Share

BAB - 04

Author: shart96
last update Last Updated: 2025-11-06 09:23:13

Kanaya membuka mulutnya, namun tak satu kata pun keluar. Jantungnya berdegup begitu keras hingga terasa menyakitkan.

“Saya…” suaranya nyaris tidak terdengar, tenggorokannya seakan terkunci.

Liam menatapnya lebih dalam, lalu berkata, “Katakan nanti saja di pertemuan keluarga.”

Setelah itu, Liam langsung melangkah pergi, meninggalkan Kanaya yang masih kebingungan.

Kanaya mematung beberapa detik setelah punggung Liam menghilang dari pandangannya. Nafasnya tercekat, batang tenggorokannya terasa mengering. Ia memejamkan mata sesaat, mencoba menenangkan dirinya yang hampir limbung.

Tanpa benar-benar sadar, kakinya melangkah kembali ke perpustakaan. Langkahnya terdengar terburu-buru di antara derit kursi dan suara ketikan keyboard. Naira sempat menoleh ketika Kanaya muncul dengan wajah pucat.

“Eh, Nay—”

“Aku pulang dulu, ada urusan” ucap Kanaya cepat, berusaha terdengar tenang meski suaranya bergetar. 

Naira hendak bertanya, namun Kanaya hanya tersenyum tipis sebelum meraih tasnya, memasukkan laptop dan barang-barangnya dengan gerakan terburu-buru. Tangannya sempat gemetar, hampir menjatuhkan botol minum.

Begitu semuanya siap, ia mengangguk singkat pada Naira dan melangkah pergi tanpa menoleh lagi.

***

Kanaya berdiri di depan restoran dengan napas yang teratur namun berat. Gaun biru langit selutut membingkai tubuhnya anggun, riasan tipis dan rambut tergerai membuatnya terlihat lebih dewasa dari biasanya. Dia meremas tas kecil di tangannya, mencoba menenangkan degup jantung yang tak mau kompromi.

Baru saja hendak menghubungi ibunya, langkah seseorang terlihat mendekat cepat.

Anak ibu cantik sekali malam ini,” puji Tania dengan mata berbinar bangga.

Kanaya tersenyum kecil. “Harus dong, apalagi ini pertama kali kita bertemu keluarga teman kakek.”

Dalam hati, keraguan masih bergema, dia belum tahu seperti apa keluarga Liam, atau bagaimana sikap Liam di luar kampus… apalagi di hadapan keluarganya sendiri. Yang dia inginkan hanya satu, semua berjalan lancar, tanpa drama.

“Biar nanti calon suami dan keluarganya langsung jatuh hati, kan?” goda Tania sambil menyentuh ujung hidung Kanaya.

Kanaya langsung menarik lengan ibunya, wajahnya memanas. “Ibu, ayo masuk sebelum mereka menunggu.”

Setelah memberi tahu staf restoran, mereka diarahkan ke sebuah ruangan private. Tepat di depan pintu, Tania menatap Kanaya yang terlihat kaku.

“Tenang saja,” bisiknya sambil menepuk pelan lengan putrinya. “Mereka orang baik, tidak mungkin makan kamu hidup-hidup.”

Kanaya hanya mendengus pelan. 

‘Calon menantu ibu sudah makan aku hidup-hidup, Bu,’ gerutunya dalam hati, mendadak panas oleh rasa malu dan sebal yang kembali menghantam.

Pipinya menggembung kesal. “Ibu…”

“Sudah, ayo.” Tania membuka pintu dan mereka masuk bersama.

“Maaf, sepertinya kami datang terlambat,” ucap Tania ketika melihat keluarga calon besan sudah duduk menunggu.

Kanaya menunduk sopan, jantungnya seolah melompat keluar begitu tatapannya secara tak sengaja bertemu dengan sepasang mata gelap di ujung meja milik Liam.

“Tidak apa-apa, memang kami sengaja datang lebih awal. Silakan duduk,” sambut seorang wanita paruh baya dengan senyum hangat.

Kanaya duduk di sampingnya, berusaha terlihat tenang meski telapak tangannya mulai berkeringat. Percakapan ringan mengalir, tentang kesehatan, kesibukan, dan cerita lama keluarga, namun Kanaya dan Liam hanya menjawab seperlunya ketika ditanya, selebihnya memilih diam.

Saat hidangan utama tersaji, pembicaraan tiba-tiba berubah arah.

“Jadi,” ucap Riana, nenek Liam, dengan tatapan penuh harap, “kapan kalian ingin menentukan tanggal pernikahan? Bagaimana kalau bulan ini saja?”

Kanaya hampir tersedak. Tangan yang memegang garpu ikut gemetar. Sementara di seberangnya, Liam hanya tetap dengan wajah datar, memotong daging di piringnya seperti tidak ada yang terjadi.

“Bukankah itu… terlalu cepat, Nek?” suara Kanaya terdengar pelan, hampir bergetar. “Saya masih kuliah dan belum begitu mengenal Pak Liam.”

Kanaya melirik Liam, berharap ia ikut membantu menunda. Namun pria itu hanya mengangkat pandangan sekilas, mata dinginnya kembali jatuh pada piring, seolah semuanya bukan urusannya.

Nenek Riana menggenggam tangan Kanaya lembut. “Nak, setelah menikah kamu tetap bisa kuliah. Kami tidak akan menghalangi. Apa kamu keberatan dengan perjodohan ini?”

“Bukan begitu…” Kanaya menelan napas berat. Kenangan tentang ibunya yang memohon agar ia menerima perjodohan ini kembali menghantam. Dia sudah berjanji untuk tidak mengecewakan.

Setelah pertemuan di restoran selesai, kedua keluarga bangkit dari tempat duduk. Kanaya baru saja hendak mengambil tasnya ketika mendengar suara lembut namun tegas dari Nenek Riana.

“Liam, antar Kanaya pulang ya. Sudah malam, jangan biarkan dia jalan sendiri.”

Kanaya spontan menoleh cepat, matanya membesar.

“Eh … tidak usah, Nek. Kanaya bisa pulang sendiri. Tidak perlu repot-repot,” sahutnya tergesa, senyumnya canggung sambil melirik ke arah Liam yang tetap berdiri dingin tanpa ekspresi.

Namun Nenek Riana menggeleng pelan sambil menepuk bahunya. “Tidak merepotkan sama sekali. Anggap saja ini permintaan calon nenekmu.”

Kanaya terdiam kaku, tidak tahu harus berkata apa.

“Baik… kalau begitu,” ucapnya akhirnya, suara hampir bergetar.

Liam hanya mengangguk pendek tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Kanaya mengikuti langkahnya menuju parkiran, masih dengan jantung berloncatan tak karuan dan telapak tangan dingin karena gugup.

Perjalanan pulang berlangsung dalam diam yang menekan.

Liam fokus menyetir, sedangkan Kanaya duduk kaku menatap kedua tangannya sendiri yang saling menggenggam erat.

Sesampainya di area kampus, Kanaya memberanikan diri bersuara pelan, “Berhenti di sini saja, Pak. Di depan gedung fakultas cukup.”

Liam melirik sebentar. “Asramamu masih jauh. Sudah malam.”

“Tidak apa-apa. Saya jalan kaki saja,” sahut Kanaya cepat. “Saya tidak mau ada yang melihat saya turun dari mobil… nanti disalahpahami.”

Liam terdiam sejenak sebelum berkata pelan namun menusuk, “Begitu takutnya sampai segitunya? Takut dianggap ada hubungan dengan saya?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal Semalam Dengan Dosenku   BAB - 06

    Pagi ini Kanaya bergegas menuju ruang dosen, beberapa saat yang lalu Liam telah mengirimnya pesan untuk segera mengambil formulir surat kepindahannya dari asrama.Begitu sampai di ruang dosen, Kanaya langsung disambut oleh tatapan dingin Liam yang duduk di kursi kerjanya.“Mau ambil formulir pindahan?” tanya Liam tanpa basa-basi.“I…iya pak.” Kanaya mengangguk cepat.Liam langsung berdiri menuju mesin printer dan mengambil kertas yang sudah tercetak sebelumnya disana.Sembari menunggu Liam, Kanaya hanya bisa diam dan memperhatikan punggung pria itu. Hingga tak lama, pria itu telah kembali ke hadapannya.Liam menyerahkan formulirnya kepada Kanaya. ”Tinggal kamu isi setelah selesai kamu berikan kepada pengelola asrama.”Kanaya menerima formulir tersebut dan membacanya sekilas. ”Baik pak, kalau begitu saya permisi sekarang, nanti saya berikan kepada kepala pengelola asrama setelah selesai kelas.”“Kabari jika sudah selesai semuanya, nanti saya jemput kamu di dekat asrama untuk bawa baran

  • Skandal Semalam Dengan Dosenku   BAB - 05

    Kanaya terdiam, terasa seperti baru ditampar kata-katanya sendiri.“Tidak … bukan begitu …”Mobil menepi perlahan.“Selesai. Silakan,” gumam Liam datar.Kanaya menghela napas, lalu buru-buru membuka pintu, menunduk dalam. “Terima kasih sudah mengantar. Selamat malam.”Dia melangkah cepat pergi tanpa berani menoleh kembali, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh.****Beberapa hari berlalu. Siang itu Kanaya berlari tergesa menembus kerumunan orang di trotoar. Waktu hampir habis dan sekarang dia terjebak macet dalam perjalanan menuju kantor catatan sipil.Padahal hari ini adalah jadwal Kanaya dan Liam menandatangani berkas akhir pembuatan akta nikah setelah semua proses online selesai.“Tadi kenapa nggak naik motor saja…” gumam Kanaya pelan sambil memijat betis yang mulai kram. Namun dia kembali berlari, menuruni tangga dengan hampir saja terpeleset karena terburu-buru.Sebelumnya, Liam sempat menghubunginya untuk menjemput di dekat asrama, katanya permintaan Nenek Riana. Kanaya me

  • Skandal Semalam Dengan Dosenku   BAB - 04

    Kanaya membuka mulutnya, namun tak satu kata pun keluar. Jantungnya berdegup begitu keras hingga terasa menyakitkan.“Saya…” suaranya nyaris tidak terdengar, tenggorokannya seakan terkunci.Liam menatapnya lebih dalam, lalu berkata, “Katakan nanti saja di pertemuan keluarga.”Setelah itu, Liam langsung melangkah pergi, meninggalkan Kanaya yang masih kebingungan.Kanaya mematung beberapa detik setelah punggung Liam menghilang dari pandangannya. Nafasnya tercekat, batang tenggorokannya terasa mengering. Ia memejamkan mata sesaat, mencoba menenangkan dirinya yang hampir limbung.Tanpa benar-benar sadar, kakinya melangkah kembali ke perpustakaan. Langkahnya terdengar terburu-buru di antara derit kursi dan suara ketikan keyboard. Naira sempat menoleh ketika Kanaya muncul dengan wajah pucat.“Eh, Nay—”“Aku pulang dulu, ada urusan” ucap Kanaya cepat, berusaha terdengar tenang meski suaranya bergetar. Naira hendak bertanya, namun Kanaya hanya tersenyum tipis sebelum meraih tasnya, memasukka

  • Skandal Semalam Dengan Dosenku   BAB - 03

    Tiba-tiba saja, potongan ingatan soal kejadian di ruang dosen itu kembali terputar di kepala Kanaya, ketika Liam menyinggung sikap Kanaya dengan menyebutnya sebagai wanita yang dijodohkan dengannya.Saat itu, Kanaya sama sekali tak paham dengan maksud ucapan Liam. Dia pikir, Liam mungkin salah bicara atau asal sebut.Namun, sekarang semua terasa masuk akal. Mungkin saat itu Liam memang sudah tahu semuanya.“Jadi… Naya akan dijodohkan, Bu?” tanya Kanaya lirih setelah selesai membaca surat tersebut.“Ibu tidak akan memaksamu jika kamu tidak mau dijodohkan, Kanaya. Ibu bisa bicarakan baik-baik dengan keluarga teman kakekmu,” jawab Tania lembut. “Lagi pula, perjanjian itu sudah lama. Jika kamu menolak, tidak apa-apa.”Kanaya menggigit bibir, menunduk.‘Tapi jika aku menolak… Ibu akan diperlakukan lebih buruk lagi oleh Ayah. Dan aku tidak sanggup melihat Ibu menderita hanya karena aku egois tidak ingin dijodohkan…’ pikirnya.Suara teriakan dan perlakuan kasar ayah sambungnya masih terngian

  • Skandal Semalam Dengan Dosenku   BAB - 02

    Kanaya membulatkan matanya, ini akan benar-benar menjadi akhir dari perkuliahannya.Entah apa yang dilakukannya di masa lalu hingga harus menghadapi situasi seperti ini sekarang. Kini, dia hanya bisa menghela napas dan menerima semua ini. Setidaknya jika dia tidak melawan, mungkin hidupnya masih akan berjalan cukup normal.“Baik, saya akan tutup mulut dan melupakan kejadian itu, karena saya juga tidak ingin kabar ini sampai tersebar dan merugikan perkuliahan saya yang tinggal dua semester lagi.” Kanaya mencoba tetap tenang, meski sekarang pikirannya sudah kemana-kemana.Cara terbaik untuk mengamankan kuliahnya saat ini dengan mengikuti apa yang diminta pria yang berada di hadapannya ini, jangan sampai kerja kerasnya untuk kuliah sampai di tahap ini sia-sia karena skandal tersebut.Dia hanya ingin selesai kuliah tepat waktu, bekerja dengan baik dan membahagiakan ibunya.“Saya juga minta bapak untuk benar-benar menjaga rahasia ini, meskipun saya sudah tutup mulut tidak menutup kemungkin

  • Skandal Semalam Dengan Dosenku   BAB - 01

    “Uhh … tolong pelan-pelan …”Kanaya menggeliat ketika pria itu menjamah tubuhnya. Rasa geli sekaligus nikmat menyerang seluruh indera di tubuh Kanaya.Beberapa menit yang lalu, gadis–tidak, wanita itu masih dalam keadaan sadar di pesta ulang tahun temannya. Namun, entah apa yang terjadi, tiba-tiba dia telah berada di kamar hotel ini dalam keadaan tanpa baju.Terlebih, pria itu terus menghujani Kanaya dengan sentuhan-sentuhan yang memabukkan.Kanaya ingin menolak karena dia tahu ini tidak benar. Namun, tubuhnya berkhianat dan justru menikmati semua itu.“Ahh … sakit …” rintih Kanaya lagi ketika sesuatu yang asing menerobos tubuhnya.“Sakit atau enak?” tanya pria itu dengan suara rendah. “Tubuhmu bilang sebaliknya.”Kanaya menggelengkan kepalanya dengan mata setengah terpejam. Sementara pria itu mulai bergerak perlahan, tapi sangat pasti seolah ingin menikmati tiap inci dari tubuh Kanaya.“Mhhh …” pria itu menggeram rendah, seperti merasa puas dengan apa yang diberikan Kanaya.Rasa saki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status