Share

4. Penjelasan

Penulis: Apple Leaf
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-08 13:04:11

“Benar. Mereka memang tidak menyukaiku. Tidak mengapa asalkan Kalandra berada di sisiku dan mendukung aku. Itu sudah cukup untuk membuatku merasa bahagia,” ucap Litha.

Ia berucap demikian karena ingin membungkam Indira dan meruntuhkan keangkuhan perempuan itu. Benar saja satu kata pun tak mampu dilontarkan oleh Indira, yang membuat Litha puas.

Namun, tak lama karena wanita itu mengeluarkan tawa mengejek.

“Terus kamu pikir Kalandra akan selamanya ada di sisi kamu? Seperti dia yang pernah mengkhianati aku, dia juga bisa melakukan hal yang sama. Dia bakal mengkhianati kamu.” Kata-kata Indira seperti memberikan kutukan supaya Kalandra mengkhianati Litha.

Litha menyunggingkan senyum miring. “Itu tidak akan pernah terjadi karena aku tidak akan membiarkan Kalandra berakhir di pelukan wanita lain.” Ia berbalik untuk masuk ke rumah, mengunci pintu rapat-rapat agar wanita itu tidak bisa masuk lagi.

Ketenangan yang dipertahankan Litha menipis. Bahunya bergetar karena perasaan cemas mulai menggerogoti hatinya. Ia bersecepat melangkah untuk mencapai kamar utama. Setelah sampai ia pergi ke kamar mandi untuk mengisi bak mandi dengan air dingin.

Diawali dari kaki kanannya menyentuh air dingin dalam bak mandi diikuti oleh kaki kirinya. Ia kemudian merebahkan tubuhnya, merasakan air dingin tersebut memadamkan kecemasannya secara perlahan.

Sembari memejam ia mengutuk Kalandra berulang kali dalam hatinya. Bersumpah tidak akan membiarkan pria itu memiliki wanita lain lagi, sebagai pembalasan atas tindakannya di masa lalu.

“Dia tidak akan melakukan itu. Memang apa salahku? Sudah sepantasnya pria itu menikah denganku.”

“Kamu belum selesai mandi? Kamu berada di dalam selama dua jam. Aku juga mau mandi.”

Suara Kalandra terdengar di balik pintu kamar mandi. Pria itu juga mengetuk pintu beberapa kali lantaran tidak sabar. Litha menghela napas sesekali sebelum membuka mulutnya.

“Pakai kamar mandi di ruang tamu dulu.”

“Tidak mau. Buka pintunya, kita mandi bersama saja. Kita bisa mengobrol karena kebetulan ada yang ingin aku diskusikan.”

Litha menyapu air mata yang sempat jatuh ketika ia membuka kedua kelopak matanya. Ia tidak mungkin membiarkan Kalandra masuk ke kamar mandi dan melihat dirinya habis menangis.

“Biarin aku sendirian. Aku ingin berendam sebentar.”

“Sebentar? Dua jam kamu bilang sebentar....” Perasaan cemas menghampiri Kalandra. Ia menjauh dari kamar mandi, berniat mencari kunci cadangan.

Ketika menemukan kunci cadangan dalam laci almari. Ia lantas membuka pintu kamar mandi membuat maniknya terbelalak mendapati Litha berendam di bak mandi—masih mengenakan busana.

“Sejak kapan orang berendam mengenakan pakaian? Kamu lupa menanggalkan pakaian.” Sudut mulut Kalandra melengkung kecil, tapi menghilang begitu pandangannya terfokus pada kedua sudut mata Litha yang nampak basah. “Kamu ... habis menangis.”

Litha tiba-tiba bangkit menyebabkan Kalandra terkesiap. Gaun yang ia kenakan sepenuhnya basah, membuat lantai kamar mandi dipenuhi oleh air yang menetes dari gaunnya.

“Ya! Aku barusan menangis. Kamu mau mengejek aku? Kalau bukan karena kesalahan kamu di masa lalu, aku tidak akan dirundung penghinaan dan makian semua orang.”

“Kamu tidak bisa menyalahkan aku sepenuhnya. Malam itu kita sama-sama—”

Litha mendorong dada bidang Kalandra membuat pria itu tidak bisa menyelesaikan ucapannya. Lantas mencabut kunci cadangan dan ia kembali menutup kamar mandi. Kali ini ia harus benar-benar mandi karena tubuhnya sudah menggigil kedinginan.

“Aku menyesal bilang dia polos. Dia itu bajingan kecil.”

“Nanti aku ingin bicara sama kamu,” kata Kalandra di balik pintu yang tertutup, tapi masih bisa didengar oleh Litha.

“Sehabis makan malam saja,” teriaknya. Ia kesal sekali karena kamar mandi itu belum ada sound proof.

“Hm, kamu bisa mencariku di ruang belajar.”

Pria itu kemudian mengalah, membawa handuk dan mantel mandi miliknya ke luar dari kamar. Mau tidak mau ia memakai kamar mandi ruang tamu daripada harus menunggu.

Kalandra berbicara pada dirinya sendiri, “Dia tidak menangis karena cemburu, ‘kan?”

****

“Sayang mau tambah dessert-nya?” Litha bertanya seraya menatap lembut pada Gemini yang sudah menghabiskan makan malam dan sepotong kue blueberry kesukaannya.

“Aku udah kenyang, Ma,” sahut Gemini. Tatapannya beralih pada ayahnya. “Papa jujur, deh, kenapa Tante Indira nangis. Dan kenapa Tante itu marah sama aku? Padahal aku tidak kenal sama Tante itu.”

Kalandra dan Litha bersitatap seolah tengah berkomunikasi melalui tatapan. Mereka Seharusnya tidak lupa dan membicarakan hal ini terlebih dahulu mengingat Gemini akan terus bertanya kalau jawaban yang mereka berikan tidak memuaskan.

“Sayang, bukannya Papa kamu sudah jelaskan tadi,” kata Litha membantu Kalandra.

“Aku masih belum percaya. Penjelasan Papa sore tadi kedengaran canggung,” timpal Gemini.

Nah, kalau sudah begini Litha tak bisa membantu. Ia membiarkan Kalandra menjelaskan pada Gemini dan berharap laki-laki itu tidak memberikan penjelasan canggung lainnya.

“Tante Indira sedang sedih, makanya dia menangis. Papa jelaskan pun penyebabnya kamu tidak akan mengerti, karena itu urusan orang dewasa. Tapi, yang jelas Tante Indira tidak marah sama kamu,” tutur Kalandra setenang mungkin, padahal punggungnya terasa tegang saat ini.

“Iya, deh, iya urusan orang dewasa terus,” oceh Gemini yang berhenti menanyakan tentang Indira. Kemudian gadis kecil itu turun dari kursinya. “Gemini mau ke kamar bikin tugas mewarnai.”

“Mama temenin bikin tugas.”

“Makasih, Mama. Papa temenin Gemini, yuk!”

“Maaf, Gem, Papa harus periksa beberapa berkas nanti,” jawab Kalandra.

Gemini mengerucutkan mulut dan wajahnya memperlihatkan kekesalan. Namun, Gemini tidak memaksa ayahnya. Ia segera berbalik sambil menarik jemari Litha. “Ayo, Ma. Seperti biasa cuma Mama yang menemani aku bikin PR.”

Sekilas Litha melirik suaminya sambil melangkah. Pria itu memiliki tatapan yang tidak bisa diartikan oleh Litha. Entah pria itu menyesal sudah membuat Gemini kecewa atau mungkin tidak menyesal sama sekali.

“Kamu marah sama Papa?” Litha bertanya ketika sampai di lantai atas.

Gemini menggeleng kecil, tapi raut wajahnya mengatakan ia kecewa. “Aku tahu Papa selalu sibuk.”

Litha berjongkok di depan Gemini, menyamakan tinggi mereka. Ia menampilkan senyum hangat yang hanya dapat dilihat oleh Gemini seorang. “Gemini makin pengertian, ya. Padahal usia kamu baru lima tahun.”

“Gemini tidak mau Papa pergi lagi. Aku mau kita tinggal sama Papa selamanya, Ma,” katanya yang membuat pelupuk Litha menjadi hangat.

“Kalau itu keinginan Gemini, pasti terwujud.” Karena ia akan memastikan harapan Gemini terwujud.

****

Kalandra beberapa kali menoleh ke arah pintu di ruang belajarnya. Sambil membaca berkas di mejanya, ia mengharapkan kedatangan Litha.

Tepat pukul setengah sepuluh malam, terdengar ketukan di pintu. Kalandra menoleh ketika Litha membuka pintu ruang belajar memperlihatkan dirinya yang membawa nampan berisi dua cangkir teh dan satu piring kecil camilan.

Litha meletakkan nampan itu di meja sofa beberapa langkah dari meja belajar Kalandra. Ia meletakkan satu cangkir teh di seberang cangkir teh miliknya.

“Gemini sudah tidur?” Kalandra bertanya ketika bangkit dari kursinya untuk melangkah ke sofa. Ia duduk di sofa seberang Litha.

“Sudah,” jawabnya. “Kalau aku ... minta kamu untuk lebih sering menemani Gemini, apa itu berlebihan?” tanyanya sembari mengamati air muka Kalandra.

“Kalau ada waktu senggang pasti aku temani. Sudah seharian ini, ‘kan, aku temani dia di rumah Mama,” sahut Kalandra.

“Hm. Dia cuma pengen menghabiskan waktu lebih banyak sama kamu.” Nada bicara Litha terdengar lembut dan tenang ketika membicarakan Gemini. “Apa yang mau kamu bicarakan sama aku?”

Litha mengangkat cangkir teh, menyeruputnya dengan hati-hati karena masih panas. Kalandra pun ikut menyesap tehnya untuk membasahi tenggorokan.

“Kedatangan Indira tadi pasti bikin kamu terkejut. Aku mau menjelaskan hal ini sama kamu,” Kalandra memulai.

“Dia minta balikan sama kamu, ‘kan. Apa jawaban kamu?” Litha menyela kala Kalandra ingin melanjutkan ucapannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    50. Tamat: Hadiah dan permohonan

    Seusai makan siang, Arvin dan Devita memilih pergi ke aquarium sebagai destinasi libur akhir pekan. Tak terasa sudah beberapa bulan ini mereka berkirim pesan singkat, dan kadang-kadang makan malam dan pergi ke tempat-tempat romantis. Layaknya pasangan kekasih pada umumnya.Namun, yang berbeda adalah status mereka masih tetap teman. Devita selalu menganggap jalan-jalan bersama Arvin adalah hal yang istimewa. Hal tersebut mengusik pikiran Devita sepanjang waktu.Apa yang telah dia lakukan selama beberapa bulan ini?Apakah Arvin memang hanya menganggapnya sebagai teman?Pria itu tak pernah mengutarakan perasaannya.“Pak Arvin, aku agak lelah. Aku mau pulang duluan.” Devita menarik langkah meninggalkan Arvin, yang saat itu sedang mengambil foto sebuah karang.Arvin segera menyusul dan mengikuti Devita. Perempuan itu berkata sedang lelah, tetapi masih kuat jalan kaki. Arvin pun mengira bahwa ia mungkin melakukan sesuatu yang tak disukai Devita.“Dev, mau saya pesankan taksi?”Sejak tadi Dev

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    49. Membenahi hubungan

    Seharian penuh Rosella tinggal di rumah Kalandra. Dan sekarang dia ditemani oleh Kinasih. Sementara Gemini dan Kirana dijaga oleh Mbak Tina di kediaman utama. Sepulang kerja, Genta yang akan mengantar Gemini pulang nanti.Sebenarnya Kinasih agak enggan menemani Rosella, mengingat dia melontarkan kekesalan pada ibu mertuanya itu.“Semalam aku sangat emosional, Ma. Jangan menaruh kebencian Mama sama aku, ya?” Kinasih menggigit bibirnya ke dalam seraya memindai raut muka Rosella. Meskipun Kinasih kerap mencebik Litha, sebetulnya hati Kinasih cukup rapuh bila ditekan amarah Rosella.“Hm, jangan ulangi lagi.” Rosella seperti tak mempermasalahkan karena sebetulnya, dia belum ada tenaga berurusan dengan Kinasih.Kinasih mengembuskan napas lega. “Apa Litha beneran bakal pulang, Ma? Kenapa sampai sekarang dia belum pulang juga?”“Jangan cerewet. Mending kamu pijat kepala Mama.”“Oke, Ma.” Kinasih dengan segera mengambil posisi berdiri di belakang Rosella. Jari-jarinya menari di pelipis Rosella

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    48. Kesepakatan

    Pagi-pagi sekali Kalandra bersiap berangkat ke rumah orang tua Litha. Dia bahkan melewatkan sarapan agar segera bisa bertemu istri dan anaknya. Padahal mereka hanya berpisah satu malam.“Aku berangkat, Ma.”“Mama tunggu kalian pulang.”Kalandra tiba-tiba saja menghentikan langkah karena menebak isi pikiran sang ibu. “Ma, aku sarankan Mama pulang saja kalau Mama menunggu Litha hanya untuk memarahi dia. Aku tak akan membiarkan Mama berkata kasar lagi di depan Litha.”Rosella berdecak serta mendelik tajam. Apa hanya itu yang mampu Kalandra pikirkan tentang dirinya. “Pokoknya kamu bawa saja dia pulang.”Kalandra tak berucap lagi dan segera melangkah menuju mobil. Dewa menunggu dengan mobil yang sudah siap berangkat.“Tunggu aku. Aku dalam perjalanan.” Begitulah isi pesan obrolan yang dikirim Kalandra pada Litha. Lelaki itu berlama-lama menatap layar ponsel—menunggu balasan dari Litha—yang tak kunjung muncul di layarnya.“Berapa menit lagi kita sampai?”“Sekitar 50 menit lagi, Pak.”“Lama

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    47. Pembicaraan serius

    “Jer, tolong temani Gemini sebentar. Aku mau bicara sama Papa,” ucap Litha pada Jeremy. Mata dalam Litha menunjukkan kilatan keseriusan.Wajah Jeremy biasanya dihiasi keceriaan melihat sang kakak dan keponakan kecil yang lucu. Namun, melihat wajah serius dan guratan kegelisahan di wajah Litha, Hati Jeremy merasa ditusuk. Pria itu tahu kedatangan Litha pasti karena perusahaan Kalandra yang sedang dalam masalah.“Kakak ke atas aja. Gemini aman sama aku.” Jeremy dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya kala menoleh pada Gemini. “Gemini suka main apa? Kasih tahu Om, dong.”“Gemini suka main puzzle sama bersepeda.”“Kebetulan Om punya puzzle.”“Oh ya? Gemini mau main puzzle, Om.”“Om suruh Bibi bawain ke ruang keluarga.”Sementara itu, Litha membawa langkahnya menapaki anak tangga ke lantai dua. Ia sudah menyangka kalau sang ibu pasti sudah menunggu dan ingin mendahului berbicara dengannya.Elvira menarik Litha ke suatu sudut. “Apa yang ingin kamu katakan pada Papamu? Kamu bisa bicarakan du

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    46. Pergi dari rumah

    “Bukannya Pak Kalandra adalah menantu beliau?”“Iya, itu memang benar.”“Tapi, kenapa mereka bertindak begini?”“Belum ada kepastian apakah Mahardhika Cita Multiusaha Group yang ada di belakang semua ini.”“Pagi ini mereka datang mengusulkan akusisi. Masih bilang tidak ada hubungannya dengan mereka? Hmph!”Setelah berdebat sejak siang hari, mereka menunggu Kalandra membuat keputusan. Setelah berdiskusi dan berpikir matang-matang Kalandra berkata, “Perusahaan ini akan berjalan dengan semestinya. Kita akan mendapatkan investor baru. Dan saya menyerahkan tugas ini pada Arvin.”“Saya tidak akan mengecewakan Bapak.”“Kita harus secepatnya mendapatkan investor Pak. Kalau tidak, produksi film kita akan terhenti.”Semua orang di ruang rapat tampak cemas memikirkan nasib perusahaan. Diskusi kembali berlanjut soal bagaimana mereka akan mendapatkan calon investor bagi perusahaan.Rapat itu usai mendekati waktu makan malam. Kalandra langsung pergi ke ruangannya, bahkan melewatkan makan malam. Ia

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    45. Relung hampa

    “Kamu sudah selesai bekerja? Aku sengaja ingin mengantarmu pulang.”Wanita itu seolah merasakan getaran yang membuat tubuhnya terpaku. Namun, perlahan dia memutar wajahnya untuk melihat pria tak asing itu begitu dekat. Dia bahkan bisa merasakan embusan napas pria itu seakan meraba wajahnya.“Kamu demam? Wajahmu kelihatan agak merah.” Tanpa diduga Hedy menggenggam wajah Indira dengan kedua telapak tangan besarnya. “Sedikit hangat.”“Lepaskan,” perintah Indira lalu buru-buru menjauhkan diri. Hati Indira belum siap untuk menerima seseorang. Dia takut akan dikecewakan lagi. Dan lagi pula, Hedy memiliki penggemar wanita yang lebih banyak dari Kalandra. Ada berapa banyak perempuan yang ingin menjadi kekasih Hedy?Indira tak mau berharap meski untuk sedetik saja. Meski begitu Indira tak bisa menghindari pria itu karena Hedy akan selalu datang ke lokasi syuting atau menyuruh Indira datang ke apartemen—mencicipi masakan Hedy.Ini membuatnya seakan bisa gila.“Bereskan barangmu. Aku antar pulang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status