“Hah... katanya cuma sebentar, ini sudah hampir sepuluh menit, di mana lagi si Tyler itu,” keluh Damien. Ia menghela napas panjang, sedikit kesal karena harus menunggu Tyler yang tak kunjung muncul. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi VVIP di Purple Swan Bar, milik sahabatnya itu. Sudah hampir sepuluh menit berlalu sejak Tyler berjanji akan segera menemuinya, tapi pria itu masih belum menampakkan batang hidungnya.
Merasa jengah, Damien pun memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Iris matanya menjelajahi seluruh penjuru ruangan, mencari-cari keberadaan salah seorang karyawan bar. Tak lama kemudian, pandangannya tertuju pada seorang pria yang mengenakan seragam karyawan bar itu. Dengan cepat, Damien melambaikan tangan memanggil pria itu.
Pria itu pun segera menghampiri Damien, senyum ramah terkembang di wajahnya. "Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya dengan sopan.
"Aku mencari Tyler," ujar Damien to the point.
Pelayan itu mengangguk paham. "Pak Tyler biasanya berada di ruang kerjanya di lantai dua. Mari aku antar Tuan," tawarnya, lalu berbalik dan berjalan menuju tangga.
Damien mengikuti pelayan itu, menaiki anak tangga satu per satu. Sesampainya di lantai dua, pria itu langsung menunjuk pintu ruangan Tyler yang terletak di bagian ujung.
“Itu ruangan Pak Tyler,” ucap pria itu sopan.
"Terima kasih atas bantuannya," balas Damien yang lalu berjalan menghampiri ruangan yang pria tadi tunjuk.
Tok! Tok! “Tyler!”
Damien mengetuk pintu beberapa kali sambil memanggil nama Tyler, namun tak mendapat jawaban.
Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Damien langsung saja membuka pintu ruang kerja Tyler, matanya sontak membelalak terkejut mendapati Tyler sedang mengukung Miranda diatas meja, yang merupakan salah satu karyawan wanita yang bekerja di bar itu.
Pakaian mereka berdua berserakan di lantai, Tyler dan Miranda bercinta tanpa mengenakan sehelai benang pun. Kaki Miranda yang putih dan jenjang melingkar di tubuh Tyler, suara Miranda membaur dengan lantunan musik Jazz yang memenuhi ruang kerja Tyler.
Damien diam membatu, sangat terkejut dengan apa yang dia saksikan saat ini, Tyler menyeringai sambil terus menghujam tubuh Miranda, “Maaf Damien, sepertinya kamu datang terlalu awal," katanya santai, jelas menikmati keterkejutan di wajah Damien.
Miranda yang sudah menyadari kehadiran Damien langsung memalingkan wajahnya karena malu, pipinya memerah. Milik Tyler yang masih terkubur jauh di dalam dirinya menyebabkan dia terkesiap dan menggeliat di bawah hentakan tanpa henti.
“Jadi ada perlu apa kamu mencariku, Bro?” Tanya Tyler santai tanpa menghentikan aktifitasnya.
Damien terdiam tak menjawab pertanyaan Tyler, matanya tertuju pada tubuh indah Miranda yang terekspos. Reaksi Damien yang diam membatu membuat Tyler tertawa dan mengulang pertanyaannya.
“Hey Bro, Jadi ada perlu apa kamu mencariku?”
Wajah Damien memerah, dia menunduk dan memalingkan wajahnya, “Po… ponselku,” jawab Damien yang memang sebelumnya meminta Tyler untuk mengisi daya ponselnya yang lowbat, namun sahabatnya itu tidak kunjung kembali.
Tyler yang masih menghujam tubuh Miranda tersenyum nakal melihat reaksi Damien, dia menunjuk ponsel Damien yang sedang di charging di bagian sudut ruang kerjanya.
Damien mengangguk paham, dia berjalan melewati Tyler.
Suara rintihan Miranda semakin kuat terdengar, membangkitkan gairah Damien yang juga lelaki normal.
"Berengsek Tyler, kamu masih belum berubah," gumam Damien yang bergegas meraih ponselnya. Dia ingin segera meninggalkan ruangan yang telah menciptakan situasi aneh seperti ini.
Tyler tertawa pelan, "Hei Damien, bukan hanya aku yang tidak berubah setelah 5 tahun tak bertemu, sepertinya kamu juga masih belum berubah, masih seperti bocah polos yang tidak mampu melihat adegan seperti ini," ucap Tyler menyindir sekaligus menantang Damien.
Provokasi yang Tyler lemparkan terbukti efektif, Damien yang tadinya hendak langsung pergi setelah mengambil ponselnya, memutuskan duduk di sofa, dia berusaha bersikap biasa saja, untuk membuktikan ke Tyler jika dia tidak masalah dengan hal seperti ini.
“Nah… i… ini baru Damien Versi tangguh,” ucap Tyler yang mempercepat gerakan pinggulnya.
Damien duduk di sofa, jantungnya berdebar kencang sambil menatap layar ponselnya dengan tangan gemetar. Di depannya, Tyler terus menikmati tubuh Miranda, menyebabkan wanita cantik itu terus menggeliat. Suara erangan mereka memenuhi ruangan, bercampur dengan gairah Damien yang semakin besar.
“Ayolah Bro, lihat kesini, bukankah Miranda terlihat semakin cantik dengan tubuh yang berkeringat seperti ini?” Tantang Tyler yang tak henti-hentinya menggoda Damien.
Damien menjawab tantangan Tyler, dia kini menatap Tyler dan Miranda yang sedang bercinta.
“Akh! Bukankah Miranda sangat cantik?” tanya Tyler di selingi desahan kuat yang keluar dari mulutnya.
Gluk!
Damien mengangguk pelan, tubuh indah Miranda yang berguncang hebat seakan menghipnotis matanya.
Damien D’Arcy, adalah seorang pria tampan berusia 28 tahun, terlahir dari keluarga kaya raya di Kanada. Ayahnya, Julian D’Arcy, merupakan pengusaha sukses di dunia perminyakan, sedangkan ibunya, Carol D’Arcy, dikenal sebagai pengusaha property terkemuka di Kanada. Pilihan besar menghadang Damien ketika ia lulus kuliah pada usia 21 tahun. Ayahnya menawarkan dua jalur kepadanya: bergabung dalam kerajaan bisnis keluarga atau membangun jalannya sendiri. Tertarik dengan dunia perhotelan, Damien memutuskan untuk membangun bisnisnya sendiri.
Dengan modal besar dan koneksi dari sang ayah, Damien merintis perjalanannya di dunia perhotelan. Diamond Rose Hotel, adalah nama hotel bintang lima pertamanya di Kanada, lahir berkat visi dan dedikasi tinggi Damien. Bakat bisnisnya, yang diwarisi dari ayah dan ibunya, membawa keberhasilan pesat. Dalam waktu tujuh tahun, Diamond Rose Hotel telah berkembang dan membuka cabang di beberapa negara.
Tyler semakin liar menikmati tubuh indah wanita cantik itu, Miranda sendiri pasrah dengan apa yang Bosnya itu lakukan, menikmati setiap permainan nikmat dari Bos tampannya itu.
Pikiran Miranda menjerit minta dilepaskan, tapi kenikmatan dari setiap gerakan Tyler membuatnya ingin lebih.
Dia menggigit bibirnya untuk menahan rintihannya, wajah cantiknya yang sedang merasakan nikmat di setiap nadinya menjadi tontonan Damien yang perlahan melonggarkan dasi miliknya.
Tyler tersenyum puas, menikmati lenguhan panjang Miranda yang menandakan mencapai puncak kenikmatan.
Damien menarik nafas panjang, ini pertama kalinya dia melihat wanita mencapai klimaks, gairahnya meningkat drastis, menikmati wajah cantik Miranda, dan juga tubuh indah Miranda yang terlihat basah karena pertempuran panas yang terjadi.
Tyler semakin bergairah hingga ia pun mencapai puncak kenikmatan. Pria tampan itu menarik nafas panjang, tersenyum puas menatap wajah nakal Miranda yang mendongak menatap balik dirinya.
Damien yang melihat hal itu membuat dirinya bertanya-tanya, “Kenapa wanita itu malah terlihat bahagia? Bukankah Tyler baru saja memaksanya berhubungan badan?” batin Damien.
“Pak Tyler, sebentar lagi anda harus bertemu dengan Tuan Smith, bukankah hari ini anda sudah janji bertemu dengannya?” Tiba-tiba seorang wanita cantik mengenakan blouse putih dan rok pendek berwarna biru masuk ke dalam ruangan. Memberitahu jadwal Tyler hari ini.
“Terima kasih Anna,” jawab Tyler sembari menyerahkan beberapa lembar tisu kepada Miranda.
Tyler melompat turun dari meja, dia lalu menghampiri Anna yang terlihat biasa saja dengan pemandangan itu.
Tyler melingkarkan lengannya di pinggul Anna, dia lalu mencium bibir Anna dengan ganas.
Hal itu membuat Damien kembali tercengang, bagaimana mungkin hal seperti ini bisa terjadi pikirnya.
Hal yang membuat Damien semakin heran, karena Anna bukannya marah, malah membalas ciuman Tyler. Sementara diatas meja, Miranda terlihat santai membersihkan bibirnya dengan tisu yang di berikan Tyler tadi.
“Astaga… bagaimana bisa ini terjadi?” batin Damien dengan gairah yang kembali meningkat.
Bersambung...
Setelah selesai mencuci muka, mandi, dan mengenakan pakaian bersih, Damien melangkah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang tampak lebih segar. Pagi itu terasa hangat dan damai, namun ada sesuatu di dadanya yang berdesir. Tanpa menunggu lebih lama, ia segera berjalan menuju tempat tidur Luca.Damien duduk di tepi ranjang, menatap Luca dengan senyum lembut. Di bawah sorot mata ayahnya yang penuh perhatian, Luca tersenyum balik."Sekarang ceritakan semuanya kepada ayah, Nak," katanya, mencoba menarik perhatian Luca yang kini tampak antusias.Tanpa menunggu lama, Luca pun bercerita tentang pagi tadi, tentang bagaimana ia bangun dari tidur, dan mendapati ibunya, tertidur di samping Damien di sofa. Luca juga menceritakan momen lucu, saat Dona dan Tessa begitu terkejut, saat datang dan mendapati Chiara dalam posisi itu.Senyum Luca semakin cerah begitu menceritakan bagian dimana Ibunya benar-benar panik, dengan wajah merah seperti demam, malaikat kecil itu bahkan tertawa kecil ketika men
"Ah! Gawat! Bisa jadi masalah kalau Damien tahu!" ucap Chiara, yang langsung mendadak panik.Dia menyikat giginya dengan cepat, lalu segera berkumur dan membersihkan mulutnya sebelum bergegas keluar dari kamar mandi.Ceklek!Begitu pintu kamar mandi terbuka, Chiara melihat Damien yang mulai membuka matanya dan tampak bersiap bangkit dari sofa.Tanpa berpikir panjang, Chiara segera berteriak, “Jangan bergerak!” Ucapannya disertai tatapan tajam, dan tangannya menunjuk ke arah Damien, bak polisi menghentikan penjahat.Dona, Tessa, dan Luca yang berada di ruangan itu langsung terkejut, bahkan Damien sendiri terpaku, menghentikan gerakannya dan mengangkat alis, bingung dengan perilaku Chiara yang tiba-tiba.Damien langsung mengambil kesimpulan, kemarahan Chiara karena tindakannya semalam, memindahkan Chiara dari sofa ke tempat tidur tanpa meminta izin. Hanya alasan itu yang masuk akal baginya.Namun, sebelum Damien sempat berkata apa pun, Chiara segera berjalan menuju tempat tidur kosong d
Keesokan harinya, Chiara perlahan membuka matanya. Cahaya matahari pagi yang hangat menerobos masuk dari celah-celah tirai, menyapu wajahnya dengan lembut. Pandangannya masih kabur ketika suara sang buah hati menyapanya, “Selamat pagi, Ibu!”Chiara otomatis tersenyum dan menjawab dengan suara serak, “Selamat pagi, sayang…” tanpa benar-benar sadar sepenuhnya.Butuh beberapa detik sebelum kesadarannya kembali sepenuhnya, dan dia berbalik menatap ke arah suara tersebut.Di sana, sang buah hati duduk sambil bersandar, tersenyum semringah menatap ke arahnya. Mata Luca yang bulat bersinar penuh semangat, pipinya kemerahan seolah mengisyaratkan betapa senangnya dia menyambut pagi ini. Di sisi Luca, terlihat Dona duduk dengan tenang di tepi tempat tidur, menyuapkan sesendok sarapan kepada Luca yang tampak menikmati setiap gigitan.Sementara itu, Tessa duduk di kursi yang berada tepat di samping tempat tidur. Melihat Chiara yang mulai membuka mata, Dona menyapanya dengan suara lembut, namun se
Setelah mengantar kepergian ke empat sahabatnya, Damien kembali ke kamar VIP tempat Luca dan Chiara berada, dia membuka pintu kamar VIP dengan perlahan, di dalam ruangan yang remang, dia melihat Luca, sang putra, sudah tertidur lelap di atas ranjang. Sementara Chiara duduk di sofa, punggungnya bersandar dengan kedua mata terpejam.Perlahan, Damien melangkah masuk, menutup pintu dengan pelan agar tidak mengganggu kedamaian di ruangan itu. Dia mendekati ranjang, tubuhnya sedikit membungkuk saat ia meraih dahi Luca. Bibirnya menyentuh kening kecil itu dengan lembut, sebuah kecupan penuh kasih sayang yang hangat dan menenangkan."Selamat tidur, anakku," bisiknya dengan suara rendah. Senyum Luca terlihat semakin dalam di wajahnya yang tertidur, seolah dalam mimpinya dia bisa merasakan cinta dan kehangatan yang diberikan sang ayah.Setelah memastikan Luca dalam tidurnya, Damien memutar pandangan ke sofa. Di sana, Chiara terlihat duduk bersandar, kepalanya sedikit terkulai dengan mata tertut
Pintu lift perlahan terbuka, mengeluarkan suara berderit lembut saat mereka tiba di lantai VIP Hotel Diamond Rose. Tyler, Nathalie, Dona, dan Tessa melangkah keluar, disambut oleh keanggunan dan kemewahan yang menyelimuti koridor hotel.“Malam ini benar-benar luar biasa,” ujar Tyler sambil tersenyum lebar.Nathalie mengangguk setuju, rambut panjangnya terurai lembut saat ia melangkah. “Aku masih sulit percaya kalau Damien bisa memaafkan semua yang terjadi,” balasnya penuh rasa syukur.Kenangan tentang pertemuan di parkiran rumah sakit tadi terasa begitu nyata di benak mereka. Momen saat Damien dan Nathalie saling memaafkan memberikan mereka kedamaian yang telah lama hilang.Mereka berhenti sejenak di depan kamar Dona dan Tessa, saling bertukar salam perpisahan. "Sampai jumpa besok!" seru Tyler sambil melambaikan tangan, dan Nathalie menambahkan senyum hangat sebagai tanda perpisahan. Dona dan Tessa tersenyum lebar, masih terbawa kebahagiaan malam itu.Dengan langkah ringan, Tyler dan
"Da... Damien?" ucap Nathalie, sorot matanya dipenuhi ketakutan yang begitu jelas.Damien melangkah maju, menatap Nathalie dengan tatapan yang sulit diartikan."Damien! Tunggu!" Dona, yang berdiri tidak jauh dari Damien, maju selangkah, tangannya terulur hendak menahan pergerakannya. Namun, sebelum tangannya bisa meraih Damien, Tessa mencegatnya, menahan lengannya dengan lembut."Tessa, tapi..." Dona memandang sahabatnya dengan ragu.Tessa menggeleng pelan, memberikan isyarat halus pada Dona, seakan memberi tahu bahwa ini adalah sesuatu yang perlu diselesaikan tanpa campur tangan mereka. Dona pun akhirnya mundur, menahan diri meskipun jelas terlihat khawatir.Di sudut lain, Tyler memperhatikan gerak-gerik Damien dengan seksama. Kekhawatiran membayangi wajahnya, ia tahu bagaimana emosi Damien bisa meledak dalam situasi yang salah.Tanpa berpikir panjang, Tyler maju, mengambil posisi di depan Nathalie, siap melindungi Nathalie dari kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi."Bro, aku