SUAMI PARUH WAKTU – 16“Ayo kita pulang, Ma … aku lelah, sangat lelah.”Pak Wilyasa dan mama Erna hanya bisa mengernyitkan keningnya melihat putrinya yang merasa lelah secara tiba – tiba. Keduanya pun lantas mengikuti permintaan Renata tanpa membantahnya lagi.“Eh, ada apa dengan kepalamu Rena … Kalau gitu ke rumah sakit saja ya?” imbuh mama Erna yang merasa cemas kala Renata mulai memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.Dengan sigap Renata mengelak. “Ah tidak, Ma. Ini sama sekali tidak parah. Aku masih bertahan, ini hanya butuh istirahat saja…”“Kamu yakin, Rena? Yah kenapa si kamu tidak mau ke rumah sakit, hum? Bagaimana kalauk kondisinya tidak baik – baik saja?” sela mama Erna yang sudah mulai memegangi kedua bahu Renata sembari memijatnya dengan tenaga yang cukup kuat.“Iya, Ma. Tenang saja. aku hanya butuh tidur, sudah … trust me.” Renata terus saja mencari alasan sembari menekan – nekan pelipisnya.“Ya sudah, kita pulang sekarang.” Pak Wilyasa memutuskan dengan cepat. Ia seg
SUAMI PARUH WAKTU – 17“Eits, nggak usah deh ma … aku beneran cape banget. Mungkin karena memang kesehatanku belum pulih sepenuhnya, jadi aku masih sering pusing. Atau … barangkali karena aku tidak bisa jauh dari Darren, hehe … Papah sih!”‘Oh astaga!! Demi mengalihkan topik, gue rela deh keliatan bucin ke Darren. Kalau cuma alasan biasa mah, mama papa gak akan percaya!’ Setiap kali Renata merasa kikuk, bingung dan canggung, ia akan berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka dengan cara – cara tertentu. Dan tak ketinggalan, Renata masih seringkali bergumam karena tak jarang Renata merasa kesal dengan situasinya saat ini. Renata sampai rela untuk terlihat begitu mencintai Darren dan tak bisa terpisahkan dari calon suaminya itu.Mendengar ucapan itu keluar dari mulut putri kesayangannya, membuat Pak Wilyasa tak bisa berkata banyak. Jujur saja, Pak Wilyasa pun sampai memikirkan hal itu lebih dalam. Bagi pak Wilyasa, apa yang kemudian dibicarakan oleh Renata memang terdengar s
‘Ayo Renata … balas pesanku. Aku hanya ingin tahu siapa orang-orang yang kita temui tadi di restaurant. Akankah aku juga mengenalinya?’ gumam Darren yang masih menatap layar ponselnya guna menanti balasan pesan dari Renata.Selang beberapa menit, ponsel Darren menyala. Ada dering notifikasi pesan masuk disana. Renata menjawab pesan dari Darre.“Tidak ada apa – apa. Pulanglah. Besok kita bicarakan lagi. Selamat malam!” Hanya itu yang Renata tulis. Semua nampak anu – abu dan samar. Darren tak tahu apa – apa. Darren ingin tahu sesuatu, sebab Renata nampak begitu aneh secara tiba-tiba.‘Apa aku perhatikan saja mereka. Ya, setidaknya aku harus mengenali satu-satu dari mereka, aku harus tahu semua yang terlibat di situ malam ini. Tidak mungkin Renata menjadi seperti itu jika memang semua nampak baik-baik saja.” Darren berbicara pada dirinya sendiri.Ia memantapkan hati. Darren akan tetap bertahan disini, dan memperhatikan keadaan sekitar. Semua dimulai dari arah kiri, ada seorang pria ber
Suami Paruh Waktu – 19“Terima kasih, Ri. Tidak usah repot – repot untuk menyiapkan hadiah sebesar ini. Dengan hadirnya dirimu saja sudah membuatku terkesan,” Renata menarik lengkung manis di bibirnya. Hingga kedua sudutnya mengembang sempurna.Lengkap dengan perpaduan make up flawless, lipstik yang glossy dan riasan yang softly. Semua membuat tampilan Renata Michelle hari ini nampak begitu natural dan sangat cantik.Terlebih, ditambah dengan balutan gaun berwarna gold rancangan dari desainer ternama kota Jakarta kala itu. Jelas kualitas bahan dan rancangan yang tidak akan mengecewakan.Gaun gold yang bertabur berlian swarovski membuat Renata Michelle menjadi semakin bersinar di tengah – tengah acara tersebut yang mana ini mengalahkan kecantikan para tamu undangan yang hadir.Ya, hari ini adalah hari paling bahagia bagi Darren dan Renata. Tapi tidak bagi Riri sahabat Renata. Ia seperti menunjukkan ekspresi yang berbeda dan nampak terlihat tidak tulus.“Sama-sama, Ren. Ini untukmu seca
“Kamu loh, Ren sudah memasuki usia kepala tiga. Tahun depan sudah seharusnya ngasih mama cucu, tau!”Suasana masih pagi, namun seperti biasa mama Erna selalu saja membahas hal yang sama. Satu hari yang sudah berlalu selalu menjadi hal yang penting baginya, karena waktu-waktu tersebut telah membuat usia kita semakin bertambah, terkhusus untuk anak gadis kesayangannya. Dan seperti hari-hari sebelumnya, Renata Michelle selalu menanggapi keluh kesah mamanya dengan sebuah senyum ambigu tanpa arti. Pun, setelahnya ia kembali mengabaikan sang mama dan kembali melahap roti isi daging yang menjadi menu kesukaannya.“Hey! Mama itu sedang mengajak kamu bicara,” sambung mama Erna yang kini menyambar roti milik Renata.“Pah, lihat mama! Aku harus buru-buru ke kantor, Ma. Aku ada rapat, setelahnya aku juga harus bertemu klien, belum lagi –”“Bla bla bla ….” Mama Erna menirukan gaya bicara Renata yang hampir tak memiliki jeda sama sekali.Alhasil Renata menyandarkan punggungnya kesal. Sementara mam
“Kenapa sih, Ren? Ada masalah?” Riri berjalan dari arah pantry, menghampiri Renata di ruangannya. Ia mengulurkan sebuah cangkir yang berisi kopi seduh instant favoritnya.Renata mulai mengalihkan pandangannya ke arah Riri dan hanya menggedikkan bahunya seolah memberikan sebuah jawaban tersirat atas pertanyaan Riri. “Kopi luwak?” tanya Renata menunjuk ke arah cangkir kopi Riri.Kini giliran Riri yang mengangguk. “Yah, seperti biasa. Kopi penghilang kantuk. Udah buruan cerita … kali aja aku bisa bantu kamu kan wahai ibu bos?”Renata hanya menarik sudut bibirnya sekilas, “Hmm, gimana yaa … mama sama papa udah terus-terusan mendesak agar aku segera menikah. Bayangin, Ri … kalau tidak bisa mendapatkan jodoh dalam waktu satu bulan, aku harus siap untuk dijodohkan. Parah kan?” Riri tak bisa menahan tawanya yang terlanjur meledak. “Pft! Memangnya ini zaman Siti Nurbaya? Haduh, haduh…”Bersahabat baik sejak masa putih biru membuat Riri sangat paham watak dan karakter sahabatnya itu. Renata
“Ada apa ini??” Terdengar suara bariton yang kemudian hadir di antara Renata dan lelaki tua itu. Rupanya, ada seorang lelaki yang datang. Setidaknya, Renata bisa sedikit lega dan berharap bahwa pria itu bisa menjadi penyelamat baginya.Pria tersebut lantas mengedarkan netranya ke segala arah untuk memastikan dugaannya, termasuk ke arah seorang gadis yang jatuh tersungkur di bawah dengan pakaian dan rambut yang terlihat berantakan. Ia juga sempat melihat bagaimana pria tua tersebut sempat menjambak dan menarik pakaian Renata dengan kasar sebelumnya.“Apa yang kau lakukan?” “Siapa kau? Tak perlu ikut campur!!”BUG!PUK!Lelaki tua yang sempat menyiksa Renata hendak melayangkan sebuah pukulan ke arah pria tersebut. Beruntung, pria penyelamat itu dapat dengan tangkas menghalau dengan cepat hingga terjadilah aksi saling cek-cok di dalam ruangan toilet.Perkelahian berlangsung selama lima menit lebih. Aksi saling pukul membuat keduanya sama-sama mendapatkan luka memar di berbagai sisi. Be
Darren sibuk berkeliling semua ruangan mencari dimana keberadaan Renata.“Dia kemana, Bu?” “Dia siapa? Ahh … bos kamu itu ya? sudah pergi sejak subuh tadi, katanya ada pekerjaan mendesak. Hmmm, bukankah seharusnya ia beristirahat dulu ya?”Ibu Darren sama sekali tak tahu secara mendetail tentang keadaan Renata yang memalukan. Sebab Darren sudah berjanji untuk merahasiakan itu dari siapapun. “Ibu kenapa membiarkan dia pergi? Kalau dia bertemu orang jahat lagi gimana? Ibu juga kenapa tidak membangunkan aku?” pekik Darren dengan suara yang sedikit kesal.“Ibu sudah bangunkan kamu, loh! Lagipula dia terlihat buru-buru. Jadi ibu bisa apa?” Ekspresi Darren masih terlihat kesal. Ia terduduk tanpa berbicara apapun untuk menanggapi ucapan ibunya.“Hmm … ngomong-ngomong ibu belum tahu siapa namanya. Anaknya lumayan baik dan ramah meskipun dia seorang atasan. Ibu suka. Siapa namanya?”KRIK!Otak Darren seketika berputar cepat. Setelah mengingat-ingat memorinya semalam, Darren memang belum sem