Share

Bab 6

Jangan heran jika aku sering bertanya duluan, karena Revan ini benar-benar pendiam yang menghanyutkan. Dibalik sikap pendiamnya, ada sisi romantis yang sering ia berikan kepadaku.

“Berarti kita sudah lulus ya?” Aku mengangguk. Merapatkan jaket, meneguk kembali segelas susu hangat yang dipesan dari warung.

“Aku sih pengen kerja di salah satu penerbit, pengen jadi editor. Terus lamar kamu boleh?” Tanyanya. Aku tersipu.

“Mau sekarang juga nggak papa,” balasku terkikik. Lagi, dia memegang tanganku. Memberikan kehangatan.

“Sama-sama terus ya?”

Aku mengangguk. Menyenderkan kepalaku di dada bidangnya.

“Sama-sama terus.”

Tengah malam aku dan Revan baru kembali ke daerah Jatinangor. Dia mengantarku pulang ke kosan. Bandung walaupun tengah malam masih tetap ramai, di beberapa tempat memang sudah sepi. Selebihnya adalah kota yang tak pernah tidur.

“Hati-hati, besok aku pulang.”

Dia mengecup dahi ku lembut dan lama. “Hati-hati, maaf aku nggak bisa nganter kamu.”

Aku memegang kedua pipinya. “Nggak papa, aku pulang bareng kak Janu kok.”

“Love you.” Sebelum mengecup bibirku singkat.

***

Hari pernikahan Tante Ris dan suaminya diadakan tepat di ulang tahunnya yang ke 40 tahun. Halaman belakang rumah Tante Ris disulap menjadi sangat indah dengan konsepnya yang sederhana. Ala pesta kebun. Para tamu dan keluarga membaur, seragam memakai baju putih. Seperti Kayla yang memakai dress selutut dengan lengan panjang serta tas dengan warna senada. Begitupun dengan Salma, sedangkan Regal dengan Nino menggunakan kemeja putih.

Di depan sana Tante Ris dan Om Bubun sibuk menyalami para tamu undangan. Cuaca sedang cerah, langit sangat biru. Garden party ini sangat meriah ketika salah satu artis papan atas tampil, para tamu undangan dan kolega Tante Ris mengelilingi panggung. Berjoged mengikuti irama.

Kayla ingin bergabung bersama yang lainnya, tetapi ia sangat malas karena begitu banyak orang dan itu membuat dirinya tak nyaman. Akhirnya dia berdiri di belakang menatap keramaian para tamu undangan yang sedang ikut menyanyikan lagu yang dibawakan oleh grup band tersebut. Di sebelahnya ada orang yang sibuk mengeluarkan rayuan mautnya untuk memikat dan menjerat para perempuan polos dengan kata-kata manisnya dan gombalan receh.

Nino dengan segala omongan manisnya merayu perempuan yang berbeda. Sudah pasti, dia memiliki segudang kontak perempuan di teleponnya.

Kalau dilihat-lihat, Nino ini tidak memiliki wajah bak artis Jefry Nichol yang banyak digilai para wanita. Tapi keahliannya merayu wanita bisa diberi penghargaan sebagai laki-laki buaya. Atau bahkan Duta Buaya Indonesia.

“Mar, kamu itu 134 buatku,” ucap Nino disamping Kayla. Dia sungguh tak peduli tempat dan waktu ketika menggombali para wanitanya. Di depan banyak orangpun dia selalu melancarkan aksinya.

Kayla hampir muntah ditempatnya. Mendelik tak suka. Gombalan Nino menurutnya sangat receh. Tidak ada sisi romantisnya.

“Apa itu kak?” Balas perempuan polos diseberang sana.

Nino terkikik sebelum menjawab, “Tak ada duanya, sayang.”

Kayla sudah muntah di depan Nino. Siap menumpuk dengan tas kecilnya.

“Najis!” Ucap Kayla tanpa suara.

“Sirik sis?” Kata Nino tanpa suara juga. Tertawa jahat. Kemudian menjulurkan lidahnya.

Daripada dia menjadi nyamuk, Kayla memutuskan untuk menelpon Revan. Sedikit menjauh dari tempat Nino tadi, duduk di salah satu deretan kursi yang telah disediakan.

Panggilan pertama tak ada jawaban, mungkin Revan sedang tidak memegang HPnya. Kayla mencoba lagi semoga panggilan keduanya berhasil, karena ia sudah tidak tahan mendengar gombalan receh Nino. Dia sendirian, Salma sedang ikut menikmati musik di depan sana. Sedangkan Rigel, entah kemana. Rigel sepertinya memang tidak menikmati pesta pernikahan ibunya.

Dia masih berharap jika Daddy dan ibunya bisa kembali bersama, tapi pilihan ada ditangan masing-masing. Sebagai anak dia tak bisa memaksakan keinginan orang tuanya.

Akhirnya panggilan itu tersambung, sekarang Kayla bisa menumpahkan perasaan rindunya pada Revan. “Hay, kemana aja kok baru diangkat?”

Revan terlihat habis mandi, kepalanya masih basah, air masih menetes di setiap ujung rambutnya berjatuhan pada dada bidang Revan yang tak tertutup handuk. “Maaf yang, aku baru beres mandi. Baru bangun,” balasnya.

Kayla mengangguk. Dia diam melihat Revan yang sedang mengerikan rambutnya, mereka ketawa tanpa ada pembicaraan. Terkadang orang jatuh cinta itu seperti orang gila, membayangkan saja bisa tersenyum.

“Kenapa?” Tanya Revan yang sudah memakai baju.

“Nggak, pengen nelpon aja.”

“Bilang aja kangen kan? Maaf ya aku nggak bisa kesana, salam kesemuanya ya, terutama Tante Ris.”

Kayla mengacungkan jempolnya. Selama setengah jam itu mereka habiskan untuk membicarakan hal-hal ringan, dari satu topik ke topik lain. Mereka juga sempat berbicara dengan orang tua masing-masing. Kemajuan teknologi memang banyak menguntungkan, yang jauh bisa menjadi dekat. Dan yang dekat semakin dekat, jangan sampai menjadi jauh.

***

See you beb

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status