku? Sedang aku saja menyimpannya di tempat yang selalu kukunci rapat."Kenapa, Nyonya? Anda terkejut?" ucapnya dengan menyeringai.Benar-benar serigala berbulu domba!"Darimana kamu dapatkan semua itu?"Bukannya langsung menjawab pertanyaanku, Nadia justru tertawa lantang dan berdiri tepat di hadapanku. Kini aku tak lagi bersanding dengan seorang babysitter, melainkan seorang rival."Ah, bahkan mantan suamimu itu terlalu bucin denganku, Bu. Andaikan saat itu aku minta segunung berlian, pasti akan dia tepati juga. Namun sayang, aku hanya meminta beberapa perhiasanmu saja," terangnya membuatku semakin marah.Aku menatapnya dalam. Suasana hatiku yang sangat bagus karena akan bertemu orang tua Mas Darma kini menguap begitu saja karena kelakuan Nadia yang membuat emosiku memuncak."Sudah, ya. Aku permisi dulu. Kemarin aku lupa membawa semua ini, jadi hari ini kuambil. Ini kan hakku, Mas Darma sudah memberikannya padaku," ledeknya.Dadaku ke
“Bu, cepat ke kantor. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan,” terang Kiya lewat sambungan telepon.Aku mengernyitkan dahi, tak biasanya dia menyuruhku untuk datang ke kantor sepagi ini. Biasanya meski ada masalah di kantor dia akan menungguku sampai aku tiba, tidak memaksaku untuk datang segera seperti ini.Gegas kuserahkan Arkan pada Sari, lalu mengambil tas selempang yang ada di kamar dan melesat ke kantor. Suara Kiya panik, sepertinya memang benar ada suatu masalah yang serius di kantor.Sekitar setengah jam perjalanan akhirnya aku sampai di kantor dengan sangat terburu-buru. Kucari keberadaan Kiya. Rupanya dia sudah berada di ruanganku sejak satu jam yang lalu.“Bu, lihat. Sepagi ini dan sudah ada orang misterius mengirimi anda sebah bingkisan yang sangat aneh,” ucapnya ketika aku masuk dengan tatapan heran.Sebuah kotak berwarna cokelat tergeletak di atas mejak kerjaku. Tak ada kartu ataupun kertas yang menerangkan siapa pengirim bingkisan itu.“Apa yang membuatmu merasa aneh