Share

5. Jika Saja....

Reno menghentikan kegiatannya ketika mendengar penuturan Lucy. Ia menatap gadis itu dengan pandangan terkejut. Tanpa diketahui siapa pun ada satu orang lagi yang terdiam mendengar apa yang diutarakan gadis tersebut.

“W-wah. Apa secara tidak langsung kau baru saja mengatakan bahwa aku ditolak? Bahkan sebelum mencoba mendekat? Memangnya siapa orang yang selalu ada untuk Elline saat ini? Aku akan melemparkan tulang iga ini ke piringmu jika kau bilang orang itu adalah dirimu, Lu.” Reno mengangkat tulang iga yang baru saja ia habiskan dagingnya.

Lucy mengabaikan Reno sebentar. Ia menoleh pada Axel. Semula Lucy hanya penasaran bagaimana reaksi lelaki tersebut. Ia tidak menduga lelaki itu akan menatapnya lekat. Seolah menanti jawaban yang akan ia berikan. Membuatnya merasa terintimidasi oleh tatapan dingin dan tajam milik Axel. Di sisi lain, Lucy berharap lelaki itu terusik sedikit karena hal yang akan ia katakan.

“Kau tahu, Ren? Ada seorang dokter muda yang cerdas, tinggi, dan tampan yang selalu membantu Elline dan selalu ada di sisinya. Yah, walau sebenarnya orang itu sedikit menyebalkan dengan wajah datar tanpa ekspresi. Tetapi, tidak bisa dipungkiri dia orang yang cukup baik, mungkin sangat baik untuk Elline, sebab kulihat wajah datar itu luntur jika berhadapan dengan Elline.” Lucy sadar Axel menatapnya semakin tajam. Namun, ia mencoba untuk tidak terganggu oleh tatapan itu.

“Meskipun begitu dia tetap tidak lebih baik dariku. Seperti yang kau tahu, aku lebih sering berada di sisi Elline. Kami bahkan menghabiskan waktu bersama hampir 24 jam sehari.” Lucy kembali melanjutkan makannya seolah rentetan kalimat tadi tidak berarti apa-apa.

Elline terperangah menatap sahabatnya. Tidak menyangka kecerewetan Lucy akan berguna pada situasi sekarang. Kebiasaannya yang asal bicara itu terkadang membuat Elline pusing. Namun, sekarang Elline malah bersyukur akan hal itu. Sedikit banyaknya Lucy bisa mebuat Elline lebih rileks sedikit di acara makan malam yang tidak terduga itu.

“Kau memang yang terbaik, Lu. Kita menghabiskan waktu hampir 24 jam sehari, mana ada orang yang mengerti aku sebaik dirimu.” Gadis itu tertawa kecil sembari menyikut lengan sahabatnya.

Dengan sengaja Elline mengabaikan Axel yang sejak tadi menatap intens padanya. Ia tertawa dan tersenyum seolah lelaki itu tidak ada. Tanpa ia sadari lelaki tersebut tersenyum tipis. Senyuman hangat yang jarang sekali pemuda itu perlihatkan. Hanya Reno yang melihat perubahan ekspresi itu sedari tadi. Hal tersebut membuat Reno semakin yakin ada sesuatu yang aneh di antara mereka.

“Excuse me, Girls. Aku masih penasaran dengan seseorang yang dimaksud Lucy tadi.” Reno meletakkan kembali tulang iga di piringnya. Ia menatap serius kedua gadis yang tengah tertawa itu.

“Dia hanya bercanda, Ren. Yang paling dekat denganku tentu saja Lucy. Siapa lagi selain dia?” Elline masih tertawa kecil sembari menatap Reno.

“Apa maksudmu aku bercanda, El? Selain aku, bukankah dokter itu juga dekat denganmu? Jika saja ekspresinya tidak sedatar tembok mungkin akan banyak gadis yang tergila-gila padanya. Kau tahu bukan, kalau dia memiliki tubuh dan paras seperti dewa Yunani. Yah, walaupun dengan berat hati aku mengatakan hal ini. Eh, mungkin tidak juga. Sikapnya sangat menyebalkan. Dia selalu mengejek tinggi badanku. Padahal dia saja yang kelebihan tulang. Apa setiap hari dia selalu memakan tiang-tiang jemuran atau tiang listrik sehingga bisa tinggi seperti itu?” Lucy mengomel tanpa sadar. Sifat cerewet gadis itu sepertinya sudah tidak bisa dikendalikan. Membuat orang di sekitarnya tertawa karena kelimatnya terdengar sangat cepat ketika merasa kesal.

“Nona Lucy sepertinya sangat akrab dengan orang itu, ya. Bisa saja nanti kau yang akhirnya menyukai pemuda itu, lho. Apa kau tahu pepatah tentang terlalu benci bisa menjadi cinta?” Zayra menyeletuk sembari tertawa kecil. Membuat Lucy menatap kaget pada Zayra. Lucy menggelengkan kepalanya dengan cepat sembari menyilangkan tangan tidak setuju dengan ucapan nyonya muda tersebut.

“Itu adalah hal yang mustahil, Bu Zayra. Bagaimana mungkin saya menyukai orang seperti dia? Jika saja Anda tahu kalau setiap bertemu dengan saya dia selalu melontarkan kata-kata ejekan yang tajam dan selalu memancing amarah saya, mungkin Anda tidak akan mengatakan hal tersebut. Membayangkan bersamanya saja saya tidak mau. Bisa-bisa kulit saya keriput lebih cepat kalau setiap hari bertemu dengannya.” Semua orang tertawa mendengar ocehan Lucy, kecuali Axel. Sedari tadi lelaki itu hanya menatap pada satu objek di depannya. Tanpa ekspresi. Entah apa yang ada di pikirannya.

“Sejujurnya saya merasa tidak enak dipanggil Bu Zayra oleh kalian. Panggil saja Zayra karena saya seumuran dengan Reno.” Zayra tersenyum ramah pada kedua tamunya itu.

“Bukankah sudah kubilang di awal tidak perlu terlalu formal, Lu. Yang formal itu membosankan. Lagi pula sepertinya kita semua hampir seumuran.” Reno menimpali ucapan Zayra. Lucy pun mengangguk sembari tersenyum dan mencoba membiasakan diri tidak berkata formal lagi pada mereka. Sejujurnya Lucy terbiasa bersikap formal pada orang yang dianggapnya tidak terlalu dekat dengannya. Namun, karena itu permintaan dari mereka maka ia harus menghormatinya. Kentara sekali wajah gadis itu sedikit tidak nyaman dengan hal tersebut. Ia pun kembali menyesap minumannya. Mencoba menetralkan rasa tidak nyaman yang ia rasakan.

”Dokter menyebalkan dengan muka tembok yang kau maksud tadi bukan Xio ‘kan, Lu?” Reno yang masih penasaran pun kembali bertanya. Membuat semua pandangan tertuju padanya.

“Tentu saja dia. Asal kau tahu, Ren, dokter tembok yang aku bicarakan tadi adalah orang yang mengenalkan kami padamu. Sepertinya dia temanmu, semoga saja kau tidak tersinggung dengan perkataanku.” Lucy hanya menjawab dengan ringan. Ia kembali memakan makanan di piringnya dengan santai. Tanpa peduli dengan Reno yang tengah terkejut.

“Jadi, maksudmu orang itu adalah Xio? Felixio Wickley yang kukenal?” Reno kembali memastikan. Wajahnya perlahan menampilkan cengiran lebar. Sedangkan Lucy hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Wah, aku tidak menyangka ternyata anak itu dekat dengan Elline. Sebelumnya kukira kalian hanya sebetas kenalan dan teman biasa saja. Aku pikir dia hanya tertarik pada pisau bedah dan rumah sakit. Ternyata dia juga tertarik pada gadis cantik.” Reno tertawa cukup keras.

Axel pun menatapnya dengan tajam. Seakan ia terganggu dengan sahabat yang merangkap sekretaris pribadinya. Entah lelaki itu terganggu karena tawa Reno atau karena kalimat yang Reno ucapkan.

“Sepertinya Xio bisa menunjukan sifat hangat pada orang yang dia sukai, ya. Aku yang mengenalnya selama setahun ini masih merasa sedikit takut berada di sekitarnya. Tatapannya yang tajam dan auranya yang dingin membuatku sedikit tidak nyaman di dekatnya,” ujar Zayra.

“Bu- eh maksudku Zayra juga mengenal Xio?” Lucy bertanya penasaran. Ia tidak menyangka bahwa Xio juga kenal dengan perempuan cantik di depannya. Lucy berpikir ada kemungkinan bahwa Xio juga kenal dengan Axel.

“Tentu saja. Bagaimana mungkin aku tidak mengenalinya. Walaupun aku hanya bertemu beberapa kali dengannya dalam acara keluarga. Sebenarnya Felixio adalah adik sepupu dari Axel dan Reno,” jelas Zayra. Membuat kedua gadis di hadapannya terlihat terkejut.

“Ayah Xio dan ibuku bersaudara. Ibu Xio dan ibu Axel juga bersaudara. Jadinya, kami terikat dalam hubungan keluarga,” ujar Reno yang memaparkan dengan rinci hubungan mereka bertiga.

Lucy dan Elline hanya mengangguk sembari tersenyum tipis sebagai tanggapannya. Mereka pun mencoba mengalihkan obrolan dengan hal lain bersama Zayra. Tergambar jelas di wajah Elline bahwa gadis itu tidak ingin membahas apa pun mengenai Axel. Ada rasa yang ingin ia tepis. Egonya masih memungkiri kalau yang di hadapannya itu seseorang dari masa lalunya. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya, ia hanya tidak ingin mendengar apa pun  lagi yang nanti berkemungkinan membuatnya sakit hati. Cukup keterkejutan yang ia rasakan malam ini.

Lain halnya dengan Elline, Axel sangat terkejut atas fakta ini. Selama ini Xio tidak mengatakan apa pun padanya. Padahal ia pernah menceritakan tentang masa lalunya. Bahkan di suatu kesempatan Xio pernah menemukan sebuah foto dirinya dengan Elline yang sengaja ia letakkan di meja belajar. Tetapi sekali pun Xio tidak pernah membahas apa pun tentang gadis itu.

Axel merasa sedikit kacau. Perasaannya campur aduk. Rasa kecewa, marah, dan bingung, kini tengah menguasainya. Kenapa Xio tidak mengatakan apa pun tentang Elline? Kenapa lelaki itu diam saja ketika ia menceritakan masa lalunya? Jika saja Xio mengatakan bahwa ia mengenal Elline, apakah ia dan gadis itu akan bertemu lebih cepat? Jika saja ia dan Elline bertemu lebih awal, apakah pernikahannya dan Zayra tidak akan terjadi? Apakah ia bisa bersanding lebih dulu dengan Elline alih-alih dijodohkan dengan Zayra? Masih bolehkah ia berharap kisah yang pernah ia rajut bersama Elline suatu saat akan berlanjut?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status