Pov NovalSeperginya Citra bersama atasannya membuat rasa percaya diriku seakan memudar, bagaimana aku bisa bersaing dengan atasannya itu. Bukan hanya kalah dari segi harta, wajah dan penampilannya jauh diatasku. Bagaimana pria sempurna sepertinya bisa memilih janda beranak tiga seperti Citra. Dari segi usia memang terlihat kami seumuran, apakah dia duda atau bujang, kini pikiranku dihantui dan tertarik mengetahui pribadi sosok pria itu. Aku memutar otakku, mencari cara agar Citra kembali lunak seperti dulu. Tak ada cara lain, aku akan menggunakan anak-anak sebagai senjata untuk memancing Citra mendatangiku.Aku ambil ponselku, kutekan nomor Citra yang ku dapat dari teman kerjanya secara sembunyi-sembunyi beberapa hari yang lalu. Semoga Citra tidak mengganti nomornya lagi.Panggilan terhubung, syukurlah Citra tak lagi mengganti nombor ponselnya. Panggilan pertama dan seterusnya Citra tak juga mengangkatnya. Aku tak pantang menyerah, ku coba menghubunginya beberapa kali lagi, namun ha
Pov Author"Bagaimana bapak tau saya ada didalam sini?" tanya Citra dengan menatap Andre penuh selidik. "Em..." Andre terlihat gugup dan bingung menjawab pertanyaan Citra, terlihat ia menggaruk dahinya karena bingung harus menjawab apa. " Jangan bilang kau menguntitnya?" tanya Noval dengan tatapan kebencian pada Andre."Saya hanya ingin memastikanmu tidak menyakiti Citra!" jawab Andre jujur. "Kenapa kau sangat peduli dengan masalah Citra, kau berhak mengatur hanya sebatas di tempat kerja bukan diluar kerja seperti ini!" ucap Noval yang begitu geram karena rasa cemburu melihat orang lain memperhatikan Citra dengan berlebih membuatnya merasakan sakit."Kau tidak menyadari, kau terlalu bahaya untuk hidup Citra? Kau sudah menghancurkannya dulu, dan sekarang ketika ia baru bisa bangkit dengan seenaknya kau ingin mengganggu hidupnya lagi? apalagi yang tengah kau rencanakan hah?" ucap Andre tak kalah emosi."Sudah kubilang, ini semua bukan urusanmu, pergi kau dari rumahku!" usir Noval."T
Pov CitraSekitar tiga puluh menit aku memejamkan mata, aku terbangun karena tangisan Naira. Ku gendong dia agar berhenti menangis. Tak lama kemudian Naura ikut terbangun juga Zahra. Zahra langsung memelukku karena dia bilang sangat merindukanku.Hari ini aku lihat ketiga anakku bahagia sekali karena kedatanganku. Andai saja Noval tidak memberiku luka yang sangat dalam aku maafkan kesalahannya demi anak-anakku.Aku bukan seorang ibu yang egois, aku punya alasan kuat kenapa bersihkeras tak mau kembali dengan mantan suamiku itu.Malam harinya Zahra bertanya suatu hal yang tak bisa ku jawab. Noval memang keterlaluan, dia berbicara bohong pada Zahra agar aku tersudut."Ayah bilang, sebentar lagi ibu akan ikut tinggal disini. Ayah juga bilang kalau ibu tidak akan pergi-pergi lagi. Pasti Zahra dan adik-adik akan senang sekali jika benar ibu kembali bersama kami disini!" ucap Zahra lugu. Bibirku berat sekali untuk menjawab pertanyaan gadisku yang lugu ini, aku tidak mampu berkata-kata. Aku t
Pov AuthorKini Citra menjadi pribadi yang lebih pendiam dari sebelumnya yang memang sudah pendiam. Ia selalu pergi dan pulang kerja diantar oleh mantan suaminya. Di dapur tempatnya bekerja ia sudah tidak mendapatkan perlakuan iseng dari Andre lagi. Tak ada makan siang bersama atau sekedar pergi bersama ke masjid untuk solat dzuhur ketika jam istirahat dengan Andre, jujur ia merasa kesepian. Riyan pun sudah beberapa hari mendiamkannya meskipun kadang tak sengaja mereka beradu pandang tapi Riyan dengan cepat mengalihkan pandangannya ke tempat lain, rasa kecewa jelas masih bersarang dihati bosnya itu.Siang ini Nita terlihat mendatangi Restoran tempat Citra bekerja, bukan Nita namanya jika ia datang tanpa bermaksud membuat masalah. Ia sudah cukup lama mengetahui dimana Citra bekerja, namun baru sekarang ia bisa datang untuk mengerjai teman yang dianggap musuh bebuyutannya itu. Ia sudah mencari informasi sebelumnya tentang masakan apa yang Citra masak didapur restoran itu, segera ia meme
Pov AuthorTok... tok... tokSetelah Riyan dan Andre saling menyalahkan mereka mengulang lagi mengetuk pintu. "Citra, tolong bukakan pintu! saya hanya akan pulang ketika kamu mau mendengar penjelasan saya!" teriak Riyan sambil terus menggedor pintu. Tak ada jawaban dari Citra, keadaan masih hening tanpa balasan suara apapun. "Percuma saja Pak, anda berteriak seperti itu. Kata-kata Bapak tadi siang bener-bener pedes. Kalau saja saya yang jadi Citra sudah melayang kecoa itu ke muka bapak sebagai pembalasan kata-kata kasar Bapak!" ucap Andre membuat patah semangat bos nya."Apa separah itu kata-kata saya?" tanya Riyan dibalas dengan anggukan oleh Andre. "Apa saya naikan gaji Citra saja biar dia mau memaafkan saya?" gumam Riyan membuat terkejut Andre. "Bapak mau nyogok dia? saya pastikan ia bukan cuma marah, tapi langsung blockir nama bapak dari hidupnya!" ucap Andre lagi membuat Riyan berhenti mengetuk pintu. Ia lantas mengambil ponselnya lalu menelpon Citra namun nombor Citra sudah
Pagi yang dingin dengan sedikit gerimis tak membuat Citra malas untuk beraktivitas seperti biasa. Setelah ia selesai merias diri, ia tersenyum sendiri didepan cermin, layaknya seorang ABG yang tengah puber. Citra merasa ada dipuncak asmara ketika mengingat hubungannya dan bosnya sudah membaik bahkan terlihat sangat dekat sekarang.Noval yang terlihat sangat marah kemarin belum memperlihatkan kembali batang hidungnya, Citra berharap Noval secepatnya menghilang dari hidupnya. Biang masalah itu seharusnya sadar diri, hati yang sudah ia hancurkan berkeping-keping saat dulu tidak bisa kembali utuh dan memberinya tempat secuilpun untuk tinggal.Citra meninggalkan cermin setelah sadar dia seperti orang gila tersenyum dan tertawa seorang diri sambil berkaca, roda hidup memang nyata berputar. Akibat kesabarannya, ia kini merasakan semua penderitaannya sudah berakhir. Ia berada disekitar orang yang sangat mempedulikannya, ini lebih dari cukup membuatnya menjadi seseorang yang berguna dibandingk
Pov CitraSekali lagi duniaku terasa runtuh mendapat perlakuan memalukan seperti ini, dosa masalalu yang terpaksa ku lakulan kini terpapar kembali didepan orang-orang baru yang beberapa bulan ini ku kenal. Aib terbuka dan aku benar-benar kehilangan muka. Tuhan, apakah aku tak layak hidup tenang meski hanya sekejap?.Kupandangi kebencian yang mendalam dari sorot pandang ibu dari bosku, dan bisik-bisik dari teman kerjaku seakan menambah remuk hati yang memang sudah hancur lebur, begitu menjijikankah aku sekarang didepan mereka?Pak Riyan hanya bisa menatapku iba, benar-benar membuatku terlihat menyedihkan didepannya. Aku melepas tanganku yang sedari tadi menempel dipipi akibat panas dan pedihnya tamparan wanita yang dulu sangat kuhormati. Kuputar punggungku dan segera menghilang dari pandangan mereka, gerimis yang tadi terasa biasa kini berubah menjadi hujan lebat yang seolah ikut mengejekku kali ini. Tamparan demi tamparan rintikan hujan yang menyambar kulit wajahku dan membasahi selur
Beberapa jam perjalanan akhirnya kami sampai di depan rumah mantan mertuaku itu. Aku mencium kedua anak kembarku rasanya begitu kangen padahal beberapa hari lalu saja meninggalkan mereka, sedangkan Zahra sudah berangkat ke sekolah jadi aku belum bertemu dengannya.Pak Andre ikut turun, terlihat sedikit kekecewaan diwajah ayah mertuaku. Harapannya untuk melihatku rujuk dengan anak semata wayangnya pupus sudah. Setelah bersalaman dengan mantan ayah mertuaku Pak Andre menggendong Naura, aneh sekali Naura langsung mau di gendong. Biasanya dia takut dengan orang yang baru pertama ia lihat, sosok penyanyang Pak Andre mungkin membuat anak kecil pun merasa nyaman padanya."Ayah, bolehkah saya membawa anak-anak jalan-jalan dan menginap dengan saya hari ini. Esok saya akan mengantarnya tepat waktu sebelum Zahra pergi ke sekolah." tanyaku pada Ayah mertuaku."Ayah akan berunding dulu dengan Noval, Ayah takut ia akan marah jika Ayah tidak menanyakan hal ini padanya." jawab Ayah mertuaku. Pak And