Share

Bab 6

Author: Astika Buana
last update Last Updated: 2025-06-15 20:34:58

"Ya ampun! Kenapa saya lupa. Saya ke sini mau ambil pesanan nasi kuning!" 

Keningku berkerut. Aku pikir lelaki ini siapa, ternyata ojek mobil online yang dikirim Bu Camat. Kasihan dia, akibat menolongku bisa jadi berpotensi mendapat bintang satu. Katanya kalau mendapat penilaian buruk akan menurunkan performa driver. Dan ini bisa menjadikan dia kehilangan pelanggan, bahkan bisa pemblokiran kartu.

Waduh! Jangan sampai orang baik ini terkena imbas.

"Ja-jadi Mas nya ini kiriman dari Bu Camat?" tanyaku tidak habis pikir. Gara-gara mantan sialan semua urusan berantakan. Aku pun lupa kalau tas kresek merah masih teronggok rapi di tempat semula.

"Waduh. Gimana ini?" Dia beranjak menilik jam dinding. "Masih ada waktu. Ngebut dikitlah."

"Jangan ngebut, Mas. Bisa jadi nasinya berantakan sampai di tempat. Toh waktu makan siang masih lama," ucapku setelah mengkalkulasi waktu yang dibutuhkan.

"Siap, Mbak Laras. Kiriman nasi-nasi ini pasti sampai dengan selamat. Don't worry. Mana yang akan dibawa?" 

Aku menunjuk tas-tas merah itu. Bersama dia, kami membawa ke luar warung.

"Mobilnya mana, Mas?" tanyaku sambil mengedarkan pandangan. Tidak ada mobil yang biasanya dipakai ojek online. Mobil ekonomis yang terjangkau cicilannya. 

Aku memutar badan ke samping. Di bawah pohon sebelah sana ada mobil jeep mewah berwarna hitam. Lagi-lagi aku mengerutkan dahi melihat tanda mobil yang sama seperti milik Bu Camat. Bedanya milik pejabat yang juga pengusaha itu, mobil sedan Mercedes Benz. Seingatku harganya tidak ratusan juta, tapi sekian milyar.

"Ini saya tata di belakang, kalau tidak cukup baru di depan."

Dia mengambil alih bawaanku. Menata rapi di belakang. Aku segera kembali ke warung mengambil sisanya. Berulang beberapa kali dan akhirnya selesai.

"Terima kasih ya, Mbak Laras," ucapnya setelah menutup pintu.

"Sama-sama, Mas Mahendra. Hati-hati di jalan, jangan ngebut."

"Siap!" serunya sambil menunjukkan senyuman.

Aku menunggu di pinggir jalan memperhatikan dia yang memutari mobil dan beranjak masuk ke bangku kemudi. Baru saja aku melangkahkan kaki ke arah warung, terdengar pintu mobil dibuka. 

"Mbak Laras!"

Aku membalikkan badan, melangkah cepat ke arahnya. "Ada apa, Mas? Ada yang ketinggalan?"

Dia turun dari mobil dan mendekat. "Ada yang saya lupa?"

"Apa? Kunci mobil? Tunggu. Saya ambilkan," sahutku langsung beranjak kembali ke warung. Namun, langkah ini terhenti oleh tangan besar yang meraih tanganku.  

"Bukan."

"Apa?"

Sesaat lelaki menjulang ini menghela napas. Menatapku lekat dengan wajah menunjukkan kekawatiran. "Mbak Laras tidak apa-apa sendirian? Nanti kalau mantan suaminya Mbak Laras kembali bagaimana?"

"Ti-tidak apa-apa, Mas. Sebentar lagi warung rame. Banyak pelanggan yang datang. Terus ada juga bibik sebelah yang membantu," sahutku sambil tersenyum.

"Syukurlah. Saya menjadi tenang."

"Sudah buruan berangkat. Ini saja telat. Jangan sampai dapat bintang satu."

"Bintang satu?"

Ih, lelaki ini berarti driver baru. Sampai kurang mengerti pentingnya penilaian pelanggan. Kalau nanti Bu Camat kecewa dan memberikan penilaian yang jelek, kan bahaya.

"Iya, nanti Mas Mahendra yang rugi. Hati-hati juga jangan sampai ngebut dan nasinya tumpah."

Aku melepaskan tangan darinya. Mempersilakan untuk dia cepat-cepat pergi. Bohong kalau aku mengatakan ini biasa saja. Hati ini berdesir dan dada pun bergemuruh, terlebih kehangatan yang menjalar dari tanganku yang masih digenggamnya. 

"Baiklah kalau begitu. Kalau ada apa-apa, telpon saya," ucapnya sambil menggerakkan tangan tanda telpon. Aku mengangguk sambil tersenyum. Menatapnya yang melangkah dan masuk ke mobil.

Sekarang tidak seperti tadi, aku bertahan berdiri menunggu mobil itu benar-benar mengilang di ujung jalan. Sembari menata desiran hati yang bangkit dari kebekuan.

Senyum mengembang tak henti-henti. Aku mempersiapkan warung yang sebentar lagi ramai pengunjung. Menata kembali kursi-kursi yang berantakan tadi. Memastikan tatanan makanan bersih dan tidak ada yang ketinggalan. 

Satu persatu pelanggan datang bersamaan dengan jam makan siang tiba. Warung tempatku ini memang masih baru, tetapi tempat yang tidak jauh dari perkantoran menjadikan aku tidak kesusahan mendapat pelanggan. 

Menu andalanku ayam goreng lengkuas dan daging lapis. Dipadukan dengan urap-urap dan terong balado. Tidak jarang mereka membawa teman-temannya di kemudian hari. Bahkan memesan nasi kotak seperti Bu Camat. 

Pejabat pemerintahan ini dulu kebetulan mampir di warungku. Saat itu warung begitu ramai. Aku yang hanya dibantu Bibik Yanti sampai kewalahan. Awalnya tidak tahu kalau pelangganku itu Bu Camat. Namun, setelah warung mulai lengang aku pun baru sadar. Sejak itulah, aku menjadi langganan di setiap acaranya.

Aku menangkup pipi ketika bayang-bayang lelaki tadi berkelebat. Bisa-bisanya orang baru kenal sudah sekawatir itu. Sampai disuruh telpon dia kalau ada masalah.

Senyumku mengembang kembali, merasa disayangi dan diperhatikan. Padahal itu hal yang wajar, kan. Bisa saja orang mengatakan ini dengan alasan sosial. Bukan karena ada perhatian khusus. Apalagi kemungkinan dia lelaki yang sudah berkeluarga. Bukankah tadi mengatakan 'orang rumah' yang artinya istri?

Namun, bukankah tadi kami tidak bertukar nomor telpon?

"Duh!" gumamku sambil menepuk dahi.

"Cie...cie... Mbak Laras. Dari tadi senyum-senyum sendiri. Sedang jatuh cinta, ya?" Bik Yanti menelengkan kepala ke arahku. Senyum dan matanya menyelidik.

"Eh, Bibik. Kentara, ya?" Aku menangkup ke dua pipiku yang menghangat.

"Banget," sahutnya sambil tertawa. "Ternyata benar kalau Mbak Laras akan menikah lagi."

Seketika keningku berkerut. Setahuku saat kejadian tadi tidak ada orang lain yang mengetahui. Kok Bik Yanti bisa tahu sandiwara kalau aku dan Mas Mahendra akan menikah? Belum mendapat jawaban, aku justru dikagetkan setelah mendengar ucapan Bik Yanti setelahnya.

"Cuma saya menyayangkan saja Mbak Laras. Kok mau-maunya rujuk dengan orang yang berkhianat seperti Pak Raditya."

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 6

    "Ya ampun! Kenapa saya lupa. Saya ke sini mau ambil pesanan nasi kuning!" Keningku berkerut. Aku pikir lelaki ini siapa, ternyata ojek mobil online yang dikirim Bu Camat. Kasihan dia, akibat menolongku bisa jadi berpotensi mendapat bintang satu. Katanya kalau mendapat penilaian buruk akan menurunkan performa driver. Dan ini bisa menjadikan dia kehilangan pelanggan, bahkan bisa pemblokiran kartu.Waduh! Jangan sampai orang baik ini terkena imbas."Ja-jadi Mas nya ini kiriman dari Bu Camat?" tanyaku tidak habis pikir. Gara-gara mantan sialan semua urusan berantakan. Aku pun lupa kalau tas kresek merah masih teronggok rapi di tempat semula."Waduh. Gimana ini?" Dia beranjak menilik jam dinding. "Masih ada waktu. Ngebut dikitlah.""Jangan ngebut, Mas. Bisa jadi nasinya berantakan sampai di tempat. Toh waktu makan siang masih lama," ucapku setelah mengkalkulasi waktu yang dibutuhkan."Siap, Mbak Laras. Kiriman nasi-nasi ini pasti sampai dengan selamat. Don't worry. Mana yang akan dibawa?"

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 5

    "Masnya dibayar berapa sama Laras? Mau-maunya diajak main sinetron tidak berkualitas seperti ini?"Aditya mencibir kemudian tertawa sambil geleng-geleng kepala. Kedua tangan ini mengepal erat. Ingin rasanya melempar meja ke arah wajahnya yang menyebalkan. Tidak mungkin aku menuntut lelaki yang tidak aku kenal ini bersikeras dengan kebohongan.Terserah.Aku terduduk, hanya bisa pasrah, bersiap diri dengan kemungkinan yang terakhir. Seandainya lelaki disampingku ini mengaku kalau ini sandiwara, aku akan lari. Mungkin ke rumah pak RT untuk minta bantuan. "Ngaku aja kalian bersandiwara, kan?"Tatapanku nanar ke arah lelaki yang sedari tadi menghinaku. Rasa sedih, marah. kecewa, bercampur aduk menyesakkan dada."Mas Aditya ....""Iya, Dek Laras?" ucapnya sembari membungkukkan badan. Kepala meneleng sambil menyeringai penuh kemenangan, menunggu pengakuanku."A-aku mengaku kalau___"Aku terkesiap, menghentikan ucapan ketika tangan besar menangkup lenganku, merapatkan tubuhku padanya. Seaka

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 4

    "Kurang ajar! Siapa kamu berani menggangguku!" teriak Aditya sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Aku yang terdorong sampai terduduk di lantai, kemeja yang sudah tidak berkancing. "Pakai ini!" ujar lelaki asin itu.Jas berwarna abu-abu dilempar di pangkuanku. Segera kugunakan untuk menutup bagian dada yang terbuka. Aroma yang menguar begitu menenangkan, aku mengeratkannya."Mas! Kalau sama perempuan jangan kasar! Seperti banci saja!" seru laki-laki yang tiba-tiba hadir. Aku mengernyit menatap lelaki tinggi besar yang sedang mencengkeram krah baju Aditya. Matanya nyalang dengan satu tangan siap melayangkan satu pukulan lagi.Kemeja putih, rambut disisir klimis, dan sepatu mengkilap. Penampilannya yang rapi menunjukkan kelasnya bukan orang sembarangan. Siapa dia?Aku tidak pernah berjumpa, apalagi kenal. "Hei! Kenapa kamu mengganggu urusanku? Dia wanitaku. Terserah apa yang kami lakukan! Jangan ikut campur!" teriak Aditya sambil menepis tangan lelaki itu.Mantanku itu mund

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 3

    "Mau, ya. Jadi istriku lagi." Suara berat itu terdengar dekat di telinga. Meluruhkan kenangan pahit yang berkelebat barusan.Seketika aku menarik diri. Aroma kopi bercampur rokok yang begitu pekat membuatku begidik. Bagaimana pun dia sudah menjadi mantan suami yang sama kedudukannya dengan lelaki lain.Sebenarnya enggan dia menerima mantan suaminya lama-lama berkunjung ke kedai yang masih buka. Jarum jam masih menunjuk angka sepuluh, masih satu jam lagi buka. Namun, aku memilih membuka tirai lebar-lebar yang sebelumnya hanya pintu yang aku buka. Sikap Mas Aditya yang mulai mendekatiku, sebenarnya membuatku was-was.Saat kedatangan lelaki tadi, dia sebenarnya tidak mempersilakan masuk, tapi karena pintu warung terbuka Aditya menyelonong begitu saja dan duduk di bangku pelanggan. Demi sopan santun saja aku memberi suguhan layaknya pelanggan pada umumnya."Kalau kamu mau, warung ini aku tambahi modal. Kita besarkan dan kamu tidak repot-repot kerja berat.""Sekali lagi terima kasih. Maaf

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 2

    Dada ini semakin sesak.Lelaki yang pernah aku dampingi dari saat kost dulu sampai mempunyai rumah tiga ini seperti lupa sejarah. Depot yang dipegang Nayna-istrinya yang sekarang itu-adalah tempat yang aku besarkan. Dulu aku dan Mas Aditya berjuang bersama. Dia berbisnis jual beli mobil, setelah terkumpul uang aku gunakan untuk membuka rumah makan. Namun, uang ternyata tidak menjamin kebahagiaan. Bukannya membuat orang kenyang, tapi justru membangkitkan dahaga yang tidak berujung.Saat uang di tangan, Mas Aditya justru lupa daratan. Berdalih aku tidak mampu memberinya keturunan, dia membawa Nayna-wanita lain dalam keadaan perut besar.Saat itu aku benar-benar jatuh sejatuh-jatuhnya. Aku yang memilih mundur, seperti tentara yang kalah perang dan dilucuti rasa tanpa sisa. Dan, itu menjadi pilihanku-melepas semuanya dan berjuang memulai hidup baru. Termasuk semua yang sudah kami perjuangkan bersama-Depot Sari Rasa-yang sekarang dikuasai Nayna.Bagiku ini tidak sekadar penghianatan, tapi

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 1

    "Tidak ada laki-laki yang mau menikah dengan wanita bekas seperti kamu. Tahu diri kenapa?" ucapnya setelah mendengar penolakanku.Aditya, lelaki yang pernah menjadi suamiku itu tersenyum miring. Matanya menyipit seakan mengukuhkan aku benar-benar wanita tidak berarti yang harus menerima belas kasihan darinya.'Cuh! Siapa yang mau masuk lubang kesengsaraan untuk kedua kali?' bisikku dalam hati sambil menata makanan di estalase. Masih ada waktu dua jam warung ini buka. Setelah semua siap jual, aku kembali melanjutkan menggarap pesanan nasi kuning."Harusnya kamu ini bersyukur karena aku masih berbaik hati denganmu, Dek Laras. Masih mau menerima kamu menjadi istriku lagi," ucap lelaki itu lagi, kemudian menyeruput kopi pahit.Aku melirik sebentar, enggan menanggapi perkataannya, membiarkan dia bicara sendiri. Walaupun sebenarnya kekesalanku mulai terpatik. Seharusnya keadaan ini tidak menderaku setelah aku berhasil membebaskan hidupku darinya. Namun, akhir-akhir ini dia datang kembali.E

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status