Lengan kekar Mario yang biasa membuat lawan tandingnya K.O di ring arena MMA itu kini melingkari perut istrinya yang ramping. Meskipun pagi sudah tiba dan sinar mentari mulai menerobos tirai putih jendela kamar tidur mereka, tetapi Mario seolah enggan untuk beranjak dari ranjangnya yang hangat sehangat tubuh molek istrinya yang terbaring di sisinya.
Inez terkikik mencubit hidung mancung suaminya itu lalu berkata, "Nggak usah pura-pura belum bangun, Mas!"
"Hmm ... memang sudah pagi ya, Nez?" sahut Mario bergeming dari posisinya yang menempel erat di tubuh Inez, dia membuka matanya sedikit mengintip wajah istrinya.
"Bangun, Mas! Reyvan butuh diurusin juga, tumben belum nangis jam segini!" sahut Inez berusaha melepaskan lengan kekar suaminya yang berat di tubuhnya.
"Si Reyvan pengertian banget sama papanya yang butuh jamahan mamanya di pagi hari. Hahaha!" Mario merubah posisinya, menahan tubuh Inez di bawahnya.
"Astaga Mas, semalam udah bolak-balik. Apa pagi ini masih mau—" Tatap Inez ngeri ke arah wajah Mario yang mulai turun mendekati wajahnya.
Bibir Mario mulai sibuk menarik-narik dan mengisap bibir istrinya, sedangkan kedua tangan Inez tertahan di atas kepalanya di ranjang. "Salah siapa kalau tiap dekat kamu, Mas kayak orang mabuk yang lupa diri?!" ucap Mario terkekeh sembari membelai tulang rusuk Inez dan turun lagi hingga suara terkesiap itu terdengar.
"Kalau sudah begini mending dilanjutin nggak, Nez?" tanya Mario dengan tampang bandelnya, membelai sesuatu yang lembut dan mulai basah.
"Niatnya godain doang apa gimana, Mas?" balas Inez tersenyum dongkol.
Mario mendekati telinga Inez lalu berbisik, "Niatnya Mas bablasin biar nggak tanggung, mau?"
"Nggak—" Inez tertawa melihat suaminya mengerang kecewa lalu dia meneruskan ucapannya, "nggak nolak, Mas Sayang!"
Tak perlu menunggu lagi, Mario segera melancarkan serangan fajar di tubuh molek Inez. Membawakan hasrat yang bergulung-gulung bak ombak yang menyapu tepi pantai, berdebur kencang hingga sepasang suami istri itu terbaring lemas berpelukan usai menuntaskan gairah mereka yang seolah tak pernah surut setelah sekian lamanya waktu mereka lalui bersama.
"Oeeeekkk!" Tangisan Reyvan yang berusia 4 bulan mulai terdengar memecah keheningan pagi.
"Mas, gendong Reyvan ya. Inez mau ke kamar mandi sebentar aja!" Dengan segera Inez kabur ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena rasanya cairan kental milik Mario begitu lengket di tubuhnya.
Sedangkan, Mario mengenakan celana boxer biru tua miliknya lalu segera bergegas mengangkat putera pertamanya itu dari ranjang bayi yang tertutupi kelambu warna biru muda.
"Hai, selamat pagi, Jagoan! Bobo nyenyak ya Anak Papa?" sapa Mario sembari menimang Reyvan yang berhenti menangis saat melihat wajah ganteng papanya.
Bibir bayi itu bergerak-gerak mendambakan ASI mamanya yang manis, Mario pun tahu itu. Dia menoleh ke arah kamar mandi dan tersenyum kala melihat Inez berjalan mendekat ke arahnya dengan mengenakan gaun malam sutra tipis pink yang semalam ia lucuti dengan cepat.
"Mam, anakmu kangen mau mimik!" ucap Mario sambil menyengir bandel kepada Inez.
"Sini-sini, Cuayang!" sahut Inez mengambil alih bayinya dari gendongan Mario.
Mario mencuri sebuah ciuman di bibir ranum istrinya sebelum kabur ke kamar mandi, aktivitasnya semakin padat semenjak menyelesaikan tugasnya sebagai ambassador Mister International.
Wajah dan perawakan Mario yang menarik di mata kaum Hawa membuat banyak brand internasional tetap mempertahankan kontrak modelnya. Attitude Mario juga dinilai baik, jarang terlibat skandal yang aneh-aneh di publik.
Usai menyusui puteranya, Inez mulai menyiapkan baju ganti bersih dan perlengkapan sehabis memandikan bayi di atas ranjangnya. Kemudian dia masuk ke kamar mandi, mengisi bathtub dengan air hangat untuk Reyvan.
Mario yang baru saja selesai mandi di bawah shower dan hanya berlilitkan handuk di pingangnya menghampiri Inez yang sedang berjongkok di samping bathtub memeriksa suhu air. "Bawa Reyvan, Nez. Biar aku aja yang mandikan dia, kamu mandi di shower aja biar semua bisa siap bareng-bareng!" ujar Mario.
"Mas pinter deh! Tunggu ya, kuambil bocahnya ke box bayi sebentar," jawab Inez lalu beranjak keluar dari kamar mandi.
Tak lama sesudahnya, Inez kembali sambil menggendong bayi imut yang gantengnya mirip papanya itu.
"Mandi sama Papa ya, Rey!" sambut Mario sambil menceburkan tubuh puteranya ke air hangat hingga sebatas dada bayi itu.
"Nitip ya, Mas Mario. Aku mandi dulu, bye!" ucap Inez menepuk-nepuk bahu suaminya lalu beranjak ke shower box.
Inez memilih mandi dengan air dingin agar saraf-saraf tubuhnya bangun dan badannya menjadi segar. Kemudian ia membalurkan sabun cair beraroma lemon rose yang manis ke kulitnya lalu membilasnya di bawah guyuran derasnya air shower.
Seusai mandi Inez mengeringkan tubuhnya lalu berjalan keluar dari kamar mandi untuk memilih busana ke kantornya. Di samping ranjang si papa muda ganteng sedang memakaikan minyak telon dan juga baju bayi ke tubuh Reyvan.
Untuk ukuran papa muda, Mario termasuk cepat belajar dan sangat bisa diandalkan merawat bayi. Gendongannya ampuh meredakan tangis Reyvan bila sedang lapar atau bosan. Dia menaruh Reyvan kembali ke ranjang bayi lalu bersegera mencari baju di lemari untuk berangkat kerja.
Sambil mengancingkan kemeja pilihannya yang berwarna biru muda, Mario memandangi istrinya yang sedang duduk merias diri di depan cermin.
"Say, lipstick-nya jangan tebel-tebel takut ada yang naksir kamu!" goda Mario mengerling saat Inez menoleh ke arahnya sembari berdecak.
"Aku gendong bayi masa iya masih ada yang naksir, Mas?" sahut Inez lalu berdiri mendekati Mario untuk memasangkan dasi di kerah kemeja biru suaminya.
Tangan nakal Mario membelai-belai punggung istrinya hingga turun ke bulatan penuh kembar yang kenyal itu.
"Kumat, Mas?" ucap Inez sembari mengetatkan simpul dasi Mario.
"Ampun, Nyonya, jangan dicekek! Hahaha," balas Mario tertawa geli menatap wajah cantik istrinya.
"Habisnya, Mas ini nakal banget sih! Udahan yuk sarapan dulu. Gendongin Reyvan ya, Mas! Baby strollernya kutaruh di ruang TV semalem," ujar Inez lalu mengambil tas tangannya di rak kaca yang berisi deretan koleksi tas bermerk mahal.
Mario menggendong Reyvan lagi yang begitu nyaman dalam dekapan papanya. Diikuti oleh mamanya di belakang mereka berdua. Setelah menaruh bayi itu di baby stroller, Mario mendorongnya ke ruang makan. Puteranya masih belum cukup umur untuk makan MP-ASI jadi hanya bisa menonton papa mamanya sarapan pagi.
Menu sarapan yang disiapkan oleh Chef Aji selalu terbagi dua macam, diet khusus atlet gym untuk Mario dan sarapan biasa yang lezat untuk Inez.
"Nasi Gudegnya enak banget deh, Mas. Sayang ... Mas Mario nggak boleh makan nasi ya? Telor rebusnya dimakan Mas sama susu high proteinnya," goda Inez dengan sengaja sembari terkikik.
Namun, Mario menyahut, "Nggak pengin kok, Nez. Udah biasa setelan makanannya begini!"
"Bagusss!" tukas Inez lalu menyuap nasi ke mulutnya dengan ceria.
Sebuah email pemberitahuan bahwa gadis itu diterima bekerja sebagai sekretaris di Victory Eternal Shipping membuatnya menjerit kegirangan di dalam kamarnya. "Yess! Aku diterima kerja!" Maharani Meirasty meloncat-loncat sembari mengangkat kedua tangannya berjoget gembira. Pasalnya dia baru sebulan lalu lulus dari akademi sekretaris yang terbilang cukup bonafid di Jakarta. Dia mahasiswa dengan program beasiswa penuh yang lulus cum laude. Bu Indah, ibunya pun mengetok pintu kamarnya karena mendengar jeritan puteri bungsunya itu. "Mey, kamu nggakpapa 'kan?" tanyanya dari balik pintu kamar Meirasty yang terkunci dari dalam.Dengan segera gadis itu membukakan pintu kamarnya lalu langsung memeluk Bu Indah. "Bu, Mey senang banget, barusan ada email yang menyatakan Meirasty diterima kerja jadi sekretaris di VES!""Syukur kalau begitu, Mey! Selamat ya, Nduk. Mulai berangkat kerja kapan? Ibu siapkan sarapan lebih pagi kalau perlu biar kamu nggak telat berangkat kerja," ujar Bu Indah sambil me
Sebuah lukisan yang masih terbungkus rapi dan tertutup sangat rapat tiba di Gedung Pusat Victory Eternal Shipping Jakarta. "Nona, mohon tanda tangani resi penerimaan barang ini. Dan dimana lukisan ini harus kami letakkan? Harganya ratusan juta rupiah, jangan sampai rusak!" tutur kurir pengirim paket itu dengan nada cemas.Dengan segera Meirasty menanda tangani resi penerimaan barang itu karena nama tujuan dan alamatnya memang untuk bosnya dengan alamat perusahaan ini. "Tolong ikuti saya masuk ke ruangan CEO, Pak. Ini dikirim untuk bos saya, ruangannya yang itu," jawab Meirasty seraya menunjuk ke sebuah pintu lebar yang tertutup.Dua pria petugas pengiriman barang itu mengangkat lukisan itu di sebelah kanan dan kiri dengan hati-hati. Mereka mengikuti langkah Meirasty masuk ke ruangan CEO."Selamat siang, Pak Edward. Ada kiriman lukisan dari Belanda, apa benar Bapak yang memesannya?" ujar Meirasty di seberang meja kerja Edward.Pria itu pun bangkit berdiri dan berjalan mendekati lukisa
Sepucuk surat beramplop putih dari John Whitmann diterima oleh tangan Inez, bibir wanita cantik itu bergetar menatap tulisan tangan yang tak asing di ingatannya. 'Edward masih hidup? Apa yang ia inginkan dariku?' batin Inez dengan rasa galau menguasai hatinya.Dia membuka surat itu dan membaca isi tulisan di dalamnya. "Hello, My Love! Lama sekali kau pergi meninggalkanku, Inez. Apa kau berpikir aku sudah mati? Memang tubuhku hancur berantakan usai ledakan mobil di Paris, tapi cintaku masih utuh hanya untukmu. Waktunya menjemput kembali wanita yang kucintai. Milikmu selamanya~ Edward Lincoln Sinaga."Telapak tangan Inez terangkat menutupi mulutnya, antara sebuah penyesalan dan sebuah ketakutan akan teror pria dari masa lalunya. Semua kata-kata seolah sirna dari bibirnya, hanya air mata yang terus berderai bagai hujan di tengah badai.Melihat reaksi Inez, pengawal pribadi kepercayaan Edward itu memerintahkan kedua pria petugas kurir pengiriman barang membukakan kertas karton tebal dan
Hernandes Perez masih menjadi kepala pengawal pribadi Mario setelah sekian lama. Dia membawahi selusin anak buah yang melindungi Mario ketika bekerja maupun berkunjung ke tempat-tempat umum. Penggemar Mario saat ini sangat banyak karena pria muda itu membintangi banyak iklan brand terkenal. Wajahnya sudah tak asing lagi baik di layar kaca maupun poster iklan produk di mall.Sore itu Mario harus mengikuti pertandingan pro MMA di Madison Square Garden, New York. Dia akan memperebutkan gelar prestigious juara Welter Fighter tahunan yang diadakan oleh Federasi Seni Bela Diri Campuran Internasional (IMMAF). Ultimate Fighting Championship itu tahun lalu dimenangkan oleh Mario juga dan hari ini dia harus mempertahankan gelar yang sama."Mario, silakan turun dari mobil. Semuanya sudah siap mengamankan perimeter!" ujar Hernandes Perez lalu membukakan pintu mobil untuk Mario."Thanks, Hernandes!" ucap Mario lalu melangkah cepat di antara pengawal berbadan tegap yang berjaga di kanan kiri jalan
Nama kedua petarung itu dielu-elukan di Madison Square Garden seiring memanasnya pertarungan di atas ring octagon. Penampilan terbaik yang diberikan untuk sebuah pertandingan final perebutan sabuk juara Pro Fighter Welter World MMA.Mario tak mau menyerah sedikit pun, dia menangkis serangan brutal tinju dan kombinasi Muaythai sikutan, dengkulan, serta tendangan ganas dari Roderick Van Niessen. Sebuah flying smashing elbow dilancarkan ke arah wajah Mario, tetapi dengan gesit Mario menghindar serta membalas dengan sebuah hook tinju kanannya ke rahang petarung asal Belanda itu.Serangan itu mengenai Roderick dengan telak dan membuat kepalanya pening. Saat yang ditunggu-tunggu oleh Mario ketika lawan hilang fokus. Dengan sebuah awalan hentakan kaki kiri yang kuat dia melompat lalu melancarkan tendangan memutar kaki kanannya yang keras."BUUKKK!" Tendangan memutar kaki kanan itu mengenai sisi samping kiri kepala Roderick Van Niessen. Tubuh petarung asal Belanda itu ambruk di tengah arena
Jelang subuh Mario sampai di rumahnya bersama Inez yang ada di Jakarta. Sedikit jet lag dan lelah akibat penerbangan yang jauh dari New York. Namun, rasa rindunya kepada istrinya begitu menggebu-gebu.Mario membuka pintu kamar tidur Inez yang tidak dikunci, mungkin karena Inez tahu suaminya akan pulang hari ini. Pria muda itu masuk lalu mengunci pintu dari dalam. Dia memilih untuk mandi sebentar di bawah shower sebelum menyergap wanita tercintanya dengan sebuah serangan fajar. Sambil mengendap-endap tanpa suara, Mario menghampiri Inez yang berbaring miring di atas ranjang luas itu sendirian. Lekuk tubuh sexy itu tak dapat tertutupi oleh selimut. Sepasang bulatan ranum kesukaan Mario menyembul dari tepi bagian dada gaun tidur Inez. Indah dan menggoda indera penglihatanya seperti biasa. Membuat naluri lelakinya memberontak di dalam dirinya. Mario memang hanya mengenakan handuk setengah basah yang meliliti pinggulnya, ia duduk di tepi ranjang di samping Inez berbaring. Kemudian ia meru
Usai menyusui Reyvan hingga kenyang dan tertidur, Inez mengembalikan puteranya itu ke kotak tempat tidur bayi serta memasang kelabu anti nyamuknya yang berwarna biru muda. Jam dinding masih menunjukkan pukul 04.25 WIB, terlalu pagi untuk beraktivitas. Jadi Inez pun naik kembali ke ranjangnya lalu membaringkan dirinya di sisi Mario yang masih memejamkan matanya. Dia membelai dengan lembut rambut hitam tebal di kepala suaminya itu.Banyak hal yang belum sempat Inez sampaikan kepada Mario terkait masalah Edward yang mengiriminya lukisan replika Rembrandt disertai sepucuk surat yang menyiratkan bahwa pria itu ingin merebutnya kembali dari Mario dan juga kasus konsumen yang keracunan produk herbal buatan perusahaannya PT. Jansen Pharma. Bertubi-tubi masalah mulai bermunculan seperti tunas-tunas tumbuhan beracun dalam hidupnya. Inez merasakan kelopak matanya berembun di ujung pagi itu. Dia tidak ingin membebani pikiran Mario yang sangat sibuk kegiatannya setiap hari. Bahkan, baru beberapa
Pagi itu Meirasty dijemput di trotoar ujung gang menuju rumah keluarganya yang ada di dalam gang sempit di Jakarta Selatan. Sebuah mobil sedan Maybach hitam mengkilap berhenti tepat di hadapan Meirasty. Dia pun tak membuang waktu segera naik ke dalam mobil mewah itu dengan membawa tas jinjing sederhananya yang berisi pakaian ganti selama field trip dengan kapal pesiar sesuai instruksi bosnya kemarin. Meirasty duduk dengan anggun dan meletakkan tas jinjing itu di depan kakinya. "Ehm ... selamat pagi, Pak Edward," sapa Meirasty kikuk sembari menoleh ke samping bangkunya.Posisi duduk Edward begitu santai selonjor sambil membaca koran pagi di dalam mobil sedan yang melaju dengan kecepatan stabil itu. Dia menjawab sapaan hangat Meirasty dari balik lembaran lebar koran, "Pagi juga, Mey. Oya, maaf ya, kita nggak jadi berangkat berlayar pagi ini. Soalnya nanti malam ada undangan pesta dadakan, nikahan teman saya. Kamu temani saya kondangan ya!" (Kondangan=menghadiri pesta pernikahan)"Sia