Share

BAB 4. AIB KAMLIA

Author: Viala La
last update Huling Na-update: 2023-07-11 18:38:07

Sore sudah hampir maghrib begini aku malah harus membukan aib Kamlia. Sebenarnya sungguh tidak tega, tapi demi masa depanku, aku harus tega. "Maafkan aku, Kamlia!" batinku.

Aku berjalan menuju kursi tamu yang terbuat dari rotan itu.

"Lebih baik kita duduk dulu," ajakku pada mereka semua.

Aku duduk terlebih dahulu, disusul ayah dan ibuku yang duduk di sebelah. Lalu juragan Siran, Isterinya dan Kamlia duduk di kursi yang berhadapan denganku. Meskipun sempit tapi masih muat.

Aku mulai dengan sedikit basa-basi pada mereka, "Sebelumnya aku minta maaf! Bukan maksudku melakukan ini semua. Hanya saja ke adaan memaksaku."

Aku mengeluarkan ponsel. Dari tatapan mereka aku tahu mereka semua sangat penasaran dengan apa yang akan aku sampaikan. Tapi mereka masih diam seribu bahasa, membuatku menambah sedikit kata-kataku.

"Aku sangat senang Kamlia menginginkan aku menjadi suaminya. Tapi aku tidak bisa, karena seseorang memberitahuku satu hal yang membuat aku harus menolak menikahi Kamlia!"

"Cepatlah! Kau tak perlu bertele-tele!" Juragan Siran sudah sangat penasaran ternyata.

Aku memencet ponselku, lalu memutar rekaman percakapan diponsel itu. Tadi malam aku menelepon Robi, ia adalah mantan kekasihnya Kamlia. kami berteman sedari dulu. Jadi dengan sangat enteng Robi menceritakan aibnya padaku. Sekarang aku manfaatkan aibnya demi diriku sendiri. Maafkan aku Rob!

Suara Robi terdengar dari ponselku, ["Aku sangat mencintai Lia, tapi aku sungguh sangat kecewa padanya! Bisa-bisanya dia memilih menggugurkan janin itu padahal aku siap bertanggung jawab!"]

Semua mata melihat pada Kamlia sekarang. "Apa itu, Lia?" salak Juragan Siran.

Juragan Siran terlihat mulai marah. Tatapannya nyalang, tapi ia masih bisa mengendalikan emosinya.

"Aku tidak tau, Ayah!" elak Kamlia sambil menggelengkan kepalanya.

Wajah polosnya membuat Juragan Siran mengalihkan tatapannya, aku mulai khawatir. Aku takut jika rencanaku ini tidak berhasil, tapi aku rasa 99% akan berhasil.

Sekarang Juragan Siran menatapku. "Apa itu, Al?"

Aku pun melanjutkan rekaman itu. ["Iya! Dia memilih pergi ke kota alasan kuliah, di sanalah ia menggugurkan janin kami, aku sangat menyesalinya! Ia bilang ia belum sanggup memilki anak! Sungguh wanita yang kejam sekali!"] sambung Robi.

"Itu adalah suara Robi! Seperti yang juragan tau, saat SMA dulu mereka pacaran. Ternyata telah melewati batas. Sekarang aku menolak Kamlia dengan alasan itu," jelasku langsung ke intinya.

"Tidak! Itu tidak benar!" Kamlia terlihat panik, tapi dari gelagatnya ia tidak pandai berbohong.

"Lia, bilang pada Ibu itu tidak benar!" pekik Anita, ibunya Kamlia.

"Ibu, itu tidak benar! Robi masih sangat mencintaiku, makanya dia memfitnahku! Aku mohon percayalah padaku!" Kamlia meminta bantuan pada ibunya. Wanita itu mulai meneteskan air mata, ia seperti korban yang paling tersakiti.

Ayah dan ibuku tak mampu berucap apa-apa, mereka hanya diam.

"Kau bisa membuktikannya, Al?" tantang Juragan Siran padaku.

"Bisa! Kita bisa ke rumah sakit! Dokter akan memberitahu apakah Kamlia masih ting-ting atau sudah-" Aku tidak melanjutkan ucapanku. Mereka pasti tahu sambungannya.

"Baik, nanti habis Maghrib kita ke rumah sakit," putus Juragan Siran.

Ia sungguh pria yang bijak, Juragan Siran tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan. Tak aku sangka ia tidak memarahiku, sempat aku berpikir akan dimarahinya, ternyata tidak. Aku punya harapan yang besar dalam pembuktian nanti.

"Jika Kamlia terbukti masih ting-ting! Artinya kau dan Robi sengaja memfitnahnya. Aku tidak akan memaafkanmu! Kau harus menikahinya malam ini juga," tekan ibunya Kamlia.

"Aku setuju!" jawabku singkat.

Aku melihat kedua orang tuaku, lalu berbicara pada mereka, "Ayah, Ibu! jika Kamlia terbukti, maka kalian harus merestuiku dengan Kinanti."

Aku bicara serius pada kedua orang tuaku. Tak aku pikirkan lagi tanggapan Juragan Siran atau yang lainnya. Ayah dan ibuku mengangguk begitu saja.

Adzan maghrib berkumandang, kami sholat di mesjid terdekat dengan rumahku. Setelah selesai sholat, kami berkumpul kembali di ruang tamu.

"Ayo! Sebaiknya kita segera berangkat ke rumah sakit," ajakku yang sudah tidak sabar membuktikannya.

Semuanya sudah berdiri kecuali Kamlia. Ia masih duduk termenung di kursi rotan. Aku tau apa yang ia pikirkan, semakin ia terlihat khawatir dan tidak berdaya, semakin aku yakin Robi bicara benar.

"Ayo, Lia!" ucapku lembut.

Ia menatapku, lalu menggeleng seakan meminta pertolongan padaku. Tapi apa yang bisa aku lakukan untuk menolongnya. Aku sendiri sedang menyelamatkan hidupku dari jeratannya.

"Ayo, Lia! Kita buktikan jika kau di fitnah Robi!" Ibunya mengajak Kamlia untuk segera berdiri.

Tanpa aku sangka, Kamlia langsung bersujud di kaki ibunya. Ia menangis sejadi-jadinya, sambil berkata dengan lirih, "Maafkan Lia ibu ... maafkan Lia."

Mata Juragan Siran membulat sempurna seperti hendak keluar dari cangkangnya. Ia pasti paham arti tindakan Kamlia itu. Juragan Siran menarik tangan anaknya lalu melayangkan sebuah tamparan yang sangat keras. Kamlia pun menjerit. Aku merinding melihat kemarahan Juragan Siran.

"Ampun ayah! Ampun!" Kamlia memegang pipinya yang memerah, terlihat jelas bekas jari-jari tangan juragan Siran di sana.

"Kau! Kamlia! Berani sekali. Wanita hina!" Juragan Siran melayangkan beberapa kali lagi tamparan.

"Sudah ayah, sudah!" Ibunya Kamlia menangis sejadi-jadinya.

"Ini hasil didikan mu? Anita!" Juragan Siran juga melayangkan tamparan di wajah isterinya.

Aku sungguh tidak tega melihatnya. Akhirnya aku berinisiatif menengahi kemarahan juragan Siran.

"Maaf juragan, maafkan saya! Saya tidak bermaksud melakukan ini semua!" Aku menundukkan kepalaku, menghindari tatapannya.

"Kau!" Juragan Siran menunjuk tepat di depan wajahku, "sudah melakukan hal yang benar."

Juragan Siran pergi keluar dari rumahku, tanpa berkata apa pun kepada kedua orang tuaku. Kamlia dan ibunya yang masih dipenuhi air mata menyusul Juragan Siran. Menyelesaikan masalah di rumah mereka sendiri itu jauh lebih baik.

Aku kembali duduk di kursi rotan, ingin menagih persyaratan yang mereka setujui tadi.

"Ayah, Ibu! Apa kalian masih ingin menjodohkan aku dengan wanita seperti Kamlia? Dia bahkan tega membunuh anaknya sendiri." Aku menggelengkan kepala atas perbuatan Kamlia.

"Ibu akan mencarikan wanita lain!" kekeh ibuku.

"Oh ... tidak bisa! Tadi kalian sudah menerima persyaratanku. Kalian akan merestuiku dengan Kinanti jika Kamlia terbukti bersalah."

"Kau masih muda, masih bujang! Ibu mohon jangan menikahi janda beranak dua itu!" kekeh ibuku untuk menolak Kinanti.

"Aku lebih memilih janda yang statusnya jelas. Dari pada pilihan ibu, gadis tapi janda!" sindirku.

Ayah dan ibu terdiam. Mereka mempermasalahkan Kinanti yang statusnya janda. Tapi malah menyodorkan Kamlia yang gadis tapi janda. Yang paling tidak termaafkan adalah, ia juga tega membunuh darah dagingnya sendiri, sungguh aku tidak akan pernah menikahi wanita seperti itu.

Tiba-tiba adikku Neysa datang dan bicara, "Sudahlah, Ayah, Ibu! Dari tadi aku mendengarkan perdebatan ini dari dalam kamarku! Status janda bukanlah hal yang harus dijauhi."

Aku tidak menyangka Neysa bicara seperti itu. Aku pikir ia tidak keluar kamar karena tidak tahu perdebatan ini. Ternyata diam-diam dia menyimak dari dalam kamarnya.

"Baik! Ayah akan merestuinya! Tapi jangan ajak Kinanti tinggal di rumah ini. Kami tidak menyukai anak-anak!" Ayah pergi ke kamarnya begitu saja, sambil memijat kepala yang mungkin terasa pusing.

"Terima kasih, Ney! Kau memang adikku yang paling aku sayang!" Aku mendekatinya dan mengapitnya di ketiakku.

"Ihhh ... Abang sudah mau nikah juga! Masih aja jorok!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (11)
goodnovel comment avatar
Roro Halus
lampu ijo nih, gass poll alfaa
goodnovel comment avatar
Allyaalmahira
akhirnya dapet lampu ijooo
goodnovel comment avatar
Baby Yangfa
yey Alfa boleh nikah sama Kinanti
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 106. TAMAT

    Aku telah sampai di rumah, sama seperti tadi, Mixi masih tertinggal di belakang. Aku segera memarkirkan motor dan masuk ke dalam rumah. Aku tidak sabar ingin menyampaikan berita ini pada Kinanti."Assalamualaikum, Sayang!" Aku mengucap salam dan langsung mencari keberadaan istriku.Beberapa saat ia belum juga muncul, aku bergegas mencarinya ke dapur, eh malah tidak ada!"Sayang!" panggilku lagi.Tak lama suaranya muncul dari dalam kamar. "Iya, Bang!"Aku langsung menyusulnya, kami hampir bertabrakan di sekat pembatas ruang tengah dan dapur. "Astaghfirullah!" Aku terlonjak kaget."Hei, Abang ada berita bagus buat kamu!" Aku melangkah semakin mendekatinya dan menarik tangan istriku untuk duduk di sofa ruang tamu.Begitu panjang cerita yang akan aku sampaikan hingga kami harus duduk. Aku begitu bahagia mengetahui kalau benda itu bukanlah milik Mixi.Kami baru saja mendaratkan bokong di sofa, terdengar salam Mixi dari pintu, "Assalamualaikum!"Kami menoleh bersamaan dan menjawab salam jug

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 105. SEBUAH KEBENARAN

    Pagi ini aku ingin pergi ke sekolah Mixi, apa yang dilakukan anak itu harus aku selesaikan. Dia harus tetap bersekolah hingga ujian akhir walaupun semalam telah resmi menikah.Setelah sarapan aku sudah siap untuk pergi, tapi anak itu sama sekali belum bersiap. Aku lupa memberitahu Mixi kalau aku akan ke sekolahnya hari ini. Al hasil aku harus menunggunya bersiap dan kami berangkat agak siang dengan motor masing-masing.Aku telah sampai dan melihat jam di pergelangan tanganku. "Sudah pukul 09.00," gumamku.Aku memarkirkan motor lalu memandang ke belakang mencari keberadaan Mixi. Beberapa menit aku menunggu, akhirnya anak itu sampai juga."Cepatlah!" desisku.Aku berjalan terlebih dahulu, gadis itu berjalan pelan di belakangku terdengar kakinya seperti diseret. Aku memutar badan dan bicara padanya."Kau, cepatlah sedikit, dasar anak bandel!" Aku masih terus menghardiknya karena aku tak habis pikir dengan kelakuan anakku itu.Mixi tak berani menatapku, ia terus menunduk sepanjang jalan. A

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 104. PERNIKAHAN MIXI

    "Kenapa?" sentak Erhan."Karena kau non muslim!" tunjukku.Seketika aku merasa menemukan jalan buntu. Aku tidak mau Mixi menikah dengan seseorang yang beda keyakinan. Di satu sisi aku tidak mungkin diam saja saat mereka sudah melakukan hal di luar batas.Erhan berdehem, "Hmm, kalau itu Abang tidak perlu khawatir, aku sudah mualaf kok!" ungkapnya sambil cengengesan.Pemuda ini benar-benar ajaib, sama sekali tidak ada risau di wajahnya, walaupun babak belur ia tetap terlihat happy. Hal itu berbanding terbalik dengan gadis yang duduk di sampingnya, Mixi hanya menunduk, sama sekali tidak happy."Kapan?" tanyaku singkat."Dua bulan yang lalu! Kalau Abang tidak percaya silahkan telpon Ustad Habibi, beliau yang sampai saat ini masih membimbing saya," tutur Erhan.Pemuda itu mengeluarkan ponsel dari saku celana. Ia mengulurkan padaku memintaku menelepon ustad yang ia maksud.Aku sungguh tidak kenal dengan ustad Habibi itu, dari pada aku menghubungi orang yang tidak aku kenal, lebih baik aku te

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 103. TERTANGKAP BASAH

    Pikiranku mendadak kacau, aku ingin segera berbicara dengan Mixi. Aku langsung mengendarai motor dengan kecepatan maksimal. Aku tidak jadi menjemput Kinanti, acara jalan-jalan berdua terpaksa batal, lain kali saja!Sampai di rumah aku melihat motor yang tidak aku kenali terparkir di depan teras. Namun, suasana rumah terlihat sangat sepi dan pintu rumah juga masih ditutup."Motor siapa, ya?" tanyaku dalam hati. Siapa yang sudah pulang? Apa salah satu dari anak-anak?Mendadak perasaanku menjadi tidak enak. Aku langsung teringat dengan cerita Bu Er tentang pemuda ganteng yang diajak Mixi ke sekolah, mungkinkah itu—. Berarti Mixi di dalam dengan pemuda itu? Berdua saja? Aku harus selidiki, aku tidak ingin diperbodoh.Aku langsung membuka pintu perlahan agar mereka tidak mengetahui aku pulang. Rencana menyergap mereka diam-diam sudah tersusun di otakku. Begitu pintu terbuka aku terbelalak terkejut dengan apa yang aku lihat."Astaghfirullah, ternyata ini kelakuan kalian?" teriakku yang lang

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 102. KARET PENGAMAN

    Hari sudah pukul empat sore. Tinggal satu motor saja yang belum dibenarkan, biarlah menjadi tugas Parto buat nambah gaji karyawanku itu. Eh iya, Parto bukan hanya karyawanku, ia juga adalah suami Tiani.Aku memilih pulang ke rumah."To, Abang pulang dulu, ya! Yang ini masih amankan?" pamitku sambil menunjuk motor yang masih belum dibenarkan."Aman, Bang! Sebentar saja siap tu!" balasnya.Sampai di rumah ternyata sangat sepi tidak ada siapa-siapa, aku lupa kalau sedari pagi isteriku di tempat tetangga yang sedang hajatan. Sedangkan Mixi, Yura dan Uwais belum pulang, pasti mereka masih belum selesai les. Aku duduk di depan teras tanpa membuka pintu, malas masuk rumah kalau tidak ada siapa pun begini.Aku teringat sudah lama tidak jalan-jalan berdua dengan isteriku. Akhirnya aku mengirim pesan singkat untuk menjemputnya, "Yang, sudah selesai? Abang jemput sekarang?"Beberapa saat menunggu, tidak ada balasan dari Kinanti. Mungkin ia sedang sibuk dan tidak menyadari aku mengirim pesan. "Ya

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 101. LIMA TAHUN BERLALU

    Aku mengambil sertifikat itu lalu bicara pada Miko, "Sudah terbayar 'kan nazar lo?"Miko mengangguk, ia terlihat tersenyum puas setelah berhasil membuatku menerima sertifikat pemberiannya.Miko bahkan memeluk ku. "Lo emang teman gue dunia akhirat, Al! Lo nggak hanya menyelamatkan harta gue di dunia tapi juga di akhir kelak. Makasih ya, Bro!!!"Ia lalu menepuk-nepuk pelan punggungku. Ya, ya, biarkan saja begini untuk beberapa menit ke depan. Begitu bahagianya Miko telah berhasil membayar nazarnya. Aku menikmati momen ini, aku juga bahagia melihat temanku bahagia.Setelahnya aku mengambil tangan Miko dan meletakkan kembali sertifikat itu. "Sekarang gue mau nitip sertifikat ini lagi sama lo!""Eh, apaan? Nggak bisa gitu, Al!" protesnya. Miko tidak mau memegang surat berharga itu hingga jatuh ke lantai begitu saja.Turun sudah harga diri sertifikat sebagai barang berharga karena ulah kami yang saling menolak keberadaannya. Padahal ia begitu sangat berharga, disaat yang lain rela membunuh s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status