Share

Suami Pengganti Wasiat Papa
Suami Pengganti Wasiat Papa
Author: PutriNaysaa

Mempelai Tidak Datang

“Sudah jam dua belas, mana mempelai prianya?” bisik salah seorang tamu undangan.

“Tidak tahu? kok bisa terlambat sampai tiga jam? Jangan-jangan kabur pengantin prianya,” bisik tamu yang lainnya.

“Hus jangan bicara sembarangan,” bantah Tante mempelai wanita yang tiba-tiba sudah berada di samping mereka.

Panggung calon pengantin tertata indah penuh bunga dan hiasan, warna gold putih dan pink  adalah warna pilihan pasangan calon mempelai. Meja kursi para tamu serta meja kursi penghulu sudah penuh diduduki oleh sanak saudara yang ingin menyaksikan ijab qabul saudara mereka. Ada beberapa kerabat jauh dan tetangga dekat turut menantikan duduk di kursi mereka perlahan mulai lelah menunggu. 

Suara-suara sumbang mulai mengudara merangkaikan banyak kemungkinan mengapa sang mempelai pria dan keluarganya tidak kunjung datang. Ada yang berspekulasi kemungkinan ada halangan, sampai ada yang menduga mengalami kecelakaan menuju hotel pernikahan. Orang tua mempelai wanita bahkan sudah mondar-mandir menghubungi banyak orang dari keluarga calon menantunya.

“Belum sampai rumah? Kok bisa? sudah pulang tapi dari Jakarta? Sudah di cari tahu keberadaannya? Kenapa bisa tiba-tiba hilang begitu saja?” Suara menggema ayah mempelai wanita terdengar memenuhi aula tempat disiapkannya untuk akad nikah.

“Jangan mempermainkan putri kami ya Pak Ilyas! Di mana Batara sekarang!” Menggema suara tersebut dengan telapak tangan mengepal kuat.

Suasana aula seketika ramai oleh banyaknya orang yang bersuara, ibu calon pengantin wanita sudah duduk lemas dengan kepala menunduk di salah satu kursi tamu mendengar perkataan suaminya. Kakak perempuan calon pengantin sudah menahan tangis sekuat tenaga di samping adiknya yang tidak mengeluarkan suara sedikitpun di ruangan make up pengantin dengan tangan memegang erat ponsel.

“Emily! Ya Tuhan Emily!” Kakak perempuan yang sedari tadi menggenggam sebelah tangan dingin adiknya menjerit histeris kala sang adik dengan balutan kebaya akad putih penuh manik-manik indah terkulai pingsan jatuh ke lantai ruangan ia dirias.

Dua orang yang jongkok di luar ruang rias langsung masuk tanpa permisi begitu mendengar jeritan dari dalam, membelalak sempurna dapati mempelai wanita sudah pingsan dan sang kakak yang berbalut kebaya baby pink menangis tersedu-sedu.

“Tolong Emily tolong,” sedu Kakak Emily pada dua anggota wedding organizer yang mengenakan jas hitam dengan telinga masih mengenakan alat penghubung dengan tim mereka.

Tim WO laki-laki langsung berucap permisi sebelum mengangkat sang mempelai wanita yang pingsan dan membawanya keluar untuk dibawa ke sebuah kamar hotel tempat acara pernikahan dilakukan. Sedangkan satu kawan tim wanitanya berlari menuju aula memberitahukan pada keluarga Emily bahwa Emily pingsan di ruang, ia bahkan sampai lupa memiliki alat yang harusnya cukup ia tekan berseru maka semua timnya akan mendengar. Panik membuat ia melakukan sedikit hal bodoh dan memakan waktu tentu saja.

“Pak Bachtiar, Ibu Bachtiar ... Emily pingsan!” Tim WO dengan nama Ayuniar berseru sangat kencang dan membuat seisi aula gaduh seketika. 

Orang tua Emily berlarian menuju sang putri sedangkan para tamu semuanya berdiri kaget mendengar seruan tersebut. Bapak penghulu yang sudah sangat sabar menunggu tiga jam sampai Istighfar sebanyak yang ia mampu, baru pertama kali selama ia menikahkan ratusan pasangan pengantin. Baru kali ini sampai mempelai tidak datang, jika terlambat sudah banyak ia temui karena berbagai alasan. 

Tim WO ikut bingung namun langsung mengorganisir para tamu undangan untuk kembali tenang yang mana sudah tidak ada lagi ketenangan di sana. Semuanya berbicara, sampai sumpah serapah terdengar mengudara oleh entah dari mulut yang mana. Menyumpahi sang mempelai laki-laki bernama Batara Yuda yang membuat Emily sampai pingsan.

Sampai tiga puluh menit berusaha di sadarkan namun Emily masih tertutup rapat matanya. Tim WO yang tadi mengangkat Emily meminta izin memeriksa denyut nadi Emily karena ia perhatikan tarikan nafasnya semakin berat dan berjeda. Setelah diizinkan barulah ia tahu jika denyut jantung Emily bahkan melambat.

“Ke rumah sakit Pak Bachtiar, Emily butuh pertolongan Dokter.” Sang pemuda bernama Gallen dengan jas sudah di lepas berkata dengan sungguh-sungguh.

“Baik, saya bawa sekarang.” Ketika Papa Emily hendak mengangkat tubuh terkulai putrinya, tiba-tiba dadanya mendapat sengatan sakit yang luar biasa.

“Papa! Papa!” Ibu Bachtiar dan kakak Emily berseru bersamaan kala tubuh tinggi besar itu ambruk.

Bertambah kepanikan semua orang yang berada di kamar pengantin Emily, Gallen sontak mengangkat Emily dan berseru pada teman satu timnya untuk bantu mengangkat papa Emily. Kegaduhan kian memuncak kala dua orang pemilik acara dibawa keluar dalam keadaan tidak sadarkan diri dan Gallen berseru minta disiapkan mobil untuk ke rumah sakit dengan setengah berlari membawa tubuh terkulai Emily.

“Astaga ya Tuhan Emily, Bachtiar,” seru salah seorang tamu di sana.

“Ya Tuhan semoga keduanya baik-baik saja,” tambah yang lainnya.

“Biadab sekali memang Batara,” timpal tamu di sebelahnya.

Hancur sudah acara akad nikah yang digelar dengan begitu megah dalam gedung sebuah Hotel mewah. Keluarga mempelai menangis dengan isak menyayat hati yang mendengarnya. Tamu undangan memegangi dada ikut merasakan kesakitan keluarga mereka. Pihak Hotel tempat diselenggarakan bahkan terpaku dengan sendu kala mendengar bagaimana dengan teganya sang mempelai laki-laki tidak kunjung datang ketika akad nikah.

Semuanya hancur berantakan, tersisa kegaduhan yang sudah tidak sanggup lagi ditenangkan oleh tim wedding organizer. Mereka sendiri berdiri mematung menyaksikan kepergian dua mobil yang membawa keluarga klien mereka yang ikut mengantarkan.

“Pak Gallen ikut ke rumah sakit, bagaimana ini?” tanya Karina salah satu tim WO bagian pengatur duduk tamu pada salah satu rekannya Giantri.

“Kita hanya bisa tunggu komando Pak Gallen, semoga nona Emily dan pak Bachtiar baik-baik saja,” jawab Giantri sama bingungnya.

“Ya Tuhan kok ada manusia sejahat itu,” gumam Karina.

“Kita tidak tahu apa yang terjadi Karina, jangan memberikan penilaian tanpa diminta,” bantah Giantri pada pendapat kawannya yang tidak diperlukan.

“Iya, tapi apa pun alasan Batara tidak datang harusnya memberitahukan keluarga perempuan. Kalau seperti ini kasihan sekali Emily dan keluarganya,” tutur Karina.

“Sudah kita jangan banyak bicara dulu takutnya ada yang mendengar tidak enak. Kita kerjakan tugas kita saja.” Giantri menepuk bahu Karina dua kali untuk meminta sang kawan berhenti berspekulasi yang bukan tempatnya memberi komentar.

Emily mendapatkan serangan kecemasan berlebihan hingga mengganggu kerja jantung dan paru-parunya, dengan masih berbalut pakaian pengantin, ia harus menginap di UGD. Sedangkan papanya bahkan langsung masuk ruangan ICU karena serangan jantung mendadak.

Mama dan kakak Emily saling berangkulan untuk menguatkan, air mata mereka tak kunjung usai dari semenjak meninggalkan hotel tempat si bungsu akan menikah dan berakhir drama penuh kesakitan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
PutriNaysaa
...️...️...️...️...️...............
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status