Share

Pria Penyelamat

“Ada apa ini??”

Terdengar suara bariton yang kemudian hadir di antara Renata dan lelaki tua itu. Rupanya, ada seorang lelaki yang datang. Setidaknya, Renata bisa sedikit lega dan berharap bahwa pria itu bisa menjadi penyelamat baginya.

Pria tersebut lantas mengedarkan netranya ke segala arah untuk memastikan dugaannya, termasuk ke arah seorang gadis yang jatuh tersungkur di bawah dengan pakaian dan rambut yang terlihat berantakan. Ia juga sempat melihat bagaimana pria tua tersebut sempat menjambak dan menarik pakaian Renata dengan kasar sebelumnya.

“Apa yang kau lakukan?”

“Siapa kau? Tak perlu ikut campur!!”

BUG!

PUK!

Lelaki tua yang sempat menyiksa Renata hendak melayangkan sebuah pukulan ke arah pria tersebut. Beruntung, pria penyelamat itu dapat dengan tangkas menghalau dengan cepat hingga terjadilah aksi saling cek-cok di dalam ruangan toilet.

Perkelahian berlangsung selama lima menit lebih. Aksi saling pukul membuat keduanya sama-sama mendapatkan luka memar di berbagai sisi. Beruntung, pria penyelamat ini masih sangat muda dan tangkas sehingga mampu mengalahkan lawannya.

Segera setelah lelaki tua dan mesum itu dapat dikalahkan, pria tersebut melaporkannya kepada pihak kepolisian dan menghubungi sang pemilik hotel atas insiden ini.

Sembari masih mengatur napasnya yang masih tersengal, dengan sangat hati-hati pria tersebut mendekat ke arah Renata yang masih nampak sangat ketakutan.

“Kamu nggak papa?” ujar pria tersebut.

Renata hanya diam termangu tak bersuara. Tangannya bergetar persis seperti orang yang sedang kedinginan. Ia bahkan tak lagi bisa mengeluarkan air matanya mengingat betapa takutnya ia saat ini.

Dengan rasa simpatinya yang cukup besar, pria tersebut menyelimuti tubuh Renata dengan jaket tebal miliknya. Ia bisa menebak, bahwa mungkin wanita yang kini ada bersamanya sedang mengalami trauma cukup hebat akibat kejadian itu.

“Jangan takut, semua sudah baik-baik saja. Namaku Darren, aku akan mengantarmu pulang kalau begitu. Mari,” sambung Darren lagi sembari mencoba merangkul bahu Renata dan mengajaknya berdiri.

Namun Renata menolak. Tubuhnya semakin menggigil hingga mengeluarkan keringat yang cukup banyak di wajahnya. Tentu saja, hal ini membuat Darren semakin panik. Terlebih di tempat itu memang masih banyak orang yang berlalu lalang menyaksikan proses penangkapan lelaki mata keranjang tersebut.

“Baiklah kalau kau menolak untuk pulang. kita menyingkir dari sini untuk sejenak. Aku pikir kamu akan semakin tertekan bertemu dengan banyak orang, terlebih jika ada media yang meliputnya. Kemari, aku bantu.”

Sangat hati-hati, Darren mulai membawa tubuh kecil Renata menjauhi kerumunan orang dengan merangkul bahunya begitu erat. Ia juga menutupi wajah dan identitas Renata menggunakan jaket miliknya. Setidaknya, Renata harus menjauh dari orang-orang terlebih dahulu.

“Kamu tunggu di sini, biar aku belikan secangkir kopi hangat.”

“Jangan pergi. Please …. Tetap di sini sampai tubuhku mulai stabil…” pinta Renata tanpa mengubah ekspresinya. Ia menahan tangan Darren untuk pergi.

Sejujurnya, Darren sudah sangat mengkhawatirkan Renata. Bukankah gadis ini sebaiknya ke rumah sakit untuk mengobati rasa takutnya?

Tapi, Darren juga tak bisa menolak permintaan gadis itu. Ia memilih dan mencoba untuk mengerti. “Baiklah, tapi aku tak bisa membiarkanmu tetap berada di luar seperti ini. Udara malam bisa membuat tubuhmu semakin menggigil. Lantas kemana aku bisa membawamu pergi malam ini?”

Renata diam sejenak. Ia berpikir bahwa tak mungkin pulang ke rumah malam ini dalam keadaan yang sangat kacau seperti ini. Akan seperti apa kira-kira perasaan papa dan mamanya kala melihat putrinya menjadi korban dari pelecehan seksual yang menjijikkan seperti ini?

Ia juga tak punya teman lain. Hanya Riri sahabat dekatnya. Pun untuk pergi ke rumah Riri rasanya lebih tidak mungkin. Sebab sahabatnya itu sudah memliki keluarga dan suami. Tak baik jika Renata harus menginap di rumahnya.

Renata tak punya pilihan lain. Ia kemudian menggerakkan bola matanya secara perlahan dan menatap wajah Darren yang setengah berlutut di hadapannya saat ini hanya untuk memperhatikan keadaan Renata.

“Eum, maaf sebelumnya … Boleh kah aku menginap di rumahmu malam ini?” pinta Renata lirih. Suaranya terbata-bata, seolah ia ragu-ragu untuk mengatakannya.

“Ha? Di rumahku? Tapi ….” Darren menghentikan kalimatnya. Ia ingin sekali menolak dengan lembut, namun melihat kondisi Renata sepertinya ia tak akan sampai hati untuk menolaknya.

“Apa ada masalah jika aku menginap di rumahmu? Kau sudah memiliki istri dan anak?”

“Bukan-bukan! Bukan begitu…” respon Darren cepat.

Sebenarnya Renata ingin bertanya tentang banyak hal tentang pria tersebut. Ia juga merasa sangat malu karena harus ikut bersama pria asing pada malam hari seperti ini. Tapi lagi dan lagi ia tak punya pilihan lain.

Hotel? Hotel cukup membuatnya trauma setelah kejadian tadi. Lagipula, jika bersama Darren entah mengapa Renata akan merasa aman. Lebih aman daripada ia harus menginap di apartemennya seorang diri atau menginap di sebuah hotel.

Tapi … Bagaimana kalau pria ini keberatan? Bagaimana kalau ia sudah memiliki istri? Bagaimana kalau dia bukan pria baik-baik?

Setelah cukup lama Darren berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil pilihan tercepat. Khawatir jika ia menolaknya, wanita ini mungkin bisa saja tak sadarkan diri di tempat seperti ini karena menahan kondisi tubuhnya atau justru ada kejahatan lain yang mengintainya.

“Aku memang tidak tinggal seorang diri. Aku tinggal bersama ibuku. Kalau memang kau tak ingin pulang ke rumahmu, aku bersedia membawamu pulang.”

“Sungguh? Maaf karena aku menjadi beban untukmu…” Renata menyembunyikan wajahnya dengan menunduk.

“Tak apa. Aku bisa mengerti. Kita harus segera pergi secepatnya… wajahmu … wajahmu jauh lebih pucat dari yang sebelumnya,” tukas Darren kian khawatir.

Renata menggangguk. “Oh ya? Ah, tak masalah. Aku baik-baik saja.”

Namun Darren tak percaya. Segera, ia membawa Renata menuju ke mobilnya. Setelah itu, mereka menuju ke rumah Darren.

TOK!

TOK!

“Ibu, Darren pulang … maaf karena terlambat.” Darren mencoba memanggil ibunya dari pintu luar rumahnya.

KLAK!

Tahu bahwa Darren tengah merangkul seorang wanita, wajah ibu Darren lantas berubah tepat ketika ia membuka pintunya. Ia juga sempat menengok jam dinding yang berada di dalam rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

“Siapa ini, Darren?”

Darren lupa, ia seharusnya memikirkan terlebih dahulu jawaban apa yang kiranya akan ia berikan jika ibunya bertanya tentang hal tersebut.

Jelas saja, ibunya curiga dan juga kecewa. Pasalnya Darren memang tak pernah membawa wanita manapun pulang ke rumahnya malam-malam begini dalam keadaan seperti itu.

Jangankan untuk membawa seorang gadis pulang, bergaul dan berkencan dengan banyak wanita saja rasanya Darren tak pernah. Alasannya sederhana, ibu Darren cukup selektif dan juga sensitif tentang hal ini.

“Ibu tanya sekali lagi, siapa dia dan ada apa ini Darren?” sama sekali tak ada senyum yang menghiasi wajah ibu Darren seperti biasanya.

Darren masih bingung sebab ia bahkan sama sekali tak tahu siapa dan bagaimana identitas gadis ini. Semua kebaikannya hanya di dasarkan atas rasa simpati dan kasihan semata. Padahal bisa saja Darren bertemu dengan kesialannya jika terus melakukan tindakan ceroboh seperti ini.

Sekilas, Darren sempat melihat pakaian dan juga semua aksesoris yang Renata kenakan di tubuhnya. Jadi jika ia tidak salah menilai, gadis yang datang bersamanya ini adalah putri dari keluarga kaya raya.

“Ini atasanku, Bu. Ehm ... beliau ini atasan Darren selama di kantor. Ceritanya panjang, aku juga tak tahu pasti bagaimana keadaannya … namun yang pasti beliau sedang mengalami musibah malam ini. bolehkah aku membawanya masuk, bu?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status