Steve keluar dari dalam kamar mandi ketika Emily sudah meninggalkan ruang inap Jessie. Emily berkata jika dirinya ada kencan malam ini, jadi ia harus pulang lebih cepat.
Suasana canggung terasa saat Steve bukannya mendekat ke arah Jessie, tapi malah kembali ke arah sofa panjang yang tadi sempat ia tiduri. Jessie hanya memperhatikan apa yang dilakukan Steve. Ia tahu bahwa lelaki itu masih marah padanya.
“Kau, tidak makan?” tanya Jessie memecah keheningan.
“Kau bertanya padaku?” Steve bertanya balik dengan nada menyindir.
Jessie mendengus sebal. Steve benar-benar kekanakan. “Kau tahu, aku minta maaf atas semua ini. Tapi kau tidak perlu bersikap kekanakan seperti ini padaku, Steve.”
“Baiklah.” Akhirnya Steve bangkit. Ia kemudian berjalan menuju ke arah Jessie, dan sialnya hal itu benar-benar mempengaruhi Jessie.
Steve duduk di sebuah kursi yang tersedia di sebelah ranjang Jessie, ia menariknya men
Setelah dicumbu habis-habisan oleh temannya, ralat, mantan temannya, ralat lagi, ayah dari bayi yang ia kandung, akhirnya Jessie tak kuasa untuk menahan rona merah di pipinya. Masalahnya, meski ia ingin menolak, nyatanya ia menikmati apa yang dilakukan Steve. Jessie bahkan membalas cumbuan dari Steve.Jujur saja, Jessie tak pernah dicumbu dengan begitu bergairah hingga membuatnya nyaris basah seperti yang dilakukan Steve. Tidak dengan Henry, tidak juga dengan mantan kekasihnya yang lain.Atau mungkin, ini perasaan Jessie saja? Entahlah. Yang pasti, cumbuan Steve begitu menuntut hingga Jessie yakin jika mereka saat ini berada di dalam sebuah kamar, maka kejadian panas malam itu akan kembali terulang.Dalam hati Jessie sempat bersyukur karena Steve mencumbunya di dalam lift, karena jika saja mereka saling mencumbu di dalam apartmennya, Jessie tak yakin dapat menolak lelaki itu jika lelaki itu menuntut lebih kepadanya.Lengan Jessie masih setia mengalung, se
Steve dan Frank duduk di sebuah bar dengan sesekali bersulang. Frank merasa senang jika pada akhirnya nanti Jessie akan menikah dengan Steve. Frank cukup mengenal Steve bahkan sejak kecil hal itulah yang membuat Frank setuju jika nanti keduanya berakhir dengan sebuah pernikahan. Tapi tampaknya, Frank tak melihat hal serupa pada diri Steve.“Kau, tampak tidak suka dengan keadaan ini.”Frank membuka suara.Jika boleh jujur, Steve lebih nyaman berbicara dengan Hank, temannya. Ketimbang dengan Frank. Ia memang mengenal Frank sejak kecil, tapi tetap saja, lelaki itu adalah kakak Jessie. Akan sangat tidak nyaman jika dirinya membicarakan hubungannya dengan Jessie pada Frank.“Maksudmu?”“Kau tahu, hubunganmu dengan Jess.”Steve menghela napas panjang. “Bukan aku tidak suka. Aku hanya terlalu terkejut dan kurang bisa menyesuaikan keadaan. Aku akan menjadi ayah, dan jujur saja, aku sedikit tertekan.”Fr
“Kau mendengarku?” tanya Steve ketika ia tidak mendapatkan respon dari Jessie. “Menikahlah denganku. Dan aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu, serta ayah yang hebat untuk anak kita. Kumohon. Menikahlah denganku.” Lanjut Steve dengan nada lirih.“Kita sudah sepakat untuk tidak membahas tentang hal ini, Steve.”“Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Jess.”“Kenapa tidak?” Jessie melepaskan pelukan Steve lalu menatap lelaki itu dengan sungguh-sungguh. “Bukankah selama ini komitmen atau pernikahan tak pernah mampir dalam pikiranmu? Kenapa sekarang Steve?”“Sebab seluruh warga Pennington akan tahu bahwa kau hamil dan akan memiliki anak. Mereka harus tahu siapa ayahnya, dan itu adalah aku.”“Kau ingin menikah karena bayi ini?”“Jess. Aku tidak pernah seserius ini sebelumnya. Meski bayi itu adalah alasan utama, tapi bukan hanya kare
Sampai di butiknya, Steve memperlakukan Jessie dengan begitu manis hingga Jessie merasa bahwa kini Steve sedang bersandiwara dihadapan para bawahannya.Dan benar saja, Miranda sempat mengerutkan keningnya sembari menatapnya penuh tanya ketika Steve bersikap seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih yang saling mencintai.Miranda dan yang lainnya tentu belum tahu tentang rencana pernikahan Jessie dengan Steve. Bahkan Jessie tak berniat untuk memberitahunya. Bagi Jessie, pernikahan mereka hanya karena kehamilannya, dan kemungkinan besar akan berakhir. Jessie hanya ingin, tak banyak orang tahu tentang kegagalannya dalam berumah tangga.“Ada masalah?” tanya Jessie ketika ia akan masuk ke dalam ruangannya melewati Miranda yang masih menatap kebersamaannya dengan Steve yang tampak berbeda dari biasanya.“Tidak.” Miranda mencoba mengendalikan diri agar rasa keingin tahuanya tidak terlalu tampak. “Kupikir kau belum masuk kerja hari
Hari itu akhirnya tiba juga. Hari dimana Jessie mengenakan gaun pengantin sederhana milik ibunya yang sudah ia modifikasi hingga tak terlihat kuno. Jessie senang mengenakan gaun tersebut, bahkan ini merupakan cita-citanya, bahwa ia akan mengenakan gaun pengantin ibunya ketika menikah dengan Henry nanti. Nyatanya, mempelai prianya bukan Henry, melainkan Steven Morgan, temannya sendiri.Jessie menghela napas panjang. Ia merasa gugup dan sedikit gemetar. Keraguannya kembali muncul, ia tidak menyangka jika akan berakhir seperti sekarang ini. Berada di kamar Steve dengan penata rias yang membantunya tampil cantik karena pernikahannya yang akan segera dilaksanakan di lumbung keluarga Morgan yang sudah disulap menjadi tempat pemberkatan yang begitu indah.Ketika Jessie sangat gugup, sebuah suara ceria mampu mengalihkan perhatiannya. Emily Morgan datang dengan senyum cerianya.“Kau benar-benar sangat cantik.” Komentarnya sembari menghambur ke arah Jess
Malam semakin larut. Pesta semakin ramai. Setelah melakukan pemberkatan di area lumbung yang disulap menjadi tempat yang begitu indah, halaman rumah Steve juga sudah disulap menjadi area pesta dansa yang indah.Bunga-bunga ditata sedemikian rupa, lilin-lilin berpadu dengan lampu-lampu kecil, membuat suasana terasa begitu romantis. Belum lagi alunan lagu lembut yang mengiringi pesta dansa membuat siapa saja larut kedalam suasana romantis.Tak terkecuali kedua mempelai yang kini tengah asyik berdansa bersama. Jessie mengalungkan lengannya pada leher Steve, sedangkan Steve sendiri memeluk pinggang wanita yang kini sudah berstatus sebagai istrinya.Keduanya berdansa dengan mata yang saling menatap satu sama lain. Ada sebuah kecanggungan, tapi keduanya bersikap senormal mungkin. Seperti mereka memang sering melakukan hal seperti ini.Dengan sedikit nakal, jemari Steve merayap ke atas, menelusuri sepanjang resleting gaun Jessie yang menempel di tulang belakangn
Steve menghujam lagi dan lagi, tak mempedulikan erangan demi erangan yang keluar dari bibir Jessie. Kenikmatan membungkusnya, ia bahkan tak mempedulikan tubuh mereka yang sudah basah kuyub karena guyuran air dari shower.Jessie tampak sangat bergairah, begitupun dengan dirinya yang seakan tak ingin menghakhiri percintaan panas mereka.“Ohh, Steve… Astaga…” Jessie meracau, sedangkan yang dapat dilakukan Steve hanya kembali menghujam lagi dan lagi.Entah sudah berapa lama mereka melakukan penyatuan dalam posisi berdiri. Tubuh Jessie terhimpit dengan dinding dan juga tubuh kekar Steve. Steve bahkan setengah mengangkat tubuh Jessie agar tinggi mereka sejajar. Sesekali Steve mencumbu habis bibir istrinya itu, melumatnya dengan penuh gairah, mengajaknya untuk menari bersama. Oh, Sial! Jessie benar-benar akan membunuhnya.Beberapa kali Steve akan sampai pada puncak kenikmatan, tapi kemudian Steve memperlambat lajunya, menurunkan ritmeny
Di dalam lift. Jessie dan Steve saling berdiam diri. Jessie masih membiarkan lengan Steve merangkul pinggangnya. Ia merasa nyaman, karena itulah ia membiarkan saja apa yang dilakukan Steve padanya.Sesekali telapak tangan lelaki itu mengusap perutnya. Astaga, Steve benar-benar mampu membungkam kecerewetan Jessie dengan sikap manisnya ini. Jessie tak pernah mendapatkan perhatian hingga seperti ini dari seorang Steve, rasa posesif lelaki itu begitu tampak, dan hal itu membuat Jessie bingung, sebenarnya apa yang dirasakan lelaki itu padanya?PingPintu lift terbuka. Mereka akhirnya sampai di lantai apartmen Jessie. Keduanya keluar dari dalam lift, dan menghentikan langkah mereka secara bersamaan setelah mendapati seseorang yang duduk di sebuah kursi lipat di sebelah pintu apartmen Jessie.Orang itu adalah Henry, yang saat ini sudah bangkit dan melihat kedatangan mereka berdua.“Jess.” Ucap Henry yang dengan spontan sudah mendekat.