Sementara di luar, sang gadis terus berlari dengan riang, berjingkrak-jingkrak seperti anak kecil yang mendapatkan sesuatu, sesekali memandang ke belakangnya, kemudian berlari kecil sambil mengangkat anggun gaun emas yang menjutai dan menyapu lantai bangunan megah itu, kakinya bertelanjang dan sesekali berjinjit karena lantai marmer gedung itu terasa dingin.
Rambutnya tergerai panjang hingga pinggang, sedikit bergelombang dengan beberapa helaian menghiasi kedua pipinya serta suara gemerincing perhiasan yang dia pakai membuat sosoknya terlihat bak bidadari yang baru saja menginjakan kaki di bumi, terlihat asing tapi menikmati kebebasanya.
Sang gadis tiba-tiba menghentikan langkahnya. Senyuman merekah yang menghiasi wajahnya seketika hilang, gemerincing perhiasan yang seperti alunan musikpun terhenti seketika, karena beberapa pria tegap berwajah maskulin dan berpakaian rapi seragam menghampirinya, lalu mereka serentak membungkuk pada Sang gadis.
"Nona Milla, Saya mohon ikutlah dengan kami, berbahaya jika Anda berkeliaran sendirian di Hotel ini, ini pintu belakang tetapi keadaan sudah gelap, Anda bisa tersesat" seorang pria yang sepertinya pemimpin dari kelompok itu berbicara pada gadis yang dia panggil nona Milla.
Sang gadis tak berbicara sepatah katapun, Dia hanya mengangguk, kemudian memakai high heels yang pada awalnya Dia jingjing, lalu berjalan diikuti ke-empat pria tegap berjas hitam yang berbaris di belakangnya.
☆ ☆ ☆
"Milla sayang, apa yang kamu lakukan? Cepat-cepat, masuk mobil" teriak seorang perempuan yang terlihat kesal dan khawatir terhadap sang gadis.
"Dari mana saja? Tolonglah jangan berulah, jika kamu ada apa-apa atau amit-amit di culik bagaimana? Jika tersesat bagaimana? Bagaimana Aku sebagai managermu, orang kepercayaan orangtuamu ini nasibnya?" Tanya wanita tersebut yang terus nyerocos pada sang gadis.
Sang gadis tersenyum sangat manis pada managernya itu, tak tampak wajah kesal sedikitpun, wajahnya tetap ramah" sudahlah kak Carol, jangan marah, Aku hanya ingin bersenang-senang sebentar saja"
"Lain kali ajak Aku" ucap si manager yang dipanggil Carol itu.
"Nanti kakak kasih tahu mamah" jawab sang gadis yang kemudian menunduk.
"Ayolah, meskipun aku managermu, tetapi Aku juga adalah kakak kandungmu, percayailah Aku Adiku, Aku tahu kamu sudah bekerja keras untuk membuat Mamah dan Papah bangga dan tidak hanya membuat orangtua dan keluarga bangga, Kamu juga menjadi kebanggaan seluruh negeri ini, wajar jika Kamu merasa penat" ucap sang manager yang ternyata adalah kakak sang gadis.
"Baiklah, ayo pulang, ini sudah larut kak" ucap sang gadis lalu mengaitkan tanganya pada tangan kakaknya itu dengan manja.
"Kalian, ayo berangkat!"
Ajak Carol pada para penjaga yang berbaris rapi disamping Milla adiknya.
"Siap bu!"
Semua penjaga menjawab dengan serentak, kemudian berjalan cepat, membukakan pintu untuk Milla dan Carol, selanjutnya ada yang masuk dan duduk disamping supir yang mengendarai mobil yang ditumpangi Milla dan Carol, sebagian lagi naik mobil lainya yang berada di belakang dan di depan mobil yang ditumpangi Mereka, sehingga mobil yang ditumpangi sang gadis diapit oleh beberapa mobil seperti rombongan konvoi.
Beberapa mobil mewah tersebut melaju meninggalkan lobbi hotel The Rizh-Buana yang megah itu, suasana sudah begitu sepi karena malam ini menunjukan pukul satu dini hari dan lobbi yang mereka gunakan adalah pintu belakang, jadi wajar jika sepi, karena pintu tersebut sengaja dipersiapkan untuk kenyamanan Camellia dan stafnya.
Dan jauh dibelakang lobbi hotel tersebut terlihat Giovanni memandangi rombongan kendaraan yang ditumpangi Milla, terlihat Gio masih mengendap-endap mencari keberadaan gadis bunga lavendernya, Dia tidak tahu jika gadis lavendernya itu berada di mobil tersebut.
Setibanya di cafe tempat Samuel dan Leonard bernaung, Leonard segera melihat ponsel miliknya, disana tidak ada pesan satupun, dari siapapun. Terlebih lagi dia memang tidak memiliki teman selain samuel, Richie, Alice dan Aurora. Dia bahkan tidak menghubungi keluarga ataupun asisten terpercayanya seperti Oliver juga Justin saat dia sudah memiliki ponsel dari tips yang dia kumpulkan beberapa minggu yang lalu hasil dari ngmen jari jemarinya menekan piano di cafe itu.''Lihat ponsel terus? Berharap seseorang membalas chat mu?'' Goda Samuel sambil membereskan barang belanjaan yang baru saja dibelinya dari Supermarket.''Ya, pas dilihat kosong.'' Keluh Leonard terdengar lemas.''Ya, makanya jangan terlalu berharap pada manusia kalau kamu tidak ingin kecewa.'' Protes Samuel.''Dasar sok bijak.'' Dengus Leonard dan dia kembali membaringkan tubuhnya di atas sofa yang biasa dijadikan tempatnya berbaring.''Sudahlah … jangan terlalu dipikirkan, jika masih kepikiran, itu namanya kamu sedang jatuh
''Mikirin apa, sampai-sampai melayang tanpa nyawa seperti itu?'' tanyaLeonard setengah berbisik.''Aku memikirkan, apa kamu tahu jika aku suruh membeli sauce tomat untuk bahan barbeque nanti malam?" balas Samuel, pertanyaannya keluar dari topik yang sedang dipikirkannya sedari tadi.''Tentu saja aku tahu, perasaan aku tidak sedungu penilaianmu. Eh, ngomong-ngomong tentang orang dungu, kamu tahu jika ada yang lebih dungu daripada aku?'' tanya Leonard, matanya mendadak berbinar, wajahnya yang tadi murung kini ceria.''Siapa? Ibumu?""Opps maaf kawan, kualat," celetuk Samuel lalu segera menutup mulutnya karena telah sembarangan bicara.''Bukan …," jawab Leonard santai saja, karena dia tahu jika Samuel tidak bermaksud menghina ibunya itu, perkataan tadi spontan keluar dari mulutnya saja.''Pamanmu?'' Tebak Samuel lagi.Terlihat Leonard menggelengkan kepalanya, raut wajahnya mulai kesal.''Oliver? Justin?'' Tebak Samuel lagi dan Leonard masih menjawab dengan gelengan kepala alias bukan ked
Pebisnis kaya lain yang juga filantropis pada masa lalu adalah pendiri perusahaan otomotif Ford, Henry Ford yang mendirikan yayasan sumbangan terbesar di Amerika. Juga industrialis Jean Paul Getty yang membuat institusi seni terkaya di dunia. Penulis American Foundations Mark Dowie mengatakan, meski tujuan dari sumbangan yang mereka keluarkan berbeda, mereka memberikan satu motivasi yang sama: "Rasa bersalah, narsisme, paternalisme, keinginan untuk keabadian dan cinta kemanusiaan."Zaman sekarang, tradisi beramal itu tetap ada. Banyak orang menyebut, orang kaya dermawan saat ini adalah filantropis modern. Orang terkaya dunia yang masih hidup, Bill Gates yang punya kekayaan mencapai US$ 79 miliar mendirikan yayasan amal bersama istrinya Melinda Gates pada tahun 2000. Yayasan itu bernama Bill and Melinda Gates Foundation. Bill telah mendonasikan US$ 28 miliar ke yayasannya. Dia juga mengajak orang terkaya kedua dunia, Warren Buffet untuk ikut menyumbang. Buffet secara bertahap mendonasi
Samuel tahu, jika sudah tradisi sebagai seseorang yang menyandang predikat sebagai orang kaya pastinya akan selalu dipertanyakan tentang amal mereka, entah itu pencitraan ataupun benar-benar ingin berbagi hartanya yang sudah sangat melimpah dan tidak akan habis ratusan turunan itu, karena ternyata tradisi tersebut tak hanya terjadi di zaman sekarang saja. Orang terkaya dunia sepanjang masa Andrew Carnegie adalah miliarder pertama yang menjadi filantropis, bahkan sebelum Bill Gates lahir apalagi Mark Zuckerberg menjadi ikon yang digemari para orang kaya yang ingin mengikuti jejaknya.Bahkan pada zaman dahulu, tumbuhnya industri telah menciptakan pemisah kekayaan antara pekerja di bawah dan dengan pimpinan yang kala itu disebut robber baron alias perampok. Robber baron kala itu diartikan sebagai kapitalis dan orang kaya yang tidak bermoral. Dalam rangka mengatasi ketidakseimbangan ini, dan mungkin juga untuk meningkatkan reputasi mereka saat mendekati masa tuanya, beberapa pebisnis terk
Samuel mengangguk-anggukkan kepalanya, meskipun matanya melihat dan membaca barang yang akan dibeli, tetapi telinganya begitu tajam mendengarkan setiap ucapan yang Giovanni lontarkan untuknya, kini dia merasa jika dia benar-benar memiliki seorang teman, sahabat bahkan saudara. Karena sebelumnya dia tidak pernah sedekat ini dengan seseorang, hal ini terjadi bukan karena dia mengetahui bahwa yang bersamanya ini jelmaan miliarder tapi lebih kepada kepribadian Giovanni yang sangat menakjubkan itu, dia rendah hati, tidak mau ambil pusing, setia kawan dan sangat pintar.''Ayo kita lanjutkan perbincangan kita di cafe saja, aku rasa cukup sudah kita berbelanja hari ini.'' Ajak Samuel lalu berbalik arah menuju antrian kasir, Giovanni terlihat mengekor sambil melihat sekeliling.''Apakah aneh?'' tanya Samuel dengan dahi mengkerut.''Maksudnya?'' Giovanni balik bertanya.''Maksudku, kamu seperti orang udik yang baru pertama kali masuk supermarket.'' Jawab Samuel sambil menutupi mulutnya karena m
Sore harinya Samuel mengajak Giovanni untuk pergi ke supermarket dan berbelanja membeli masakan yang akan mereka masak nanti malam, Samuel merencanakan pesta kecil-kecilan untuknya juga sahabat barunya yang baru saja dia dapatkan setelah beberapa minggu ini selalu menemaninya dalam mengelola Cafe.''Oh iya Gio, apa kalian berdua masih berhubungan?'' tanya Samuel ambigu, hingga Giovanni tidak mengerti apa yang dimaksud temannya itu.''Maksudmu apa? Bicaralah yang jelas.'' Jawab Giovanni sambil memilih sesuatu yang dia butuhkan untuk dibeli di supermarket itu.''Maksudku … kamu dan nona selebritis itu.'' Jelas Samuel.''Oh, entahlah … dia tidak membalas beberapa pesan yang aku kirim dari kemarin malam.'' Jawab Giovanni terlihat kekecewaan di wajahnya.''Ah mungkin dia sibuk, kamu sungguh hebat bisa dekat dengan selebritis seterkenal itu.'' Puji Samuel sambil berjalan pelan dan memasuk-masukan barang belanjaannya ke dalam stroller yang sedang di dorongnya itu.''ya … itulah nasib baikku,