Beranda / Rumah Tangga / Suami 6 Bulan Untuk Ibu Presdir / Part 8. Pergulatan Batin Vier

Share

Part 8. Pergulatan Batin Vier

Penulis: Loyce
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-26 13:58:49

Semesta seolah sedang melempari Violet dengan masalah pagi ini. Baru juga dia berhadapan dengan Hara, sekarang si brengsek Evan justru datang ke kantornya entah sedang melakukan apa. Violet terdiam untuk beberapa saat tanpa menjawab ucapan Raya. Kepalanya tiba-tiba pusing.

“Berapa meeting hari ini?” Alih-alih bertanya tentang kedatangan Evan, dia justru melemparkan pertanyaan lain.

“Ada dua meeting, Bu. Kita akan bertemu dengan perwakilan JH Grup untuk membicarakan masalah pembangunan apartemen. Di jam 11.00 pagi. Lalu, dilanjutkan bertemu dengan perusahaan iklan ERO jam 13.00 siang.” 

Itu artinya, dia masih memiliki banyak waktu luang untuk menemui Evan. Menemui Evan? Hanya dalam bayangan saja. Violet tak akan pernah melakukannya. Perempuan itu bertanya pada dirinya sendiri, apa yang sebenarnya ingin dilakukan Evan di saat seperti ini?

“Usir saja dia. Saya banyak pekerjaan.” Akhirnya penolakan itu dia gaungkan. Mengurusi Evan akan membuat harinya semakin suram. “Dan pastikan dia tak akan pernah datang lagi ke kantor kita,” perintah Violet kepada sekretarisnya. 

Raya segera keluar dari ruangan bosnya. Mengatakan kepada petugas resepsionis jika Violet tak menerima tamu. Tapi, tampaknya Evan kukuh tetap berada di sana dan akan menunggu sampai Violet menemuinya. Entah apa yang diharapkan oleh Evan, Violet bukan perempuan yang memiliki hati lapang dan mudah kasihan dengan orang-orang yang sudah menyakitinya. Maka Evan hanya terlihat bodoh di lobby kantor Violet. 

Pukul 10.00 pagi, Violet keluar diikuti oleh Raya di belakangnya. Evan yang melihat itu segera mendekati mantan kekasihnya itu. 

“Violet!” panggilnya. “Aku ingin bicara denganmu.” Ada harap yang tercetak di raut wajah Evan. “Berikan aku waktu untuk menjelaskan tentang sesuatu.” 

“Satpam!” Satu teriakan Violet membuat dua satpam yang berjaga segera mendekat.

“Ya, Bu!”

“Ingat wajah lelaki ini. Kalau dia datang ke kantor ini, usir dia segera. Kalau dia tidak menurut, kalian bisa melemparkannya ke jalanan.” Perintah Violet itu seolah di kantornya tidak ada yang mengenal Evan. Bukan lagi rahasia, siapa Evan dan Violet di masa lalu. Setidaknya, sebelum pernikahan Violet dan Vier terjadi. 

Masih menjadi tanda tanya besar untuk para karyawan di sana kenapa Evan digantikan oleh Vier saat pernikahan. Tapi, mereka belum menemukan jawabannya. 

“Violet!” Evan tampak tak terima. 

Bukan urusan Violet kalau Evan tak menerima keputusannya. Perempuan itu lantas melepaskan tangan Evan yang mencekalnya dengan kasar kemudian meninggalkan kantornya. Evan akan mengejarnya ketika dua satpam sudah memeganginya. Violet benar-benar mengabaikan lelaki itu tanpa ampun. Menganggapnya seperti botol bekas yang harus dibuang di tong sampah setelah tak pakai lagi.

Vier menyaksikan itu dengan matanya sendiri. Di lantai dua, dia berdiri menatap ke arah perdebatan Violet dan Evan. Sampai sekarang, dia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka. Tidak ada dari siapa pun yang menjelaskan kepadanya.

Deringan ponselnya terdengar. Vier mengambil benda itu di dalam saku celananya sebelum raut wajahnya terlihat murung.

‘Saya akan menunggu kamu di rumah. Malam ini datanglah!’ 

Itu adalah isi dari pesan yang baru saja masuk ke dalam ponselnya. Apa lagi ini? Begitulah yang dipikirkan oleh Vier. Sayangnya, dia tak bisa mengabaikan pesan tersebut. Maka, malam itu dia memenuhi ‘undangan’ yang dikirim kepadanya.

“Maaf, saya baru bisa datang, Pak.” Vier memulai berbicara saat berhadapan dengan seorang lelaki yang diseganinya dari dulu. 

“Tentu saja. Kamu pasti sibuk dengan istrimu. Bahkan tidak peduli dengan Hara yang terus menangis setiap malam.” Suara lelaki itu begitu berat dan penuh amarah. Raut wajah yang dulu selalu menampakkan keramahan itu berganti kemarahan. 

“Maafkan saya, Pak.” Vier seolah tak bisa mengeluarkan ucapan lain selain kata maaf berkali-kali. Kepalanya menunduk takzim. Dia tak tahu apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu setelah ini. 

“Nikahi Hara segera!” Kepala Vier yang tadinya menunduk kini mendongak untuk memastikan apa yang didengarnya. 

“Maaf?” tanya Vier.

“Sudah hampir sebelas tahun bukan? Lalu sampai kapan kamu akan terus menggantung hubunganmu dengan Hara? Hara begitu mencintaimu sejak dulu. Ingatlah apa yang pernah kami lakukan kepadamu, Vier.” 

Lelaki itu mengungkit kebaikan keluarganya yang sudah dilakukan selama ini. Vier tahu. Bukankah dia juga sudah berada di sisi Hara selama ini tanpa penolakan? 

“Saya mengerti, Pak. Tapi, saya sudah pernah mengatakan saya akan menikahi Hara setelah saya bercerai dengan Violet. Bukankah Bapak sendiri yang menyetujuinya?” 

“Lalu nanti tiba-tiba kamu akan memiliki anak dengannya dan meninggalkan Hara begitu saja?” Suara ayah Hara menginggi memenuhi ruangan. “Itu hanya akan membuat Hara sakit hati.” 

“Tapi saya tidak bisa menikah dengan dua perempuan sekaligus, Pak.” Vier mencoba menjelaskan. Jika dia melakukannya, hanya akan menambah masalah di hidupnya. 

Vier ingin sekali mengeluh. Tapi dia menahan mati-matian. Dalam dirinya bertanya, kenapa dia harus terjebak dengan dua masalah runyam seperti ini? Ingatannya tentang isi perjanjian yang dibuat bersama Violet. Lalu tentang Hara. Semua bercampur menjadi satu. 

“Kalau begitu, luangkan waktumu untuk Hara. Saya tidak ingin melihat putri saya terus menerus menangis karenamu. Kalau perlu kita harus membuat perjanjian. Punya anak atau tidak kamu dengan istrimu nanti, kamu harus tetap menikah dengan Hara enam bulan lagi.” 

Saya berpisah kamar dengan Violet.’ Vier mengatakan itu di dalam hati. Tapi tak terucap di mulutnya. Dia tak ingin ayah Hara semakin mengetahui urusan pribadinya dengan Violet. 

Vier pulang ke rumah dan melihat Violet masih duduk di ruang keluarga sambil membaca buku. Kacamata bertengger di hidung mancungnya, rambutnya yang biasa tergerai indah itu kini diikat kuncir kuda. Violet tampak cantik dengan penampilan rumahannya. 

“Abang dari mana?” tanya Violet tanpa mengalihkan tatapannya pada buku yang dibacanya.

“Ada urusan yang harus diselesaikan.” Vier duduk di samping Violet. Menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, matanya tertutup sejenak.

“Sudah makan?” Violet bertanya lagi. “Aku tadi masak. Bagian Abang masih di meja makan. Bibi akan bekerja dua hari lagi.” 

Violet terdengar cuek mengatakan semua itu. Tapi suaranya mengandung perhatian yang luar biasa. 

“Terima kasih. Tapi, kita bisa order makanan kalau memang kamu sibuk,” usul Vier. Lelaki itu menatap Violet dari samping dan untuk sejenak pikirannya menyatakan kekagumannya pada istrinya. Kecantikan Violet benar-benar alami. Jika dibandingkan dengan Hara, perbedaan itu tampak sangat jelas. 

“Aku pemilih. Jadi aku tidak suka makanan yang dipesan tidak sesuai seleraku.” Violet menutup bukunya. “Aku ke kamar dulu,” pamitnya sebelum meninggalkan Vier seorang diri.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Elin Marlina
nah kan wajar kali hara cemas baru nikah bbrpa hari aj vier udah bgitu, biasanya aku dukung prnikahan kaya gini tpi liat sifat violet yg mnjengkelkan jdi g suka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suami 6 Bulan Untuk Ibu Presdir   Part 45. Happy Ending (End)

    “Eve … Everest, lihat Bunda, Nak. Ya betul.” Melody terkadang bertepuk tangan untuk menarik perhatian Eve, bocah itu tertawa, lalu seorang fotografer melakukan tugasnya. Mengambil gambar dengan berkali-kali jepretan dan sesekali berpindah tempat untuk mengambil angle yang pas. Ini bukan pertama kalinya Eve melakukan pemotretan. Saat dia masih berusia satu bulan, Sagara sendiri yang menjadi fotografernya. Karena hari ini Sagara sibuk, jadi dia tak bisa lagi menjadi fotografer dadakan untuk si kecil Eve. Samudra yang melihat gambar dari laptop yang sudah terhubung dengan kamera, tersenyum gemas. “Assalamu alaikum.” Semesta masuk dengan membawa banyak makanan. “Ih, lucunya,” ucapnya saat menatap bocah kecil yang berada di atas sofa dengan gaun princess. Di kepalanya dipakaikan mahkota yang terbuat dari ranting pohon beserta bunga dan daunnya. “Udah dapat berapa gaun, Kak?” tanyanya pada Melody. “Ini yang terakhir. Setelah kami bertiga berfoto, lalu kita sekeluarga. Sagara ke man

  • Suami 6 Bulan Untuk Ibu Presdir   Part 44. Kebahagiaan

    Melody keluar dari mobil dengan pelan kemudian berjalan dengan pelan menuju rumah barunya. Dia tentu sudah tahu rumah besar itu saat masih ada beberapa tempat yang perlu diperbaiki. Saat masuk ke dalam lewat pintu samping, dia segera disuguhkan ruang keluarga yang luas dengan sofa besar hijau matcha berada di tengah ruangan. Samudra tak main-main saat membeli rumah untuk istri dan anaknya. Kedua saudara Samudra bahkan tidak ada yang bekerja karena Eve hari ini pulang ke rumah. Bayi yang ditunggu-tunggu kedatangannya. “Abang tahu nggak kalau kami semua akan menginap di sini malam ini?” Semesta bertanya kepada Samudra saat semua orang sudah duduk di sofa ruang keluarga. “Tahu. Bunda sudah bilang.” Ini adalah bentuk support system yang diberikan oleh keluarga Samudra kepada Melody. Bagaimanapun, Melody adalah ibu baru dan dia membutuhkan banyak dukungan dari keluarga serta sang suami. Violet sudah memberikan banyak wejangan kepada putranya itu agar menjadi lelaki yang bertanggung jaw

  • Suami 6 Bulan Untuk Ibu Presdir   Part 43. Bayi Mungil

    Hari-hari itu akhirnya berlalu. Tidak doyan makan, mengidam, bahkan morning sickness yang tadinya tidak ada jadi ada, semua telah usai. Rasa kekhawatiran yang dirasakan oleh Samudra atas kehamilan istrinya benar-benar telah berakhir. Saat itu, dia bahkan meminta tolong agar mertuanya datang untuk menemani Melody. Barangkali ibunya ada di sana membuat Melody bersedia untuk makan makanan yang dimasakkan oleh sang bunda. Sayangnya, aksi malas makannya itu tidak berubah dan bertahan sampai tiga bulan. Kini seorang bayi perempuan mungil telah lahir di dunia dengan berat 2,4kg. Masih sangat merah dan tampak lemah. Untuk sekarang, percampuran wajah kedua orang tuanya sangat kental di wajah bayi itu. Kata orang tua dulu, wajah seseorang itu akan berubah sebanyak tujuh kali sejak dia lahir sampai dewasa, dan Samudra tidak sabar untuk melihatnya. “Selamat datang ke dunia yang keras ini, Eve.” Semesta yang tadi sedang meeting bersama stafnya itu mempercepat meeting-nya setelah Samudra mengirim

  • Suami 6 Bulan Untuk Ibu Presdir   Part 42. Peran Suami

    Samudra mengangkat Melody ke dalam kamar setelah perempuan itu sudah tidur dengan lelap. Mengelus perut sang istri dengan lembut sebelum dia menyusul tidur di samping perempuan itu. Terkadang di dalam keheningan seperti ini, Samudra bertanya-tanya. Bagaimana kalau dia dan Melody tidak terjebak pada masalah yang mengharuskannya menikahi asisten pribadinya itu? Apakah mereka juga akan bersatu seperti ini, atau bahkan sebaliknya. Tapi jika dipikirkan lagi, memang inilah takdir yang memang harus dia jalani. Begitulah cara takdir mempersatukan mereka. “Mas, kita udah ada di kasur ya?” gumaman itu menyadarkan Samudra dari lamunannya. Menepuk punggung Melody dengan lembut. “Iya, kita udah di kamar. Kamu butuh sesuatu?” “Nggak ada, tapi kenapa dingin sekali?” Samudra melihat pendingin ruangan dan memastikan suhunya tidak terlalu rendah. Tapi memang masih wajar. “Mau aku matiin saja?” tanya Samudra. Dan Melody menganggukkan kepalanya setuju. Samudra melakukan yang diinginkan oleh M

  • Suami 6 Bulan Untuk Ibu Presdir   Part 41. Kebiasan Baru Calon Ibu

    Kalau Melody bukan istrinya, Samudra pasti sudah membentaknya. Sayangnya dia tak bisa melakukannya. Bagaimana mungkin dia menyakiti perempuan yang sudah dijaga seperti anaknya sendiri. Astaga, mulai lagi kan melanturnya si calon bapak muda ini. Ya lagi pula, istrinya bikin darah tinggi. Minta berhentikan mobil sudah seperti jalanan ini punya nenek moyangnya. “Nanti lagi, kalau kamu mau apa-apa, bilang dulu ya, Sayang. Seenggaknya jangan tiba-tiba begini. Bahaya.” Samudra sebisa mungkin menekan perasaan kesalnya supaya tidak keluar. “Iya, maaf,” katanya. “Di sana itu ada jajanan, aku pengen beli.” Tatapannya penuh harap dan itu membuat Samudra lemah. Mereka keluar dari mobil dan segera mendekati jajanan di pinggir jalan tersebut. Melody tampak antusias. Makanan itu benar-benar sangat menggoda dirinya. Samudra yang berada di belakang istrinya itu hanya mengikuti saja tanpa berkomentar. “Mas mau yang mana?” tanya Melody. Jajanan itu seperti jajanan Ramadhan. “Aku ingat pas puasa ka

  • Suami 6 Bulan Untuk Ibu Presdir   Part 40. Kabar Baik

    Kabar yang dibawa oleh Samudra dan Melody adalah kabar yang membahagiakan. Semua keluarga Samudra bahagia luar biasa. Violet dan Vier yang sebentar lagi menjadi nenek kakek tampak terharu. Kehidupan baik selalu menyertai mereka. Kebetulan Sagara dan Semesta pulang berbarengan. Dan mereka juga sangat bahagia. Akhirnya, mereka akan memiliki keponakan. “Apa kira-kira mereka juga kembar?” tanya Sagara tampak antusias. “Kalau iya, gen bapaknya benar-benar kuat.” “Belum bisa dilihat dong. Kalaupun iya, itu bagus. Apalagi kalau langsung cewek cowok seperti kita, itu dinamakan apa, Bang?” Semesta menunjuk Sagara. “Sekali jadi.” Sagara dan Semesta bersuara berbarengan. “Wah, kalau kita bertiga punya anak kembar, bukannya Bunda dan Ayah akan punya banyak cucu?” “Bunda nggak punya saudara. Ayah punya saudara cuma satu. Jadi kalau banyak cucu, itu akan lebih baik. Kalian kalau tua juga nggak kesepian kalau punya anak banyak.” Samudra hanya mendengarkan saja dua saudaranya berbicara tanpa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status