Share

Bab 3

Penulis: adorable.lady
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-09 14:40:19

“Saya anggap kamu paham dengan kejadian semalam.”

Masih dalam lift, jantungku masih belum tenang. Lagi lagi peringatan bos ini membuatku jengah, aku mulai berbicara.

“Pak, dengan rasa hormat sepertinya membahas hal semalam disini agak gak masuk akal, Pak.” katanya mengalihkan dirinya.

“Jaga-jaga aja beberapa pegawai salah mendengar yang bapak maksud.”

Kali ini dia menang.

“Untungnya saya gak laporin bapak ke HR. Kalau saya diam sih rahasia bapak aman ya. Kalau bapak terus mengingatkan hal yang seharusnya saya lupakan. Ya bukan salah bapak semuanya sih, saya juga yang salah lewat.” ujarnya panjang lebar.

Ngomong ngomong, liftnya kenapa melambat?

“Cukup, Lola.”

Lola mematung. Mengerjap kecil.

“Kalau kamu mau sebarkan ke pegawai lain silahkan, kasih tau mereka apa yang kamu lihat semalam.”

“Nggak! Gak– Pak! Lagian bapak juga yang terus terus ingetin saya untuk diem. Saya diem lho!” imbuhnya

Daripada melihat bosnya menekuk muka, justru Lola lebih takut saat dirinya kini tersenyum. “Ya.”

“Oh ya, Lola–”

“Terima kasih peringatannya, malam itu juga saya hampir selesai.”

Lola memekik, bola matanya hampir mencuat.

Bosnya gila, ya?!

“Saya gak perlu tidur dengan kamu untuk kamu tutup mulut kan?”

Mataku membelalak, perkataan terakhir Christian itu bukankah sangat berlebihan?

Bagaimana jika ada yang mendengar?

Bisa-bisa meskipun aku melakukan segala cara tidak mengakuinya, seisi kantor ini tidak mungkin percaya.

Tapi langkahku mendadak terhenti.

Mendapati seorang wanita berdiri tak jauh dari lift. Tatapannya lurus padaku, sinis, seolah sengaja menunggu. Dan… sepertinya dia mendengar percakapan tadi.

Astaga. Aku mati.

Kepalaku langsung kutundukkan. Kalau benar dia mendengar, maka gosip akan menyebar lebih cepat daripada virus. Aku tidak mau masalah baru. Buru-buru aku melewati wanita itu, seolah tidak terjadi apa-apa. Aku butuh udara segar. Aku butuh bernapas.

Setelah beberapa menit di luar, dan merasakan sudah cukup, aku memutuskan kembali ke lantai kerja.

Tapi begitu sampai di lantai tujuan, bukannya tenang, telingaku justru disambut bisik-bisik.

“Kau tahu? Pak Christian tadi bilang “Saya gak perlu tidur dengan kamu untuk kamu tutup mulut kan?”.”

“Holy... sekretaris baru itu?”

“Pasti sebelumnya mereka melakukan sesuatu sampai perkataan itu bisa terucap.”

“Benar, kita semua kan sudah pulang sebelum larut malam.”

“Aku dengar juga dia anak orang kaya. Jangan-jangan nyogok buat masuk sini?”

“Atau malah… imbalan jadi simpanan?”

“Wah… kau benar!”

Langkahku berhenti.

Hatiku panas.

Ingin rasanya aku balik dan menampar satu per satu mulut yang berbisa itu. Tapi aku hanya menarik napas panjang, menahan amarah, dan memilih melewati kumpulan wanita-wanita itu tanpa komentar.

Wajah mereka sontak kaget saat aku berjalan melewati kumpulan gosip itu.

“Dasar racun.” batinku getir.

Benar kan? Racun. Racun yang membuat perusahaan ini membusuk meski selalu dipuja-puji sebagai perusahaan impian. Cover indah, isi busuk. Mereka sibuk menggoreng gosip, padahal mereka sendiri tidak sadar betapa menjijikkannya perilaku itu.

Aku duduk kembali di mejaku. Berusaha fokus mengerjakan pekerjaan agar dapat pulang tepat waktu, tapi suara-suara tadi terus mengganggu kepala. Simpanan. Tanganku gemetar di atas keyboard. Akhirnya dengan terpaksa, aku kembali lembur.

“Racun pasti semakin menyebar di perusahaan.” batinku.

Aku tahu, semakin sering aku lembur, semakin keras gosip itu beredar. Mereka memiliki kesempatan baru untuk berbisik.

Jam sudah larut. Setelah berjam-jam bergelut dengan layar komputer, tugasku akhirnya selesai. Tinggal satu tanda tangan Christian.

Tenggorokanku kering.

Dengan kaki sedikit bergetar, aku melangkah ke ruangan CEO yang masih terang benderang. Ku ketuk pintunya pelan.

“Masuk.”

Tarikan napas panjang kulakukan sebelum akhirnya aku mendorong pintu.

Aku sadar, tatapan tajam Christian langsung menyambutku. Buru-buru aku menunduk dan menyerahkan dokumen.

“Selamat malam, Pak Christian. Ada dokumen yang harus Bapak tandatangani.”

“Taruh saja di situ.”

Aku mendesah pelan. Pandanganku tanpa sengaja bertemu matanya. “Tolong ditandatangani sekarang, Pak. Ini… sangat penting.”

Bohong. Sebenarnya tidak masalah kalau tidak ditandatangani malam ini. Tapi aku butuh melepaskan setidaknya satu beban dari kepalaku. Terlalu banyak, membuatku sesak.

Christian melirik dokumen itu. Membacanya sebentar, lalu menatapku lagi.

“Ini bukan dokumen penting.”

Aku membeku. Sial!

“Kamu ada masalah?” tanyanya menatapku dalam.

Jantungku mencelos. Apakah kelihatan?

“Ti-tidak begitu, Pak,” jawabku gugup.

Christian berdiri dari kursinya. Tubuhnya mendekat, membuat jarak kami menipis drastis. Tatapannya menusuk.

“Ah begitu. Kalau tidak salah tadi saya lihat kamu dikucilkan?”

Aku terperanjat. Melihat? Maksudnya… dia memperhatikan aku seharian ini?

Tubuh tinggi itu kini hanya sejengkal dariku. Suaranya merendah.

“Jujur saja…”

Aku menelan ludah.

Dengan sisa keberanian, aku mendongak menatapnya. “Saya merasa terlalu banyak masalah di sini. Jadi setidaknya… setidaknya saya ingin menyelesaikan satu masalah ini. Saya butuh tanda tangan Anda, dan selesai.”

Kukatakan sekuat mungkin, meski suaraku bergetar.

Christian tidak bergeming. Lalu… senyum miring itu muncul di wajahnya.

Dia semakin mendekat, membuat jarak kami hampir lenyap.

“Lalu,” suaranya rendah, menusuk telinga, “apa kamu tidak mau menyelesaikan masalah kita?”

Aku tercekat. “K-kita? Ma-maksudnya?”

Matanya menajam, senyumnya makin jelas. “Tentang semalam. Aku tahu kamu tidak lupa, Lola Sienna.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ssst, Diam Pak Boss!   Bab 55

    Musik dari piano kecil di pojok ruangan mengalun lembut, membungkus udara dengan kehangatan yang tenang. Lampu-lampu gantung berwarna kuning keemasan menyoroti permukaan meja yang tertata rapi. Di luar jendela, salju turun perlahan, memantulkan cahaya lampu jalan yang pucat. Restoran itu terasa hangat. Georgio sengaja memilih tempat ini, tempat yang seharusnya bisa mencairkan suasana. Ia tahu, rapat kali ini bukan tentang bisnis semata. Christian datang sedikit terlambat. Matanya menelusuri suasana restoran dan baru menyadari, di ujung ruangan, Lola sudah ada di sana. “Sudah datang rupanya,” gumam Giorgio, suaranya pelan tapi cukup untuk membuat Christian mengalihkan pandangan ke Georgio lalu kembali memusatkan pada Lola. Lola balas menatapnya, bibirnya membentuk senyum kecil. Ia hanya mengangguk, sebelum kembali menunduk, merapikan map berisi berkas-berkas rapat. Mencoba tidak memperdulikan kehadiran Christian. Christian memanggilnya, “Lola.” Lola tidak langsung menoleh.

  • Ssst, Diam Pak Boss!   Bab 54

    Sesuai yang pernah Christian bayangkan, gadis itu benar-benar datang kepadanya.Lola Sienna, alisnya sempat menyipit ketika mendengar nama itu. Sebagai pria berdarah asli Italia, Christian tentu tidak asing dengan nama Siena, sebuah kota tua di jantung negeri itu. Namun setelah ia perhatikan lebih jauh, sekretaris barunya ini jelas bukan berasal dari sana.Kulitnya sangat pucat, nyaris seperti porselen. Garis wajahnya halus, berbanding terbalik dengan tatapannya yang berusaha terlihat tajam.“Terdapat bisnis tekstil yang telah berdiri puluhan tahun di Kota Siena. Setelah saya selidiki, Lola Sienna merupakan anak dari pemegang Sienna Tekstil sekarang. Hal itu didukung oleh kabar menyeruak bahwa ia berasal dari keluarga berada, sehingga para karyawan mencurigai nya masuk ke perusahaan ini dengan tidak murni.”Setidaknya, hal itulah yang sempat Christian cari tahu tentang sekretarisnya. Bukan hal penting, bukan pula sesuatu yang akan memberinya keuntungan. Tapi setelah itu, ia tidak bisa

  • Ssst, Diam Pak Boss!   Bab 53

    -Christian- Di hari yang sama. Jam digital di pojok meja menunjukkan pukul 18.30. Gedung sudah sunyi. Lampu koridor hanya menyala setengah. Christian bersandar di kursi, menatap layar laptop yang masih menampilkan rentetan angka dan laporan harian. Matanya terasa panas, pergelangan tangannya kaku, dan pikirannya penuh. Ia menutup berkas terakhir, menekan ujung hidung dengan jari tengah, lalu menghela napas lega. Seperti inilah kehidupan normal seorang Christian Luciano. Ia melepas kacamata, menatap pantulan dirinya di kaca. Dasi longgar, kemeja kusut, bahu tegang. Sesekali, Christian butuh sesuatu untuk mengalihkan pikirannya. Melepaskan kendali sebentar. Dan pria dewasa itu, mulai menarik resleting celananya. Bermain pada ‘miliknya’ di tengah keheningan malam. “Hngh…” Beberapa detik berlalu, suara napas yang mulai berat dan denyut di pelipisnya yang makin kencang. Tapi kemudian— Bruk! “Akh!” Suara keras dari arah pintu memecah kesunyian. Christian tersentak, bah

  • Ssst, Diam Pak Boss!   Bab 52

    -Christian- Hari pertama. Kala itu, ada pepatah yang mengatakan, “Kehidupan selalu menagih sesuatu sebagai gantinya. Kadang uang, kadang waktu, kadang seseorang.” Begitulah yang terjadi di perusahaan IT nomor satu di negeri Kangguru ini. Banyak yang datang dengan harapan bisa mengabdi lama, namun tak sedikit pula yang hanya ingin mendapatkan ‘gelar’ pernah bekerja di sini. Karena jelas, bekerja di sini sama saja dengan mengubur kehidupanmu, dengan imbalan uang. Dan seperti yang lainnya, kali ini seorang gadis melangkah masuk dengan percaya diri. Rambutnya diikat rapi, senyum lebarnya mengiringi setiap langkah, menyapa para karyawan yang anehnya tak memberikan sambutan hangat. Wajah-wajah lelah, guratan sinis, dan beberapa bahkan sengaja mengacuhkannya. “Ini adalah ruang bos. CEO sekaligus pemilik perusahaan House of Luciano,” ucap seorang wanita dengan name-tag Emma Robert. Melalui perkenalan singkat, gadis itu mengetahui bahwa Emma adalah kepala divisi yang akan me

  • Ssst, Diam Pak Boss!   Bab 51

    “Kenangan,” ulangnya pelan. “Jadi selama ini… semua yang Anda lakukan pada saya… juga ada hubungan dengannya?” Christian menatapnya singkat, lalu mengalihkan pandangan. “Sebagian, mungkin.” Lola menarik napas pendek, bahunya menegang. “Kalau begitu, saya tidak heran kenapa Bu Esther sempat marah pada saya.” Christian menoleh cepat, tatapannya berubah tajam. “Lola—” “Tapi saya heran,” potong Lola cepat, suaranya meninggi sedikit. “Kalau Anda masih punya urusan yang belum selesai dengannya, kenapa Anda bersikap seperti itu kepada saya?” Pria itu terdiam. “Kenapa Anda membela saya di rapat waktu itu?” lanjut Lola tanpa memberi jeda. “Kenapa Anda peduli setiap kali saya terlambat makan? Kenapa Anda memperlakukan saya seolah-olah saya ini… sesuatu yang penting?” Lola berusaha menahan getar di suaranya. Tapi semakin ia mencoba tenang, semakin kalimatnya terdengar rapuh. “Kalau memang hubungan Anda dengan Bu Esther belum selesai, Bapak tidak seharusnya melakukan itu semu

  • Ssst, Diam Pak Boss!   Bab 50

    Entah mantra apa yang baru saja diucapkan Christian, tapi tubuhnya seakan membeku. Tangannya tak mampu mendorong, kakinya tak sanggup mundur. Lola hanya berdiri di sana, terperangkap di antara tubuh Christian dan meja di belakangnya. “Jadi sekarang, Anda memperluas wilayah kekuasaan Anda, ya? Dari kantor... ke rumah saya juga?” Tatapan Christian tak bergeming. Hanya ada senyum samar di sudut bibirnya, seperti pria itu menikmati setiap helaan napas yang tertahan di antara mereka. Di kantor, Lola tahu betul rasanya hidup di bawah pengawasan Christian. Setiap langkah, setiap file yang ia buka, setiap keputusan kecil, selalu terasa seperti ada mata yang mengamati. Tapi di sini... di rumahnya sendiri... seharusnya Lola bisa bernapas. Namun nyatanya, tidak segampang itu. Ia ingin melawan, ingin mendorong Christian menjauh, atau menegaskan bahwa ini rumahnya, ruang pribadinya. Tapi tubuhnya seakan tak lagi berpihak. Semua keberanian itu terkubur oleh sesuatu yang bahkan tak ia paha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status