Share

HAMIL ANAK SIAPA?

Haidar tanpa menghiraukan yang lain segera memeluk tubuh Cyuta yang terjatuh.  Wanita dengan status sebagai Nyonya Kelima itu berdiri saat ingin menjawab pertanyaan Mahalini, namun siapa sangka tubuhnya limbung menyisakan seribu pertanyaan.

“Aku sangat mencintainya, Nyonya –“

Penggalan kalimat yang mengejutkan semua orang.  Termasuk King Arthur Haikal.

Seluruh mata kini tertuju pada Haidar yang memeluk, dan mengangkat tubuh Cyuta dengan raut wajah khawatir.

Indira dan Jenny tersenyum sinis, tidak menyangka semudah ini membuat Cyuta dan Haidar masuk dalam perangkap besar.  Impian mendepak wanita itu ternyata didukung oleh semesta.

“Panggil dokter!”  seru Mahalini yang segera direspon oleh Rara, sang pelayan pribadi Cyuta.

Haidar membaringkan Cyuta di sofa panjang, kemudian berusaha memberikan aroma minyak kayu putih di hidung wanita muda itu.

Usaha yang dilakukan oleh Haidar menjadi tontonan banyak orang.  Mahalini dan Haikal saling berpandangan penuh arti.  Sementara ketiga madu Mahalini saling memberi kode, menatap sinis Haidar.

“Sepertinya terlalu berlebihan sekali untuk seorang pengawal peduli pada sang nyonya di hadapan suaminya,”  sindir Indira memancing perdebatan.

“Diam!”  bentak Mahalini seraya melirik tajam pada wanita madu keduanya.

Ketidaksukaannya memang terlihat jelas, dengan tidak mengijinkan Haikal memberi nafkah batin ketiga madunya itu.  Kekuasaan sebagai istri sah dia pegang sebagai senjata untuk mengatur wanita-wanita di sekitar Haikal.

Termasuk Cyuta, semua dalam kendalinya.

“Haidar, ikut aku!”  suara Haikal memecah ketegangan di ruang keluarga.

“Pergi!”  bentak Mahalini pada lelaki yang duduk disebelah Cyuta.

Kemarahan jelas terpancar pada raut wajah Mahalini maupun Haikal.  Semua yang ada disana termasuk pelayan keluarga besar tersebut dapat menjadi saksi akan adanya perang besar sebentar lagi.

“Wah, benar ternyata ya.  Ada skandal,”  bisik salah satu pelayan yang berdiri paling jauh dari para majikan pada rekan-rekannya.

“Hussh!  Hati-hati, jangan ikut campur,”  tegur salah satu pelayan yang lain.

“Aih.  Terang aja kamu bilang begitu, kamu kan pelayan Nyonya Cyuta.”

“Ya benar!  Jangan-jangan dia selama ini tahu, terus disogok oleh tuannya,”  sindir yang lain.

Begitu seterusnya, sementara para nyonya menunggu kedatangan dokter pribadi mereka, para pelayan sibuk bergunjing dan berdebat kusir sendiri.

Mereka terdiam saat Haikal melangkah diikuti oleh Haidar melewati kelompok penggunjing.  Tatapan tajam Haidar segera membunuh mereka hanya dengan satu tatapan saja. Seketika mereka semua membisu tidak berani berkomentar.

Siapa yang tidak tahu sepak terjang Haidar dalam melindungi nyonya kelima mereka, sejak kehadirannya bahkan lalat pun tidak diijinkan menyentuh nyonya termuda itu.

Haikal membawa Haidar masuk dalam ruang pribadinya.

Bughh!  Hantaman pertama mendarat di rahang Haidar sesaat pintu tertutup.

“Kamu sadar apa akibat perbuatanmu?”  Suara Haikal terdengar berat dan kejam.  Mata sang raja dalam Klan keluarga pengusaha ternama hingga benua Asia itu menguliti sang pengawal pribadi kepercayaannya.

“Saya tahu,”  jawab Haidar singkat.

“Dan kamu tahu risiko yang kamu terima!”  bentak Haikal meninggi.

Kekecawaan  penuh amarah tampak jelas di raut wajahnya.

“Saya terima semua risikonya, Tuan.”

Bughh.

“Luar biasa kamu!  Beraninya berbuat dirumahku saat aku tidak ada!”  satu pukulan mendarat di perut Haidar.

Keduanya saling menatap.

Plak!  Seakan tidak puas dengan hantaman pertama, satu tamparan keras pun menyapa wajah Haidar, hingga ujung bibir lelaki tersebut berdarah.

“Kebodohanmu dan hasratmu membuatmu gelap mata!”  Suara Haikal semakin menunjukkan kekecewaannya.

“Katakan padaku!  Apa kamu melakukannya?”

Haidar mengepalkan tangannya.  Matanya menyalang pada King Arthur seakan sengaja memberi sinyal siap bertarung dengan sang konglomerat demi Cyuta.

“Ya, karena aku menginginkannya!”  jawab Haidar tegas.

Plak!

“Pergi kalian dari rumah ini!”  usir Haikal seraya membalikkan badannya, enggan melihat pada orang kepercayaannya.

“Baik, akan kubawa dia pergi.  Jaga diri Tuan dan Nyonya.”

Haidar segera keluar dari ruangan itu.

***

“Bagaimana dok?”  tanya Mahalini setelah dokter pribadi keluarga selesai memeriksa Cyuta.

Wanita itu sudah tersadarkan saat dokter datang.  Wajah Cyuta pucat.  Kini matanya memandang sang dokter, menunggu jawaban.

Begitupun ketiga istri siri Haikal lainnya.  Mereka menantikan jawaban dengan harap-harap cemas.

“Nyonya, kapan terakhir Anda  datang bulan?”  tanya sang dokter seraya tersenyum lembut.

Degh.

Dada Cyuta bergemuruh.  Ingatannya kembali pada saat dirinya dijual, seingatnya dia baru saja mandi dan salat di hari itu.

“Dok, saya lupa.  Yang saya ingat, di hari pernikahan itu adalah hari pertama saya bersih,”  jawab Cyuta lirih dan wajahnya memerah malu.

“Apa ada kemungkinan dia hamil, dok?”  tanya Mahalini menyimpulkan.

“Mana mungkin,”  spontan Indira menyangkal tanpa sadar.

Mahalini, dokter dan yang ada di ruangan tersebut sontak melihat pada wanita bertubuh tambun tersebut.

“Kakak, dia selalu minum pil KB.  Apa mungkin dia hamil?  Kalau pun hamil anak siapa?  Anak Haidar?”

Indira dengan yakin memutar perkataan menggiring opini, tanpa menyadari tatapan mata Mahalini penuh kecurigaan.

“Darimana dia dapat pil kb?”  selidik Mahalini.

Tatapannya bergantian dari Indira kemudian ke Cyuta.  Indira sejenak tampak bingung, tetapi bukan Indira namanya jika tidak bisa mengalihkan pembicaraan.

“Dia menyuruh salah satu pelayan membelinya, saat tahu kakak pergi,”  jawab wanita itu cepat.

“Ya benar Kak, aku sendiri yang melihat dia memberi uang pada pelayan.”

Selalu seperti itu, Alma selalu ikut campur dengan menimpali perkataan Indira atau Jenny hanya untuk  menguatkan argumen kedua sekutunya itu.

“Dan dari mana uangnya?”  cecar Mahalini tajam.

Seketika ketiga perempuan itu diam tidak berkutik.  Mata Indira melotot tajam pada Alma, saat Mahalini mengalihkan pembicaraan mereka.

“Jadi bagaimana dok?”

“Dugaan sementara Nyonya Cyuta hamil, mungkin pemeriksaan urine terlebih dahulu,”  anjur dokter.

Rara pun mengantar Cyuta pergi ke kamar mandi, bersamaan dengan Haidar datang.  Mahalini melihat keadaan sang pengawal yang sedikit lebam di ujung bibirnya, dia pun mengerti.

“Ada apa?”  tanya lelaki itu.

“Heh!  Pecundang masih punya nyali juga?”  sindir Indira tajam.

“Diam!  Lebih baik kalian bertiga pergi!”  seru Mahalini.  Pikirannya sudah penuh dengan kejadian demi kejadian yang membuatnya semakin lelah.

Tidak lama Cyuta masuk, Rara pun memberikan tabung kecil yang berisikan urine Cyuta pada sang dokter.

Suasana kembali tegang, menanti hasil.  Dokter segera memeriksa melalui test pack dan hasilnya pun segera terlihat.  Positif.

"Selamat Anda hamil, Nyonya."

Cyuta terbelalak seraya menutup mulutnya. Indira tertawa sinis.

“Hei, kau hamil anak siapa, hah!”  serunya penuh cibiran menyerang mental Cyuta. 

Cyuta mengerti apa maksud wanita itu.  Dirinya pun tertunduk meraba perutnya yang masih rata, ketakutan.

“Ha – ha..mil?”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status