Share

Status Suamiku di Grup Facebook
Status Suamiku di Grup Facebook
Penulis: Siti_Rohmah21

Bab 1

[Kakak-kakak sekalian, saya mau tanya dan curhat boleh, kan, ya? Istri saya itu sudah berusia 35 tahun. Baru punya satu anak, tapi wajahnya udah keriput. Salahkah saya jika mencintai wanita lain? Uang belanja sudah saya berikan tiap minggu 200.000 rupiah, tapi kok nggak bisa nyisihin uang untuk beli skincare? Aneh nggak sih, Kak? Sampai akhirnya saya tergoda dengan janda belum memiliki anak, dia pandai berhias diri, baru mandang aja udah bikin jantung saya berdebar, apalagi kalau sampai jadi istri ya. Ah ingin rasanya saya menikah lagi, tapi restu dari istri pertama tak kunjung datang. Maklum istri saya ini seorang novelis, dia menghasilkan uang sendiri, jadi berat hati saya melepaskannya juga Sudah dulu ya, saya curhat jangan di screenshot ke istri saya ya, Kak.]

Status panjang itu kudapatkan dari salah seorang teman yang kebetulan satu grup di sebuah komunitas paguyuban Desa. Hati ini mencelos ketika tahu bahwa suamiku berkeluh kesah di satu grup paguyuban di desanya. 

Statusnya dihujani komentar, like yang bukan lagi hitungan jari, ribuan jempol ada di status suamiku itu. Cibiran dan makian terlontar dari beberapa penduduk F******k yang menertawakan cerita rumah tangga yang ditulis melalui akun suamiku itu.

"Halo, Len, itu benar suami kamu kan yang tadi kukirim screenshotnya?" tanya Gea, orang yang mengirimkan pesan sebua screenshot status Mas Haris, suamiku. 

"Ya, itu akun suamiku, Gea, entahlah kenapa ia tulis status seperti itu, padahal hubungan kami di rumah baik-baik aja," timpalku pada Gea. 

"Tadi aku mau tag kamu, tapi ternyata postingan sudah ditutup komentar oleh admin," sambung Gea lagi. 

"Makasih, Gea, udah perhatian dan sempat screenshot statusnya." 

"Sama-sama, aku cuma kasihan aja dengan kamu, Len, udah bantuin cari uang tapi suami malah seperti itu tingkahnya," ungkap Gea. 

"Iya, makasih ya. Aku mau mandiin Sisil dulu, assalamualaikum," ucapku mengakhiri telepon. Kemudian, sambungan pun terputus. 

Setelah menutup telepon, aku memandikan Sisil seperti biasa, anak dari pernikahanku dengan Mas Haris. Kali ini aku tidak konsentrasi dengan apa yang kulakukan, bahkan di pikiran ini selalu terbayang dengan status yang tertulis tadi. 

'Kenapa Mas Haris nulis status seperti itu? Apa benar itu tulisannya?' Aku bergumam dalam hati, masih tidak percaya dengan screenshot tadi. Mungkin karena hari-hari kami masih terbilang bahagia, jadi tidak menyangka dengan tulisan barusan. 

Usai merapikan Sisil, ia kembali main. Aku pun duduk di teras rumah sembari mengawasi pergerakan Sisil yang baru berusia lima tahun. 

Aku memang telat memiliki anak, sedangkan usia pernikahan kami sudah 12 tahun lamanya. Namun, aku tidak pernah berpikir sejauh ini, sebab Mas Haris pernah bilang bahwa aku ini bukan barang yang sewaktu-waktu terlihat membosankan. 

Tepat pukul 17.00 WIB, seperti biasa ia pulang kerja. Aku langsung masuk ke dalam, tidak menyambutnya seperti hari-hari sebelumnya. Mas Haris langsung mengekor masuk, ia bertanya ada apa denganku. Perdebatan pun dimulai, sebab saat aku melontarkan pertanyaan dengan disertai bukti screenshot, Mas Haris mengelak. 

"Ini pasti ada yang hack, ada yang bajak F******k aku, Len," kata Mas Haris mengelak dituduh dengan bukti yang ada.

"Nggak mungkin kalau bajak tahu tentang keluarga kita, sampai pekerjaanku yang jadi penulis pun tahu, kan kamu tahu sendiri aku nulis novel pun memakai nama pena, bukan nama asli!" sentakku kali ini berpikir logis, tidak mau terbuai dengan rayuannya. 

"Intinya bukan aku yang tulis! Di paguyuban desa pula, aku takkan lakukan itu, Sayang," lirih Mas Haris sekali lagi. 

Akhirnya aku memilih diam, karena tiba-tiba Sisil pulang, aku tidak mau anak satu-satunya menyaksikan orang tuanya bertengkar. 

***

Bulan tampak bersinar terang, tapi tidak seperti hatiku yang sedang dilanda kegalauan. Mas Haris mengajakku bicara di atas ranjang, setelah Sisil tertidur pulas karena kelelahan bermain seharian. 

"Aku berani bersumpah, itu bukan aku yang tulis," lirih Mas Haris. 

Aku terdiam, tidak mau beradu argumen lagi dengannya. 

"Aku tidur, Mas, kalau kamu tidak mau ngaku nggak apa-apa, bangkai akan terungkap secepatnya."

Aku menarik selimut lalu berbaring miring membelakangi Mas Haris. Geram rasanya mendapati suami menulis status di grup umum seperti itu. Meskipun ia tidak mengakuinya, tapi aku masih penasaran kenapa bisa status itu ditulis tanpa sepengetahuan suami? Jika ada hacker pun tentu Mas Haris tidak akan bisa buka akunnya di handphone miliknya. 

***

Tepat pukul satu malam, aku terbangun dari tidur pulas, aku lihat Mas Haris pun sudah tak lagi menggenggam ponsel. Namun, melihat benda pipihnya rasa penasaran pun jadi berapi-api. 

Aku duduk dengan hati-hati, lalu meraih ponselnya. Ia hapus aplikasi messenger, padahal ada pesan masuk di messenger yang tersambung dengan F******k. Akhirnya aku d******d ulang dan menautkan messenger dengan F******k milik Mas Haris.

Setelah berhasil meng-install aku membuka pesan yang belum dibuka olehnya. 'Dari Gea?' tanyaku dalam hati. Ngapain Gea inbox Mas Haris segala? Bukankah tadi dia yang mengirimkan screenshot status suamiku di grup? 

Aku penasaran isi chat yang dikirimkan oleh Gea. 

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status