"Aku menyalakan musik sudah jam 8 pagi, di mana orang Indonesia sudah terbangun ... dan bukan mengetuk-ngetuk dinding rumah jam dua dini hari seolah besok akan terjadi kiamat, sehingga, Kau." Yoona menunjuk dada pria aneh itu dengan ujung telunjuknya, Ia pun menengadahkan kepalanya dan menatap wajah pria di hadapannya yang ternyata sangat tinggi dengan bola mata yang yang ingin keluar. "harus menyelesaikan pekerjaanmu saat itu juga." hardik Yoona geram.
Dengan cepat Yoona menarik jarinya dan tanpa sadar ia mengelapnya di celana yang ia kenakan.
Pria aneh itu melipat tangan di bawah dadanya. Menatap Yoona dengan lekat. "Well, Aku memang harus melakukannya. Pipa ledeng bocor jika tidak langsung dibetulkan akan membanjiri seluruh rumahku, sementara Aku butuh air untuk mandi, malam itu juga."
"Cih, alasan," sangkal Yoona masih tidak terima, terutama pada kenyataan bahwa pria di hadapannya ini adalah tetangganya
"Jika, saya masih mendengar suara musik sialan itu, akan saya bakar bokongku itu." Ancamnya sarkas dan berbalik ke arah rumahnya.
"Cik, mengganggu kesenangan orang saja, dasar pemabuk! Seharusnya aku 'kan yang marah." Makinya setelah pria itu keluar dari halaman rumahnya.
Yoona hendak berbalik dan masuk ke dalam rumah, namun langkahnya terhenti saat ia mendengar suara tetangganya yang menyapa seseorang.
"Pagi, Mr Dante!"
"Pagi, Mrs Yunus!" ucpa pria yang disebut sinting oleh Yoona.
"Oh, pria menyebalkan itu bernama Dante. Sepertinya, Bu Marisa sangat akrab dengan pria aneh itu! Ahhh… masa bodoh lah, lebih baik Kamu jauhi pria pemabuk dan menyeramkan itu Yoona, atau bisa jadi dia pengedar bubuk setan!" Yoona menutup pintu dengan sangat kencang sehingga membuat dua orang tetangganya itu menoleh ke arah rumah Yoona.
Kedua orang tetangga Yoona menoleh ke arah pekarangan Yoona saat hentakan keras mereka dengarkan.
"Apa Mr ada masalah dengan nona Yoona?" tanya Marisa istri dari pak Yunus dengan rasa keingintahuan yang terlihat nyata.
"Tidak, hanya ada sedikit kesalahpahaman Mrs. Kalau begitu saya permisi." Dante menganggukkan kepala dan berlalu kearah rumahnya.
Di dalam rumah, Yoona yang masih merasa jengkel hanya bisa menghentak-hentakkan kaki seraya mengganti channel televisi. "Dasar tetangga aneh, pecundang, pemabuk, sinting pula." Mekinya tanpa henti.
"Memangnya aku tahu dia sedang tidur. Cih, menyebalkan!" Bibir Yoona benar-benar mengerucut merasa kesal karena kesenangannya terhenti.
Tak lama dari itu Yoona mendengar suara mobil yang berhenti tepat di depan rumahnya, lalu terdengar bunyi ketukan di pintunya. "Yoona, buka pintunya, ini Abang Dek!"
Mendengar Abangnya datang kejengkelan Yoona makin bertambah. "Cik, pasti disuruh Bunda. Sial, sial, sial, Aarrgghh...! Kenapa hari ini gue sial banget sih!" Masih dengan menghentakkan kaki Yoona berjalan ke arah pintu utama dan membukakan pintu dengan hentakan keras.
Pria yang mengatakan Abang pada dirinya sendiri hanya bisa mengerutkan kening melihat penampilan Yoona yang mengenakan tank top sebatas bawah dadanya dan celana kargo lengkap dengan sepatu, jangan lupa bandana dan topi yang berserakan di lantai.
Yoona membaringkan tubuhnya di sofa tanpa melepaskan sepatu, terlihat jelas wajah cantiknya yang tidak bersahabat. Tangannya terus menekan-nekan tombol remote control tanpa tujuan yang pasti.
Melihat itu Abangnya hanya bisa menghembuskan napas dengan perlahan, pasalnya wanita yang dewasa secara umur ini jika sudah merajuk akan sangat sulit dikendalikan.
Malik menghampiri adiknya yang memasang muka sangat masam, seasam buah lemon tanpa gula. "Adek Abang, kenapa sih? Kok mukanya kecut gitu?" tanya Malik yang duduk di kursi tunggal yang tak jauh dari Yoona berbaring.
Malik kembali melirik adiknya dan berharap mendapat jawaban. Nyatanya, jangankan menjawab melirik saja tidak. Yoona tetap fokus pada layar televisi dan terus mengganti channel-nya. "Dek, ayo mandi dong! Terus kemasi pakaiannya. Bunda pasti sudah nunggu!" Yoona tetap saja diam.
Yoona sendiri tahu apa tujuan Abangnya itu datang ke rumahnya, ia benar-benar tidak ingin dijodohkan oleh ibunya apalagi pria itu seorang duda.
Sebenarnya bukan masalah statusnya, melainkan Yoona sudah tidak tertarik pada laki-laki. Menurut Yoona, yang sudah berpacaran lama dan cukup saling mengenal saja hubungannya kandas bahkan sebelum kata sah terucap, apalagi yang sama sekali tidak ia kenal. Bisa seperti apa nanti pernikahannya, yang ada lebih mengerikan daripada di neraka.
"Dek, ayo dong!" Bujuk Abangnya lagi. Malik menghela nafasnya pasrah melihat Yoona yang sama sekali tidak bergerak dan menyahuti ucapannya. "Ya sudah, Abang bantu kemas ya, pakaiannya? Adek mandi saja dulu, gih!" pintanya pada adik yang begitu keras kepala.
Malik bangkit dari duduknya dan pergi ke kamar Yoona untuk memasukkan beberapa pakaian yang akan dikenakan oleh adiknya selama di Bandung. Malik yang sudah selesai mengepak keperluan Yoona pun keluar dari kamar. Namun adiknya itu masih tetap berbaring di sofa bahkan belum bergerak sama sekali dari sana.
"Dek, Abang 'kan minta Kamu untuk mandi! Kok belum mandi juga sih?!" Malik memejamkan matanya guna meredakan emosinya. Kali ini sikap Yoona benar-benar keterlaluan, gadis itu benar-benar mendiamkannya.
"Kamu mau jalan sendiri ke dalam mobil, atau Abang yang gendong?" Ancam Malik dengan nada yang naik satu oktaf dari sebelumnya karena geram melihat Yoona yang masih saja mengacuhkannya.
Malik menarik koper Yoona dan meletakkannya di bagasi, kemudian ia kembali masuk ke dalam rumah untuk mengecek semua pintu dan jendela dalam keadaan terkunci. "Dek ayo! Nanti keburu sore sampai di Bandung-nya!"
Masih tetap tidak ada pergerakan dari Yoon. Malik yang sudah tidak bisa menahan kemarahannya lagi akhirnya mematikan televisi dengan cara merampas paksa remote dari tangan adiknya itu.
"Kamu, mau, jalan sendiri, atau—mau benar-benar Abang gendong?!" Mendengar nada bicara Malik yang sudah naik menjadi lima oktaf, Yoona bangun dari posisi nyamannya.
"Aku benci sama Abang Nouval! Memangnya kenapa kalau wanita tidak menikah, hem? Bukankah tidak ada larangan dan undang-undangnya?!" ucapnya sinis penuh dengan kebencian.
Yona menghentak hentakan kaki masih dengan mulut bergumam penuh dengan umpatan dan sumpah serapah, bahkan ia sudah tidak peduli lagi dengan apa yang ia pakai. Yoona menjejalkan tubuhnya ke dalam mobil dan membantingnya sangat keras.
'Aduh … gimana cara menghindari dari ini semua ya? Gue kasih alasan apa sama Bunda dan Ayah. Udah gak bisa kabur lagi ini. Cek, ada-ada saja', monolog Yoona dalam benaknya.
Malik kembali masuk ke dalam kamar dan mengambil jaket hoodie milik adiknya. Sesampainya di mobil, Malik membuka pintu dan memakaikan jaket kepada Yoona dengan paksa.
Pergerakan itu tidak luput dari tetangga menyebalkan Yoona yang tepat tinggal di sebelahnya. "Apakah pria itu kekasihnya? kasar sekal."
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya." Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju