Share

Bab 2

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-12 14:21:49

Dada ini semakin sesak.

Lelaki yang pernah aku dampingi dari saat kost dulu sampai mempunyai rumah tiga ini seperti lupa sejarah. Depot yang dipegang Nayna-istrinya yang sekarang itu-adalah tempat yang aku besarkan. Dulu aku dan Mas Aditya berjuang bersama. Dia berbisnis jual beli mobil, setelah terkumpul uang aku gunakan untuk membuka rumah makan. 

Namun, uang ternyata tidak menjamin kebahagiaan. Bukannya membuat orang kenyang, tapi justru membangkitkan dahaga yang tidak berujung.

Saat uang di tangan, Mas Aditya justru lupa daratan. Berdalih aku tidak mampu memberinya keturunan, dia membawa Nayna-wanita lain dalam keadaan perut besar.

Saat itu aku benar-benar jatuh sejatuh-jatuhnya. Aku yang memilih mundur, seperti tentara yang kalah perang dan dilucuti rasa tanpa sisa. Dan, itu menjadi pilihanku-melepas semuanya dan berjuang memulai hidup baru. Termasuk semua yang sudah kami perjuangkan bersama-Depot Sari Rasa-yang sekarang dikuasai Nayna.

Bagiku ini tidak sekadar penghianatan, tapi juga sikap yang tidak menghargai keberadaanku. Sebenarnya aku tidak masalah kalau di bicara di depan, "Laras aku memerlukan keturunan. Karena kamu tidak mampu, jadi maaf aku akan mencari perempuan lain."

Pasti dengan senang hati aku mengatakan, "Silakan. Kalau begitu kita berpisah baik-baik seperti rekan usaha pada umumnya."

Itu kalau dia bersikap seperti itu. Ini justru dengan pongahnya dia membawa wanita yang sudah berperut besar dan memamerkan hasil karyanya.

Saat aku tuntut perceraian justru berkata, "Aku tidak akan menceraikan kamu. Bagaimana pun kamu adalah istriku. "

"Istri?" Kala itu aku tertawa miris. Tepatnya mentertawakan diriku yang bodoh menyerahkan hidup pada laki-laki ini. "Kalau aku masih kamu anggap istrimu, seharusnya kamu berpikir seribu kali untuk menyakitiku. Ini malah tidur dengan wanita lain."

"Dek Laras. Laki-laki seperti itu sudah biasa. Punya istri lebih dari satu. Apalagi seperti aku yang cukup harta. Kamu harus menerima sebagai wanita, Dek. Toh, kamu tetap menjadi istri pertama yang mempunyai hal lebih, kan? Apa kurangnya aku? Janji, aku akan beri jatah bulanan kamu dua kali lipat dari Nayna."

Sungguh aku sakit hati. Harga diriku sebagai wanita terusik. Aku merasa seperti obyek yang bisa dibeli dengan uang. Seakan-akan rasa sakit ini bisa terlunaskan dengan janjinya itu.

"Mas Aditya, menjadi suami itu tidak sekadar mempunya kewajiban memberi uang. Nafkah batin__"

"Oh itu masalahnya," sahutnya sambil mengangguk-angguk dan mengerlingkan mata. "Nafkah batin. Ya udah jatah aku tidur di kamarmu lebih lama. Gimana?"

Aku mendengkus. Berbicara belum selesai tapi sudah dipotong. Salah lagi.

"Bukan itu maksudku."

"Trus?"

"Hatiku tidak rela dipoligami. Lebih baik aku mundur. Pokoknya aku minta cerai!" seruku dengan nada keras. Dada ini dipenuhi kekesalan yang tertahan. Aku mengepalkan kedua tangan erat-erat,  sambil menatap senyumnya yang mengejek.

"Dek Laras. Kalau kamu minta cerai dan meninggalkan aku, terus siapa yang mengurus depot? Siapa yang membuatkan aku makanan dan kopi?"

"Lah, ya istri barumu, dong. Kenapa kamu menuntutku ini dan itu sedangkan kamu seenaknya menyakiti aku? Aku tegaskan lagi, aku minta cerai!"

"Kamu ini tidak bisa diajak bicara, ya." Senyum di wajahnya mulai menghilang terganti dengan aura gelap dengan kedua alis mata bertaut. "Jadi kamu tetap minta cerai?"

"Iya!" sahutku sambil menatap matanya dengan tajam. Memberi tantangan kalau aku bukan wanita yang bisa dimanfaatkan lagi. 

"Aku akan ceraikan kamu, tapi seperti dulu kamu bukan siapa-siapa dan tidak mempunyai apa-apa. Kalau kamu tidak terima, aku akan bayar seribu pengacara untuk mengalahkan kamu."

Saat itu aku menyadari. Kecurangan yang dia lakukan bukan diniatkan dalam waktu dekat. Dia merencanakan dengan mengambil alih semua aset menjadi namanya. Begitu juga tabungan semua atas nama dia. Ternyata dia mempunyai tujuan untuk menikah lagi, tetapi mengikatku dengan kendali yang sudah di sepenuhnya di tangannya.

Sebenarnya bisa aku ngotot menuntutnya. Toh katanya ada pembela yang bisa membantu untuk orang yang tidak mampu. Namun, aku memilih melepaskan semua ini dan memulai dari nol. Daripada bertarung dan nanti justru membuang banyak energi.

Berbekal rumah warisan dari orang tua ku yang sudah meninggal ini lah, aku mengawali. Tempat tinggal yang sebelumnya disewakan, aku ambil alih. Ada beberapa perhiasan yang lolos dari incarannya yang aku jadikan modal untuk memulai bisnis ini.

Aku yakin pelangganku akan mencariku. Karena saat membesarkan depot yang dipegang istri mantan suami itu semua resep adalah dariku. Berawal dari menerima pesanan online, aku mendapat pelanggan tetap. Salah satunya kantor kecamatan. Sekarang aku mulai percaya diri dengan tempat yang kuberi nama, 'Dapur Laras.' Sengaja aku meletakkan namaku, supaya tidak diambil alih lagi oleh orang lain. 

"Mau, ya. Jadi istriku lagi." Suara berat itu terdengar dekat di telinga. Meluruhkan kenangan pahit yang berkelebat barusan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 39

    "Tunggu sebentar," ucapnya setelah menggerutu. Dia beranjak dan keluar dari kamar. Kembali aku tersenyum sambil menggelengkan kepala. Mataku tertuju pada tirai yang begerak-gerak terkena angin pendingan ruangan. Perlahan aku singkap tirai berwarna hijau tosca, terhalang vitras warna senada nampak taman yang dilengkapi kandang burung berukuran besar."Pantas saja suara burung terdengar jelas," gumamku sambil melongokkan kepala pada jendela kaca berukuran lebar ini. Burung-burung itu bergerak dengan leluasa. Aktif seperti gembira menyambut pagi. Berukuran kecil dan berwarna-warni. Indah. "Kalau mau keluar, lewat sini." Aku menoleh. Tanpa aku sadari ternyata Mahendra sudah kembali ke kamar. Dia membuka tirai hijau itu lebar-lebar. Ternyata di sebelah pinggir itu pintu yang terbuat kari kaca juga. "Tamunya sudah pergi?""Sudah. Tadi anak-anak karang taruna minta iuran untuk Agustusan. Sini," serunya lagi sambil menarik tanganku.Mataku terbelalak melihat ke kanan dan ke kiri. Ternyata

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 38

    Dalam kungkungannya, kami saling bersitatap dalam diam. Rasanya aku ingin segera tenggelam dalam tatapannya yang sendu ini. Seakan sepakat, dia mulai menyentuh dan aku pun memberikan keleluasaan. "Kamu tahu tidak, sejak di Bali aku kangen banget sama kamu," bisiknya saat mengambil jeda. Tangannya membelai tanpa melepas tatapan. "Iya? Bukankan di sana banyak wanita sexy berbikini." "Justru itu. Yang bikin aku tambah kangen. Mau cium dan peluk tapi kamu tidak ada. Seperti ini," ucapnye sebelum mengutip napas. Memberi sentuhan yang menjadikan tidak ingin berhenti. Satu persatu yang dikenakan pun tanggal. Mulai jaket, kemudian kancing pun satu persatu lolos, begitu juga penutup atas lepas dari kaitan. Kebutuhan orang dewasa mulai menunjukkan keberadaannya. Melepaskan diri dari akal sehat dan justru menuntut menenggelamkan diri lebih dalam. "Jangan..." Suaraku mencicit tapi tersapu dengan dengkusan. Dia yang menuli, sudah bermain di atasku. Tangan ini yang sempat mencekal, jus

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 37

    "Apa seperti ini gaya hidup orang kota?" gumamku. Pandangan mata ini mengikuti langkah pasangan yang berlalu di depanku. Wanita yang tadi mencium Mahendra itu bergelayut manja pada lelaki yang berpenampilan bak model. Mereka seperti pasangan artis. Si wanita dengan sepatu tinggi berwarna merah dan baju sexy yang menunjukkan body seperti peragawati. "Terus apa maksudnya dia mencium pacar orang? Apa mungkin itu hanya say hello seperti di film-film itu, ya?" Rasanya lega. Ternyata wanita itu bukan siapa-siapa. Mungkin aku harus memperlebar sudut pandang supaya tidak selalu mencurigai kekasihku itu. Kembali aku menelisik penumpang yang keluar dari pintu kedatangan. Senyum mengembang seketika ketika pria yang menjulang itu nampak setelah rombongan ibu-ibu berlalu. "Mas Hendra!" Aku melambaikan tangan tinggi-tinggi. Dia yang mengedarkan pandangan langsung tersenyum lebar saat pandangan kami bersitatap. Tergesa, langkah nya pun lebar-lebar dengan kedua tangan terentang. "Dek Laras

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 36

    "Aku pernah baca. Kisahnya gini: ada pemuda alim dia tidak pernah melakukan dosa kecil apalagi dosa besar seperti membunuh atau memperkosa," ucapanku berhenti. Aku jeda dengan minum air putih. "Maaf, haus." "Terus?" Senyumku mengembang melihat kekasihku ini memperhatian omonganku. "One day, dia ingin sekali saja mencoba satu dosa. Yang kecil aja, lah. Tidak menyakiti orang lain. Tahu apa yang dia coba?" "Apa?" "Minum minuman beralkohol sampai mabok. Tahu apa yang selanjutnya terjadi?" Mata Mahendra mengerjap sambil menggelengkan kepala. Dalam hati sebenarnya gemas. Rambut yang acak-acakan menjadikan dia terlihat welcome untuk dipeluk. Tak sadar, aku mengulum bibir sendiri. "Apa, Dek? Ayo lanjut." "Eh, iya. Dia hilang akal. Tidak menguasai pikirannya. Saat itu dia kembali pulang dengan susah payah. Karena kesadarannya belum pulih, dia salah masuk rumah. Yang dimasukin rumah wanita cantik. Pemuda ini tidak menguasai diri dan memaksa wanita ini untuk melayani dia." "Wah,

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 35

    "Isabelle datang bersama pacarnya, Dek. Kebetulan ada dia tidak bisa gabung dengan kami karena harus ke Lombok. Jadi kamu jangan mikir aneh-aneh." "Siapa yang berpikir aneh-aneh, Mas. Aku tidak masalah kamu makan malam sama siapa, atau menghabiskan malam sampai jam berapa," sahutku sambil membuang pandangan ke arah lain. Melalui sudut mata, aku menangkap dia tersenyum. Kekasihku ini kemudian menjelaskan kalau mereka di Bali tinggal selama musim dingin. Ketika di negaranya tidak bisa beraktifitas karena salju, mereka ke sini untuk berbisnis sekaligus liburan. Ya bersama kekasih atau keluarga. "Mereka sewa villa di sini. Menikmati kehidupan bahkan berbaur dengan penduduk." "Oh, jadi mereka seperti tinggal sementara di sini, ya?" "Betul banget. Sudah, ya. Aku kembali kepada mereka. Biar cepat pulang. Aku ngantuk dan pengen cepat tidur," ucapnya kemudian berhenti sambil mengerlingkan mata. "aku pengen cepat bermimpi ketemu kamu. Kalau dalam mimpi kamu kan bisa dipeluk dan diapa-ap

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 34

    Aku menajamkan mata berkali-kali ke layar lap top, tetapi yang aku lihat benar-benar tidak salah. Nominal di mutasi rekening bank menunjukkan ada dana masuk bukan seratus juta seperti dijanjikan Mahendra. Namun, ini tiga ratus juga. Tidak ada catatan atau pesan apapun, tiba-tiba merubah kesepakatan. Selalu begitu, mengirim uang lebih yang tidak kira-kira. Segera aku mengambil ponsel. Kemarin dia pamit ke Bali ada urusan bisnis, katanya. Lebih baik aku tidak telpon. Siapa tahu dia masih sibuk. Aku foto layar lap top, kemudian aku kirim pesan. [Mas Hendra, ini salah transfer, ya? Kok tiga ratus? Bukankan kemarin kita sepakat seratus juta?] send. Centrang pada pesan masih belum berubah warna. Tanda belum dibaca. Atau mungkin dia sudah ketiduran? Mata ini bergulir ke arah jam dinding. Jam dinding dari kayu antik oleh-oleh dari pengrajin kemarin. Jarum jam sudah menunjuk angka sepuluh. Sudah malam tapi masih sore bagi kekasihku itu untuk berlabuh di ranjang. 'Sibuk mungkin,' uca

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status