Share

Bab 2 : Pesta Perayaan Pernikahan Seorang Diri

Fiona duduk sendirian di atas pelaminan yang megah, bagaikan seorang putri yang terlupakan dalam dongeng yang kelam. Gaun pengantin putih bersih yang membalut tubuhnya terlihat kontras dengan suasana hatinya yang penuh kegelapan.

Manik matanya menatap nanar ke arah pintu masuk, berharap sosok suaminya akan muncul. Bukan berarti dia mendambakan pria itu, hanya saja, ini kondisi yang benar-benar memalukan untuknya.

Wajah Fiona tetap tenang, bagaikan topeng porselen yang tak menampakkan emosi. Namun, jika diperhatikan lebih dalam, sorot matanya menyiratkan kemarahan.

Bibirnya terkatup rapat, menahan kata-kata tajam yang ingin ia tumpahkan kepada mereka yang telah menghancurkan hari yang seharusnya menjadi hari yang terindah meskipun ia menikah dengan orang yang tidak ia sukai.

"Sialan. Berani-beraninya kalian mempermalukanku seperti ini...." desis Fiona penuh kemarahan.

Ia merasa direndahkan di hadapan ratusan pasang mata yang menatapnya dengan pandangan kasihan bercampur rasa ingin tahu yang tak berujung.

Dia saat ini benar-benar duduk seorang diri di tengah pelaminan yang megah. Orang tuanya tidak datang karena dirinya memang benar-benar di buang saat ini, sedangkan Edgar tak memiliki keluarga sama sekali.

Fiona menjadi sorotan utama di atas pelaminan. Ia bisa merasakan tatapan-tatapan penuh rasa kasihan dan bisik-bisik yang menusuk harga dirinya, seolah-olah ia adalah objek tontonan yang menyedihkan.

Tidak ingin semakin terlihat memalukan, Fiona akhirnya memutuskan untuk berbaur dengan para tamu yang hadir.

Dengan langkah anggun, Fiona turun dari pelaminan yang menyakitkan itu. Gaun pengantinnya yang menjuntai menyapu lantai.

Ia melangkah di antara kerumunan tamu, menyunggingkan senyum palsu yang terpatri di wajahnya. Setiap sapaan yang ia lontarkan terasa seperti racun yang menggerogoti jiwanya, namun ia tetap bertahan demi menjaga harga dirinya yang tersisa.

"Selamat atas pernikahannya Bu Fiona, ini adalah pesta yang megah." ucap beberapa orang yang sama sekali tak dikenalnya.

Fiona hanya bisa tersenyum getir, menahan perih di hatinya. Ia tahu pujian itu hanyalah basa-basi belaka, sementara di balik punggungnya, mereka pasti tengah menggunjingkan betapa malangnya nasib sang mempelai wanita yang ditinggalkan di hari pernikahannya sendiri.

"Sepertinya Pak Edgar lebih memilih bersenang-senang bersama wanitanya dibanding istrinya sendiri." ucap beberapa wanita tak jauh darinya sambil cekikikan.

"Jaga ucapan kalian! Kalian bahkan membuat keributan di pesta pernikahan orang lain!"

Suara bentakan keras seorang pria mengalihkan perhatian Fiona dari bisik-bisik menyakitkan yang mengelilinginya. Ia menoleh ke arah sumber suara itu dan seketika terpana oleh sosok yang berdiri tak jauh darinya.

Pria itu memiliki postur tubuh yang tinggi dan tegap, dengan bahu lebar yang terbalut jas hitam yang tampak elegan. Rambutnya yang berwarna cokelat gelap ditata dengan gaya yang rapi namun tetap terkesan natural. Matanya yang berwarna hazel memancarkan ketegasan dan kebijaksanaan yang dalam.

Wajahnya yang tampan seolah dipahat dengan presisi yang sempurna, dengan rahang yang tegas dan tulang pipi yang tinggi. Bibirnya yang sensual membentuk garis lurus. Kulitnya yang bersih dan bercahaya seolah memancarkan aura yang memikat. Pria itu berdiri dengan penuh percaya diri di tengah kerumunan tamu undangan.

"Tapi memang begitu bukan nyatanya?" cibir sekerumunan wanita itu lagi, tidak mengindahkan peringatan dari pria tersebut.

Seorang wanita lain yang tampaknya datang bersama dengan pemuda yang membela Fiona angkat bicara.

"Kalian orang-orang yang bekerja di bawah perusahaan Darmawan Grup, bukan? Bagaimana bisa kalian mengolok-olok istri dari pemilik perusahaan tempat kalian bekerja?"

"Untuk apa istri yang hanya di atas kertas? Biasanya pak Edgar selalu membawa bu Diana kemana-mana. Mengingat saat ini dia lebih memilih dengannya, sudah dipastikan wanita ini tidak akan punya pengaruh apa pun." ucap wanita-wanita itu dengan nada mencela.

Fiona mengangkat tangannya, memberi isyarat pada dua orang yang sejak tadi membelanya untuk tidak melanjutkan perdebatan.

"Sudahlah, jangan dilanjutkan. Pemilik perusahaan dan karyawannya memang sama-sama kurang ajar. Jadi, kalian tidak perlu menanggapi mereka. Hanya akan membuat kalian pusing meladeni orang gila." ucapnya dengan tenang namun penuh ketegasan.

Fiona melangkah maju, menghadapi sekumpulan wanita yang tengah mencibir dirinya. Tatapannya tajam bagaikan belati yang siap menusuk.

"Meskipun aku hanya istri di atas kertas, setidaknya aku memiliki perusahaan besar lainnya atas namaku.” ucapnya dengan nada yang dingin dan mengintimidasi.

"Kalian yang hanya sampah ini bahkan tidak layak berbicara denganku, apalagi sampai mengolok-olokku. Di toilet ada cermin yang sangat besar. Silakan bercermin di sana." lanjutnya dengan senyum sinis yang tersungging di bibirnya.

Fiona menatap tajam ke arah sekumpulan wanita itu, seolah menantang mereka untuk melawannya.

"Siapa nama kalian? Aku salah satu pemilik saham di perusahaan Darmawan. Akan kupastikan kalian tidak akan pernah memunculkan wajah kalian lagi besok di kantor." ancamnya dengan nada yang dingin dan mengancam.

Mendengar ancaman Fiona, sekumpulan wanita itu langsung pucat pasi. Mereka saling berpandangan dengan wajah ketakutan, sadar bahwa mereka telah berurusan dengan orang yang salah.

Tanpa banyak bicara lagi, mereka buru-buru pergi meninggalkan tempat itu, seolah ingin menghindari kemarahan Fiona yang siap meledak kapan saja.

Fiona menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan emosinya yang bergejolak. Ia menoleh ke arah pria yang telah membelanya, menatapnya dengan sorot mata yang penuh rasa terima kasih. Entah mengapa, kehadiran pria itu seolah memberikan kekuatan dan ketenangan dalam dirinya.

"Terima kasih sudah membelaku tadi," ucap Fiona dengan tulus, menatap pria yang telah menolongnya dengan penuh rasa syukur.

Pria itu terkekeh pelan, suaranya yang dalam dan merdu terdengar menenangkan di telinga Fiona.

"Sepertinya tanpa kami pun Anda bisa mengatasinya dengan baik. Yang tadi benar-benar luar biasa." pujinya dengan senyum menawan yang menghiasi wajah tampannya.

Fiona mengulurkan tangannya, bersiap untuk memperkenalkan diri. "Ah, perkenalkan, saya Fiona Gunawan," ucapnya ramah sambil menjabat tangan pria tinggi dan tampan itu. Sentuhan tangannya yang hangat dan kuat membuat jantung Fiona berdegup sedikit lebih cepat.

"Senang berkenalan dengan Anda. Saya Aris Wijaya," balas pria itu dengan suara yang penuh wibawa.

Wanita cantik di sebelah Aris ikut mengulurkan tangannya, menjabat tangan Fiona dengan antusias. "Dan saya Yeriska Wijaya. Senang berkenalan dengan Anda," ucapnya ramah, senyum cerah menghiasi wajahnya yang jelita.

Fiona memandang Aris dan Yeriska bergantian, rasa penasaran terpancar di matanya. "Oh, ternyata kalian bersaudara?" tanyanya dengan nada ingin tahu.

"Tadinya kukira kalian sepasang kekasih."

Mendengar pertanyaan Fiona, Aris dan Yeriska spontan saling melemparkan tatapan jijik, seolah gagasan bahwa mereka adalah sepasang kekasih adalah hal paling menggelikan di dunia.

"Mana mungkin!" bantah Yeriska dengan nada ngeri. "Aku ogah punya pacar seperti dia! Bisa-bisa hidupku penuh dengan omelan setiap hari," lanjutnya sambil memutar bola matanya.

Aris mendengus, menatap adiknya dengan tatapan mencela. "Kau pikir aku sudi pacaran dengan wanita bar-bar sepertimu? Yang ada aku harus selalu siap dengan perlengkapan P3K setiap kali bersamamu," balasnya dengan nada sarkastik.

Mereka pun terlibat dalam adu mulut kecil, saling melemparkan ejekan dan sindiran dengan penuh semangat. Fiona tidak bisa menahan tawanya melihat interaksi lucu antara kedua saudara itu.

Menyadari bahwa perdebatan kecil mereka telah membuat Fiona tertawa, Aris dan Yeriska menghentikan adu mulut mereka. Aris menggaruk tengkuknya dengan salah tingkah, merasa malu telah menunjukkan sisi kekanak-kanakannya di hadapan Fiona.

"Maaf, kami jadi ribut sendiri." ucapnya dengan nada menyesal.

Namun Fiona menggelengkan kepalanya, senyum tulus masih menghiasi wajahnya.

"Justru ini menghiburku. Terima kasih sudah membuatku tertawa lepas di tengah kekacauan pesta pernikahan sialan in,i" ucapnya.

Mereka melanjutkan obrolan mereka dengan santai, membahas berbagai topik yang menarik. Mereka berbagi cerita tentang kehidupan mereka, hobi, dan pekerjaan. Suasana di antara mereka terasa hangat dan akrab, seolah mereka telah mengenal satu sama lain sejak lama.

“Aku sedang mencari perusahaan untuk magang, ternyata sulit sekali,” keluh Yeriska.

“Kan bisa magang di kantor Aris?” ucap Fiona.

Aris sempat mengatakan bahwa ia memiliki perusahaan yang bergerak di bidang Fashion dan kosmetik meskipun ia tidak mengatakan dengan jelas nama perusahaannya.

“Seperti tidak ada perusahaan yang lain saja” keluh Yeriska dengan wajah memelas.

Namun, di tengah obrolan yang seru itu, Fiona tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Aris tampak sibuk dengan ponselnya. Sesekali ia mengetik sesuatu di layar, lalu kembali fokus pada percakapan mereka. Meski Aris tetap terlibat dalam diskusi, perhatiannya seolah terbagi antara obrolan dan aktivitasnya di ponsel.

Fiona merasa sedikit terusik dengan sikap Aris yang terkesan tidak sepenuhnya hadir dalam percakapan mereka. Dalam hati, ia bertanya-tanya apa yang begitu penting hingga Aris terus-menerus memeriksa ponselnya.

Apakah ada urusan pekerjaan yang mendesak? Atau mungkinkah ada orang lain yang lebih menarik perhatiannya saat ini?

“Ah ngomong-ngomong kakak suka tempat liburan yang seperti apa?” tanya Yeriska antusias.

“Tidak ada yang spesifik. Tapi aku ingin sekali mengunjungi Swiss,” ucapnya.

Ia berencana akan pergi kesana jika ada waktu luang. Sayangnya ia sangat sibuk dengan perusahaannya. Apalagi ia mengelola perusahaannya dengan diam-diam.

Di tengah pembicaraan yang seru, tiba-tiba ponsel Aris berdering. Ia meraih ponselnya dan menatap layar dengan senyum tipis yang menghiasi bibirnya.

Matanya berbinar dengan kebahagiaan yang tidak bisa disembunyikan, seolah pesan yang diterimanya membawa kabar baik yang dinanti-nantikan.

Fiona kembali merasakan rasa penasaran yang menggelitik benaknya. Siapa yang menghubungi Aris hingga membuatnya tersenyum seperti itu? Apakah itu pesan dari seseorang yang spesial baginya?

-TBC-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status