Home / Romansa / Suami Pengganti Wasiat Papa / Mempelai Tidak Datang

Share

Suami Pengganti Wasiat Papa
Suami Pengganti Wasiat Papa
Author: PutriNaysaa

Mempelai Tidak Datang

Author: PutriNaysaa
last update Last Updated: 2023-09-22 13:15:44

“Sudah jam dua belas, mana mempelai prianya?” bisik salah seorang tamu undangan.

“Tidak tahu? kok bisa terlambat sampai tiga jam? Jangan-jangan kabur pengantin prianya,” bisik tamu yang lainnya.

“Hus jangan bicara sembarangan,” bantah Tante mempelai wanita yang tiba-tiba sudah berada di samping mereka.

Panggung calon pengantin tertata indah penuh bunga dan hiasan, warna gold putih dan pink  adalah warna pilihan pasangan calon mempelai. Meja kursi para tamu serta meja kursi penghulu sudah penuh diduduki oleh sanak saudara yang ingin menyaksikan ijab qabul saudara mereka. Ada beberapa kerabat jauh dan tetangga dekat turut menantikan duduk di kursi mereka perlahan mulai lelah menunggu. 

Suara-suara sumbang mulai mengudara merangkaikan banyak kemungkinan mengapa sang mempelai pria dan keluarganya tidak kunjung datang. Ada yang berspekulasi kemungkinan ada halangan, sampai ada yang menduga mengalami kecelakaan menuju hotel pernikahan. Orang tua mempelai wanita bahkan sudah mondar-mandir menghubungi banyak orang dari keluarga calon menantunya.

“Belum sampai rumah? Kok bisa? sudah pulang tapi dari Jakarta? Sudah di cari tahu keberadaannya? Kenapa bisa tiba-tiba hilang begitu saja?” Suara menggema ayah mempelai wanita terdengar memenuhi aula tempat disiapkannya untuk akad nikah.

“Jangan mempermainkan putri kami ya Pak Ilyas! Di mana Batara sekarang!” Menggema suara tersebut dengan telapak tangan mengepal kuat.

Suasana aula seketika ramai oleh banyaknya orang yang bersuara, ibu calon pengantin wanita sudah duduk lemas dengan kepala menunduk di salah satu kursi tamu mendengar perkataan suaminya. Kakak perempuan calon pengantin sudah menahan tangis sekuat tenaga di samping adiknya yang tidak mengeluarkan suara sedikitpun di ruangan make up pengantin dengan tangan memegang erat ponsel.

“Emily! Ya Tuhan Emily!” Kakak perempuan yang sedari tadi menggenggam sebelah tangan dingin adiknya menjerit histeris kala sang adik dengan balutan kebaya akad putih penuh manik-manik indah terkulai pingsan jatuh ke lantai ruangan ia dirias.

Dua orang yang jongkok di luar ruang rias langsung masuk tanpa permisi begitu mendengar jeritan dari dalam, membelalak sempurna dapati mempelai wanita sudah pingsan dan sang kakak yang berbalut kebaya baby pink menangis tersedu-sedu.

“Tolong Emily tolong,” sedu Kakak Emily pada dua anggota wedding organizer yang mengenakan jas hitam dengan telinga masih mengenakan alat penghubung dengan tim mereka.

Tim WO laki-laki langsung berucap permisi sebelum mengangkat sang mempelai wanita yang pingsan dan membawanya keluar untuk dibawa ke sebuah kamar hotel tempat acara pernikahan dilakukan. Sedangkan satu kawan tim wanitanya berlari menuju aula memberitahukan pada keluarga Emily bahwa Emily pingsan di ruang, ia bahkan sampai lupa memiliki alat yang harusnya cukup ia tekan berseru maka semua timnya akan mendengar. Panik membuat ia melakukan sedikit hal bodoh dan memakan waktu tentu saja.

“Pak Bachtiar, Ibu Bachtiar ... Emily pingsan!” Tim WO dengan nama Ayuniar berseru sangat kencang dan membuat seisi aula gaduh seketika. 

Orang tua Emily berlarian menuju sang putri sedangkan para tamu semuanya berdiri kaget mendengar seruan tersebut. Bapak penghulu yang sudah sangat sabar menunggu tiga jam sampai Istighfar sebanyak yang ia mampu, baru pertama kali selama ia menikahkan ratusan pasangan pengantin. Baru kali ini sampai mempelai tidak datang, jika terlambat sudah banyak ia temui karena berbagai alasan. 

Tim WO ikut bingung namun langsung mengorganisir para tamu undangan untuk kembali tenang yang mana sudah tidak ada lagi ketenangan di sana. Semuanya berbicara, sampai sumpah serapah terdengar mengudara oleh entah dari mulut yang mana. Menyumpahi sang mempelai laki-laki bernama Batara Yuda yang membuat Emily sampai pingsan.

Sampai tiga puluh menit berusaha di sadarkan namun Emily masih tertutup rapat matanya. Tim WO yang tadi mengangkat Emily meminta izin memeriksa denyut nadi Emily karena ia perhatikan tarikan nafasnya semakin berat dan berjeda. Setelah diizinkan barulah ia tahu jika denyut jantung Emily bahkan melambat.

“Ke rumah sakit Pak Bachtiar, Emily butuh pertolongan Dokter.” Sang pemuda bernama Gallen dengan jas sudah di lepas berkata dengan sungguh-sungguh.

“Baik, saya bawa sekarang.” Ketika Papa Emily hendak mengangkat tubuh terkulai putrinya, tiba-tiba dadanya mendapat sengatan sakit yang luar biasa.

“Papa! Papa!” Ibu Bachtiar dan kakak Emily berseru bersamaan kala tubuh tinggi besar itu ambruk.

Bertambah kepanikan semua orang yang berada di kamar pengantin Emily, Gallen sontak mengangkat Emily dan berseru pada teman satu timnya untuk bantu mengangkat papa Emily. Kegaduhan kian memuncak kala dua orang pemilik acara dibawa keluar dalam keadaan tidak sadarkan diri dan Gallen berseru minta disiapkan mobil untuk ke rumah sakit dengan setengah berlari membawa tubuh terkulai Emily.

“Astaga ya Tuhan Emily, Bachtiar,” seru salah seorang tamu di sana.

“Ya Tuhan semoga keduanya baik-baik saja,” tambah yang lainnya.

“Biadab sekali memang Batara,” timpal tamu di sebelahnya.

Hancur sudah acara akad nikah yang digelar dengan begitu megah dalam gedung sebuah Hotel mewah. Keluarga mempelai menangis dengan isak menyayat hati yang mendengarnya. Tamu undangan memegangi dada ikut merasakan kesakitan keluarga mereka. Pihak Hotel tempat diselenggarakan bahkan terpaku dengan sendu kala mendengar bagaimana dengan teganya sang mempelai laki-laki tidak kunjung datang ketika akad nikah.

Semuanya hancur berantakan, tersisa kegaduhan yang sudah tidak sanggup lagi ditenangkan oleh tim wedding organizer. Mereka sendiri berdiri mematung menyaksikan kepergian dua mobil yang membawa keluarga klien mereka yang ikut mengantarkan.

“Pak Gallen ikut ke rumah sakit, bagaimana ini?” tanya Karina salah satu tim WO bagian pengatur duduk tamu pada salah satu rekannya Giantri.

“Kita hanya bisa tunggu komando Pak Gallen, semoga nona Emily dan pak Bachtiar baik-baik saja,” jawab Giantri sama bingungnya.

“Ya Tuhan kok ada manusia sejahat itu,” gumam Karina.

“Kita tidak tahu apa yang terjadi Karina, jangan memberikan penilaian tanpa diminta,” bantah Giantri pada pendapat kawannya yang tidak diperlukan.

“Iya, tapi apa pun alasan Batara tidak datang harusnya memberitahukan keluarga perempuan. Kalau seperti ini kasihan sekali Emily dan keluarganya,” tutur Karina.

“Sudah kita jangan banyak bicara dulu takutnya ada yang mendengar tidak enak. Kita kerjakan tugas kita saja.” Giantri menepuk bahu Karina dua kali untuk meminta sang kawan berhenti berspekulasi yang bukan tempatnya memberi komentar.

Emily mendapatkan serangan kecemasan berlebihan hingga mengganggu kerja jantung dan paru-parunya, dengan masih berbalut pakaian pengantin, ia harus menginap di UGD. Sedangkan papanya bahkan langsung masuk ruangan ICU karena serangan jantung mendadak.

Mama dan kakak Emily saling berangkulan untuk menguatkan, air mata mereka tak kunjung usai dari semenjak meninggalkan hotel tempat si bungsu akan menikah dan berakhir drama penuh kesakitan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
PutriNaysaa
...️...️...️...️...️...............
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Bola Mata Abu-abu  (The End)

    “Belum Sayang?” Suami Gracia baru datang setelah Emily masuk ruang operasi tiga puluh menit lalu. “Belum, baru setengah jam masuk.” Gracia menjawab dengan masih merangkul lengan mamanya yang sedari tadi terdiam dan Gracia tahu sang mama tiada memutuskan doanya untuk keselamatan Emily dan si kembar. Mereka berempat menunggu di luar pintu ruang operasi dengan jantung berdebar-debar. Sementara Gallen yang ikut ke dalam menemani proses kelahiran kedua putri mereka jauh lebih jantungan. Seluruh badannya dingin dan ada rasa ingin muntah namun ia tahan sekuat tenaga, bahkan serangan pusing akan dinginnya ruang operasi mampu membuat Gallen menggigil. Gallen berada di samping kepala istrinya memberikan pandangan menenangkan pada Emily walau isi hari dan kepalanya berkutat pada suara para tenaga medis yang meminta berbagai jenis alat bedah yang tidak Gallen pahami. “Sudah sampai mana?” tanya Emily pelan.Gallen terse

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Menunggu Dua Bidadari

    “Ada lagi enggak barang lainnya? Takutnya tertinggal.” Mama Emily bertanya kala Gallen memasukkan satu persatu perlengkapan untuk menemani Emily di rumah sakit. “Sepertinya sudah semua, Ma. Kalau memang ada yang kurang nanti aku akan ambil kembali. Mama naik duluan saja, aku akan bawa Emily.” Gallen membukakan pintu untuk sang mama agar naik ke mobil terlebih dahulu. Gallen kembali masuk ke dalam rumah di mana Emily duduk berdampingan dengan Giana dan Gracia. “Kita mau ke rumah sakit tapi kaya mau demo rame begini,” kelakar Emily. “Bagus dong Em, kita kan juga mau dampingi kamu biar deg-degannya dibagi-bagi,” jawab Gracia. “Deg-degan tapi juga excited, Kak.” Emily menerima uluran tangan Gallen yang berniat membantunya berdiri dari posisi duduk. “Ayo kita Bismillah sama-sama ya, Sayang.” Gracia mengecup kepala samping Emily dengan memegangi pinggang sang adik yang tampak kepa

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Kontraksi Berikutnya

    “Ah ... selamat, aduh ya ampun ... aku mau punya keponakan?” Emily kembali berseru, menggeser badan mengimpit Gracia untuk memeluknya dari samping dengan bersemangat. “Kamu tahu sekali aku sangat bahagia, Em. Aku sudah bisa membayangkan anak-anak kita berlarian merebutkan neneknya.” Gracia kembali mengusap sudut matanya yang basah. Emily mengangguk, menyetujui perkataan kakaknya yang ia yakin benar. Si kembar dan sepupu mereka akan memperebutkan sang nenek kelak seperti mama mereka. “Berapa minggu tadi usianya? aku hanya baca bagian positif.” Emily merangkul bahu Gracia erat. “Enam minggu,” jawab suami Gracia. “Titip kakak aku yang cerewet ini ya Bang, awas kalau kenapa- kenapa.” Emili pura-pura mengancam dengan menyipitkan matanya ke arah suami Gracia. “Pasti dong Dek, mereka adalah hidup aku sekarang ini,” tukas suami Gracia. Emily memeluk sang kakak dengan

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Kehamilan Kedua

    “Abang tanyanya seolah meremehkan begitu, aku enggak pernah pacaran sama sekali. Dari mana pernah ciuman. Dan kalaupun sudah pacaran belum tentu aku akan mau melakukan itu,” papar Giana. “Iya paham, kamu wanita baik-baik buka seperti aku yang banyak ceweknya di sana sini,” desah Prasetio. “Aku enggak mengungkit masalah itu, kenapa Abang malah seolah merendahkan diri sendiri seperti itu?” tuntut Giana. “Kita mau berantem masalah ciuman ini? bukankah kamu bilang kangen sama aku kemarin? Sekarang malah menanduk terus,” papar Prasetio. Giana menunduk kecil, diam. “Aku tidak meremehkan kamu yang belum pernah ciuman, bagus malah. Pergaulan kamu sangat baik dan sehat, dan aku enggak merendahkan diri karena bilang banyak cewek. Itu hanya sebagai pengingat untuk aku terus memperbaiki diri agar benar-benar layak disandingkan perempuan seterjaga kamu, Giana. Sumpah mati aku malu sama masa lalu aku pad

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Kencan Calon Adik Ipar

    “Wuih ngeri sekali perut kamu Em, seperti mau meletus,” kelakar laki-laki berjaket kulit hitam. “Asem,” kekeh Emily. “You look so beautyfull, how are you?” Prasetio memberikan pelukan hangat pada Emily dengan pakaian rumahnya, daster. “Peres amat bilang cantik, sudah tahu sebesar ini badan aku. Kabar sehat Alhamdulillah, ada perlu di rumah atau bagaimana kok tiba-tiba balik Indonesia?” tanya Emily. “Ada yang minta aku pulang, kangen katanya,” kekeh Prasetio. Emily tersenyum paham kemudian terkekeh kecil sebelum mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah barunya yang belum sepenuhnya rapi karena baru tiga hari lalu mereka pindahan. “Lagi dijemput sama abangnya, duduk Tio. Sudah pulang ke rumah kan tapi?” tanya Emily. “Sudah, semalam menginap juga di rumah. Iya Giana sudah bilang, bagaimana perkembangan si kembar?” Prasetio menunjuk perut Emily dengan dagunya.

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Pelajaran

    “Jangan terlalu stres ya Ibu, jangan sampai tekanan darahnya naik lagi kalau bisa. Pokoknya harus terus bahagia kalau ibu hamil itu dan selalu hati-hati.” Dokter berpesan pada Emily dan Gallen sebelum esok harinya diperbolehkan pulang. “Baik Dok, akan kami ingat.” Gallen dan Emily menjawab serentak. Gallen siap mendorong Emily yang duduk di kursi roda, sedangkan mama Emily dan Giana berdiri di samping keduanya denga tarikan nafas lega. “Kok kamu tiba-tiba punya darah tinggi si, Sayang?” tanya Mama Emily membelai kepala putrinya. “Ini Ma pelakunya yang buat aku tekanan darah tinggi terus, marahin Ma.” Emily menunjuk Gallen dengan wajah sengaja ia lipat-lipat secara dramatis. “Kamu yang buat anak Mama darah tinggi? Hah? dasar nakal kamu ya.” Mama dengan tertawa memukul lengan Gallen berkali-kali. “Pukul Ma pukul yang kencang, jewer kalau perlu.” Emily mengompori dengan bertepu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status