Share

4. Kabur

Erta menguap, ia baru saja bangun tidur. Ia menoleh dan menyadari Sera sedang tertidur di atas meja belajarnya. Kenudian ia mencari jam di kamar Sera, masih jam 1 malam. Kemarin Sera mencurahkan banyak hal kepada Erta, mengenai betapa sendiriannya dia selama ini di rumah. Erta hanya mendengarkan hingga tanpa sadar ia tertidur. 

Erta berjalan menuju kaki Sera, kemudian menggosokkan bulu-bulunya. Sera merasakan ada sesuatu yang lembut sedikit kasar di kakinya kemudian ia membuka matanya. Dengan keadaan mengantuk, ia mengangkat kepalanya dan refleks langsung menoleh ke jam beker yang berada di meja belajarnya. 

"Ah masih jam 1," ujarnya dengan suara serak sehabis bangun tidur. Ia megalihkan pandangannya menuju kakinya dan mendapati Erta ada di sana. "Hai, Ray." Sera menyapa. 

Erta kemudian berhenti menggosokkan bulu-bulunya dan melompat ke atas kasur Sera. Sera yang mengamatinya mengangguk mengerti. 

"Kamu ingin aku tidur di kasur ya. Hahaha, baik sekali kamu." Sera mengelus-elus leher Erta. "Ya sudah, ayo tidur lagi."

Mereka pun tidur di atas kasur yang sama dengan damai. 

***

Jam 5 pagi, jam beker Sera menyala. Membunyikan suara bising yang bertujuan membangunkan Sera. Sera menyibakkan selimutnya, mengusap matanya dengan pelan, hingga akhirnya matanya membuka dan nyawanya sedikit kembali ke tubuhnya. Sera beranjak dari kasurnya dan mematikan jam bekernya. 

Dalam keadaan setengah mengantuk, Sera menuju kamar mandi yang ada di samping kamarnya sambil membawa handuk. Ia pun mandi dengan tenang, hingga ia tidak sadar belum membawa seragamnya ke kamar mandi. 

Sementara itu, Erta baru bangun jam setengah enam pagi. Ia menguap seperti biasa dan merenggangkan tubuhnya. 

Cklek. 

Pintu kamar Sera terbuka dan terlihat Sera dengan hanya balutan handuk. Erta terkejut, rasa kantuknya langsung menghilang, ia segera memalingkan pandangannya. Dalam hati, ia memerah, jantungnya berdebar dengan kencang. Rasanya berbeda saat melihat kakak-kakak perempuannya hanya menggunakan handuk. 

Sera yang melihat Erta memalingkan wajahnya, tertawa. Merasa aneh karena seharusnya kucing tidak perlu sampai sebegitunya. Sera dengan santai mengeluarkan seragamnya dan mengenakannya. Sementara Erta masih memalingkan wajahnya dengan kaku. 

Setelah Sera selesai berseragam, ia menepuk kepala Erta. 

"Ray, aku sudah selesai ganti baju." Sera tertawa kecil. "Ternyata kamu tipe gentleman ya, padahal kamu cuma kucing."

Erta menoleh ke belakang, melihat Sera yang sudah lengkap dengan seragam SMA nya. Dalam hati meruntuki mengapa ia memalingkan wajahnya, padahal ia yakin ia tidak tertarik dengan perempuan manusia. 

'Aku memang kucing, tapi kecerdasanku setara dengan manusia.' Erta membatin sambil menangis dalam hatinya. 

Sera kemudian mengambil kantong makan kering kucing dan menuangkan makanannya ke mangkok. Tidak lupa dengan minumannya juga. 

"Aku tidak lupa memberimu makan kan?" Sera mengedipkan matanya ke arah Erta. Dalam hati bangga pada dirinya sendiri karena merasa hari ini sepertinya akan sempurna dan tidak melupakan sesuatu. 

Erta hanya diam dan menguap, jujur saja ia masih mengantuk. Sera hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa bahwa kucingnya ini sangat pemalas sekali. 

Sera kemudian melanjutkan mempersiapkan menuju sekolah. Dan tepat pada jam 6, ia berangkat sekolah, sebelum itu, ia mengelus-elus Erta dan menciumnya pucuk kepalanya. Hal itu berhasil membuat Erta berdebar. 

Erta memegang kepalanya, dalam hati ia merasa panas dan berdebar. Ia merasa sangat malu sekali. Erta kemudian mendadak teringat dengan keluarganya, ia mendadak rindu mereka. 

'Seharusnya aku keluar rumah sebentar tidak apa-apa 'kan?' batin Erta. Ia pun mendorong jendela yang ada di kamar Sera yang tidak terkunci, kemudian ia keluar dari lantai dua itu. 

Erta dengan mulus mendarat di atas teras rumah Sera, kemudian Erta berjalan ke rumah keluarganya yang dekat dengan rumah Sera. 

***

Duk duk duk. 

Terdengar suara pintu didorong berkali-kali dengan keras. Vani refleks menoleh ke pintu depan rumah. 

"Indra, coba buka pintunya itu ada siapa!" Perintah Vani. 

Indra yang sedang bermain game berdecak kesal. Ia dengan malas menaruh handphone nya di atas meja dan berjalan menuju pintu depan. 

Cklek. 

Indra tidak terlihat terkejut saat melihat seekor kucing yang familiar dimatanya. 

"Kak, Erta pulang ke rumah!" Indra berteriak dengan nada malas. 

Erta dengan santai memasuki rumahnya dan langsung dihadang oleh Vani. 

"Kamu kabur ya? Kenapa kamu kabur? Kamu tau kan majikan pasti selalu merasa sangat sedih dan kehilangan saat kucingnya mendadak kabur." Vani mengintrogasi dengan nada tegas. 

"A-aku hanga merindukan keluargaku. Masa aku tidak boleh ke sini? Lagipula Sera sedang bersekolah sekarang, aku bisa pulang sebelum dia ke rumah nanti." Erta menjawab dengan kaku. 

Vani menatapnya dengan pandangan menyipit, tidak percaya. 

"Apa yang aku katakan itu benar, Kak! Lihat, telingaku tidak bergerak kan?!" Erta menunjukkan telinga kucingnya. 

Vani terdiam sejenak, kemudian mengangguk-angguk. Ia pun mempersilakan Erta masuk. 

"Jadi, bagaimana di sana?" Tanya Vani. 

"Biasa sih, aku diberi makan minum, dielus-elus..." Tiba-tiba Erta teringat kejadian tadi pagi yang membuatnya memerah. 

Vani menatap Erta dengan curiga saat Erta terlihat tersipu. 

"Kamu tidak mengintip majikanmu kan?" tanya Vani dengan nada garang. 

Erta dengan cepat mengeleng-gelengkan kepalanya, Kakak pertamanya ini memang menyeramkan. 

"Baguslah."

"Ertaaaaa!" Yetha datang kemudian segera menggendong Erta. "Bagaimana di sana? Kamu sudah jatuh cinta?"

Erta memutar bola matanya, "tentu saja tidak, aku kan sudah bilang aku tidak akan jatuh cinta pada manusia."

Yetha menatap Erta dengan pandangan 'kamu-tidak-seru', kemudian menurunkan Erta ke lantai. 

"Lantas kenapa kamu di sini? Apakah majikanmu tidak memperlakukanmu dengan baik?" tanya Yetha serius. 

Erta menggeleng-gelengkan kepalanya, "tidak, aku hanya ingin berkunjung saja, lagipula Sera lagi di sekolah."

Yetha hanya mengangguk-angguk, lalu mengelus-elus Erta. Kemudian keluarga itu pun saling bercengkrama setelah beberapa hari tidak bertemu. 

***

Tanpa sadar, matahari sudah akan tenggelam. Langit mulai berwarna oranye ke kuning. Menciptakan pemandangan yang indah bagi Sera yang sedang berjalan kaki menuju rumahnya. Sera menggumamkan beberapa lagu, terlihat sekali bahwa ia sedang senang. Di tangan kanannya ada kantung plastik berwarna hitam. 

'Ray pasti akan suka dengan jajan ini.' Sera menatap kantung plastik berwarna hitam di tangannya. 

Jalan perjalanan dari sekolah ke rumah memang melewati toko kucing, dan Sera teringat temannya, Triya, menunjukkan saat kucingnya diveri jajan dengan bentuk persegi panjang. Sera pun baru saja membeli jajan kucing di toko kucing itu dengan uang sakunga. Sera dalam hati tidak sabar untuk bertemu kucingnya. 

Beberapa langkah kemudian, Sera sampai di rumahnya. Ia mengeluarkan kunci dan membuka pintu rumahnya. 

"Aku pulang!" seru Sera dengan semangat. Ia melepas sepatunya dan buru-buru ke lantai dua menuju kamarnya. 

"Ray! Lihat apa yang kubawakan untukmu!" seru Sera sambil membuka pintu kamarnya. 

Wushhh. 

Senyuman Sera menghilang, yang ia lihat hanya kamarnya yang kosong dengan jendela dekat kasurnya yang terbuka sebelah. 

'Ma-Masa' Ray kabur?' batin Sera tidak percaya. Dalam hati ia meruntuki tidak mengunci jendela kamarnya karena ia berpikir itu tidak perlu. Ia jua tidak tau ternyata kucing bisa mendorong jendela hingga terbuka. 

"Tenanglah Sera, mungkin Ray akan kembali nanti. Mungkin ia hanya bosan hanya berada di kamar ini.' Sera mencoba berpikir positif. 

Beberapa menit kemudian, Sera mencoba menunggu. Tetapi, Sera tidak bisa tenang. Selain ia khawatir Ray akan kenapa-napa, ia juga khawatir apa yang orangtuanya akan lakukan jika tahu kucingnya menghilang. 

Sera tidak mengganti seragamnya dan langsung keluar dari rumah dengan sandalnya. Ya, ia berniat untuk mencari Ray sendiri. Tidak lupa ia mengunci pintu rumahnya. Sera dengan berjalan dengan mata yang menelisik dengan teliti, mencoba mencari kucingnya. Terkadang ia menyingkirkan beberapa semak-semak untuk mencari apakah Ray ada di sana. 

Sera rasanya ingin menangis, ia tidak tau sudah berapa lama ia mencari, tapi langit sekarang sudah gelap. Sera kemudian menyerah, ia kembali ke rumahnya. Sera tidak memiliki nafsu makan dan hanya terdiam di sofa ruang tamu, berharap Ray akan datang. 

***

Sementara itu, Erta masih bercengkrama dengan keluarganya. 

"Lho, Erta, Sera pulang jam berapa? Langit sudah gelap lho, " tanya sang Ibu. 

Erta menoleh ke arah jendela dengan panik. Benar saja, langit sudah gelap. Erra langsung bangkit dari duduknya berlari. 

"Maaf, aku pamit dulu!" Erta berlari sekencang-kencangnya keluar dari rumah keluarganya. 

Sementara keluarganya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. 

'Erta pasti lupa waktu saat mengobrol dengan kami,' batin mereka dengan tepat. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status