Share

BAB 3. ADEGAN PEMAKSAAN

"Cantik dari maren kemaren kok, Juragan!" Aku langsung meralat ucapanku.

Tak terbayang apa jadinya jika tadi aku keceplosan menghina Kamlia di depan ayahnya. Aku pasti langsung jadi daftar menu buat ular piton peliharaan Juragan Siran. Aku jadi bergidik ngeri membayangkannya.

Tak lama ibu Kamlia datang dengan tiga gelas juice jeruk, minuman di rumah orang kaya memang berbeda dengan minuman di rumah rakyat jelata. Di rumahku hanya ada teh yang selalu menjadi andalan menyambut tamu.

"Terima kasih, Tante!" ucapku ketika ibunya Kamlia meletakkan juice jeruk di depanku.

"Silahkan diminum ya, Nak Al!" Ibu Kamlia juga ramah banget padaku.

Juragan Siran dan isterinya ikut duduk mengelilingi sofa mewah itu. Mereka hendak memulai pembicaraan serius. Kamlia sibuk senyum-senyum mencuri pandang ke padaku. Aku meniup nafas pelan agar diberi kesabaran.

Juragan Siran memulai percakapan di antara kami, "Semalam Lia bilang, Nak Al sudah setuju dengan perjodohan ini."

Aku jelas terkejut dengan apa yang disampaikan Juragan Siran, bagaimana bisa Kamlia menyampaikan berita bohong seperti itu ke pada kedua orang tuanya. Aku memandang Kamlia dengan kesal. "Dasar ulat bulu beracun," batinku.

Pantas saja sedari dari tadi Juragan Siran sangat ramah padaku, itu karena pengakuan sepihak dari Kamlia. Percuma saja sekolah tinggi, baca pesan singkat saja dia salah mengartikan. Aku cuma bilang saya akan datang, bukan saya sudah setuju. "Aduh nambah masalah saja nih ulat bulu," batinku.

"Bagaimana, Nak Al? Kapan kami dan kedua orang tuamu bisa bertemu?" sambung Juragan Siran.

Dari sorot matanya terlihat harapan yang besar. Ayah mana yang tidak ingin anaknya bahagia, termasuk Juragan Siran. Bagaimana pun caranya ia pasti ingin melihat Kamlia bahagia.

Pembicaraan langsung dan tanpa basi basi, aku harus jawab apa? Niatku datang untuk membujuk Kamlia membatalkan perjodohan ini. Tapi malah disambut Juragan Siran dengan pertanyaan yang langsung pada intinya. Mereka bahkan tidak memberi kesempatan aku untuk ngobrol berdua dengan Kamlia.

Seandainya aku ada waktu untuk bicara berdua dengan Kamlia, aku ingin menjalankan rencanaku dan membuat Kamlia sendiri yang membatalkannya. Tapi ya sudahlah, sekarang saja aku sampaikan di depan kedua orangtua Kamlia.

"Sebelumnya saya minta maaf, Juragan dan Tante!" aku menjeda ucapanku sesaat. Aku menarik nafas sambil memikirkan kata yang halus untuk menolaknya.

"Kamlia wanita yang sangat cantik dan berpendidikan. Dia sama sekali tidak pantas bersanding denganku! Jadi aku putuskan untuk tidak melanjutkan perjodohan ini," ucapku tegas.

"Apaa!" Teriak juragan Siran, wajahnya memerah tangannya juga mengepal.

Kamlia yang duduk di sebelahku juga terkejut, ia langsung menangis. "Kenapa bicara seperti itu, Bang?"

"Kau tidak boleh membatalkan rencana ini. Kamlia sangat mencintaimu, aku tidak akan biarkan anakku patah hati," ucap juragan Siran sambil menggebrak meja, tatapannya seperti siap membakarku hidup-hidup.

"Maaf juragan, tapi saya tidak bisa!" tukasku.

"Sekarang saya akan pergi kerumah orang tuamu untuk menentukan tanggal pernikahannya. Tidak boleh ada kata tidak! Ayahmu punya hutang padaku," jelasnya.

Juragan Siran langsung berdiri, ia memegang tangan Kamlia dan berjalan cepat menuju pintu. "Kita langsung ke rumah orang tuanya Alfa," putus Juragan Siran.

Aku mematung sesaat melihat adegan pemaksaan ini. Aku mengatakan penolakan, tapi Juragan Siran malah ingin menentukan tanggal pernikahan. Anak sama bapak sama saja. "Ya Allah kuatkan hamba, hamba ingin Kinanti," doaku dalam hati.

Aku dan ibunya Kamlia bergegas keluar rumah menyusul mereka. Mereka sudah masuk ke dalam mobil. Ibunya Kamlia juga berlari kecil segera masuk ke dalam mobil. Mereka sama sekali tidak mempedulikan aku yang masih di belakang.

Mobil itu berangkat. Aku masih mematung di teras, melihat mereka sampai menghilang dari pandangan. Pintu rumah bahkan tidak mereka tutup, biarlah aku yang menutupnya, dari pada maling masuk malah aku nanti yang di tuduh.

Setelah selesai menutup pintu, aku teringat wanitaku, semua akan aku hadapi demi dirinya. Aku mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan ke pada Kinanti, "Kinan, bantu Abang dengan doamu!"

Aku menyimpan ponselku kembali, karena Kinanti pasti tidak akan membalasnya, yang penting dia tahu aku sedang berusaha. Aku pun menaiki motor, menyiapkan mentalku menghadapi kemarahan ayah dan ibu di rumah nanti.

Aku sampai di rumah, dari teras sudah terdengar Juragan Siran meneriaki ayahku, "Anakmu Alfa berani sekali menolak perjodohan ini. Aku nggak mau tau Eman! Pernikahan mereka harus dilaksanakan. Segera!"

Aku bergegas masuk. Semua mata melihat ke arahku. Ayah pun berjalan mendekatiku lalu melayangkan sebuah tamparan di pipiku. Seketika pipiku terasa panas.

Ayah menunjuk tepat di wajahku sambil berkata dengan marah, "Berani sekali kau, mengambil keputusan sebesar ini!"

Ingin sekali rasanya aku membalas tamparan itu, tapi aku masih menghargainya sebagai ayahku.

"Bukankah sudah aku bilang kemaren! Aku tidak bisa menikahi Kamlia," ucapku dengan lantang.

Sekarang juragan Siran berjalan mendekatiku.

"Kalau aku tidak membantu Ayahmu dulu, mungkin kau tidak pernah ada di dunia ini!" ujar Juragan Siran mulai mengungkit hutang budinya ayah.

"Iya, Alfa! mengertilah!" ucap ayah memelas padaku.

"Sapi-sapi itu mati sebelum ayah dan ibu menikah! Aku tidak ada sangkut pautnya dengan sapi-sapi sial*an itu!" protesku.

"Jelas kau ada hubungannya. Jika Juragan Siran tidak membantu Ayah membayar hutang, maka ayah dan ibu tidak akan jadi menikah dan kau tidak akan pernah ada di dunia!" jelas ayahku sambil menatap mataku.

Mereka memang pernah bercerita padaku, tentang masa lalu ayah saat masih bujang dulu. Beberapa bulan sebelum menikahi ibu, ia menjaga sepuluh ekor sapi untuk dirawat sampai hari raya kurban. Namun saat dalam pengawasan ayah sapi-sapi itu meninggal karena memakan rumput yang beracun.

Ayahku tidak mampu menggantinya hingga penjara menjadi pilihan, rencana pernikahan mereka terancam batal. Tepat di saat hari raya kurban datang, Juragan Siran membantu ayah mengganti sapi-sapi itu, karena mereka berteman baik.

Seandainya Juragan Siran tidak membantu ayah waktu itu, mereka pasti tidak jadi menikah lalu aku tidak akan lahir ke dunia. Oleh sebab hutang budi itulah aku harus menikahi Kamlia.

"Aku mungkin akan lahir dari orang tua yang lain," elakku.

"Astaghfirullah, Nak! Apa yang kau bicarakan? Kau menyesal jadi anak kami?" Ibu menangis menutup mulutnya.

Aduh ... kenapalah ibu harus menangis, bukankah memang benar yang aku katakan. Jika dulu mereka tidak jadi menikah, jika Allah berkehendak aku bisa saja lahir dari pasangan yang lain. Bukan maksudku menyesali telah lahir dari mereka, bukan itu.

"Maaf, Ibu! Aku tidak mengatakan aku menyesal jadi anak kalian!" sanggahku.

Aku memandang mereka semua bergantian, lalu berkata, "Sudahlah! Jika kalian terus memaksaku menikah dengan Kamlia, maka dengan terpaksa aku akan menunjukkan sesuatu."

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Allyaalmahira
Semakin buat penasaran.. lanjut ah
goodnovel comment avatar
Baby Yangfa
penasaran yang mau ditunjukkan Alfa apa ya?
goodnovel comment avatar
Saraswati_5
aku penasaran sama apa yang di tunjukin Alfa? semoga dengan itu Alfa nggak usah nikahi kamlia
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status