Home / Romansa / Suami Perkasa / Kena Jebakan Cinta

Share

Kena Jebakan Cinta

last update Last Updated: 2025-07-03 03:01:15

Setelah beberapa minggu pendekatan, Carlos akhirnya memutuskan untuk mengenalkan Ruby pada "keluarganya."

"Tunggu, kamu mau ngenalin aku ke keluargamu?" tanya Ruby, agak terkejut.

Carlos mengangguk dengan ekspresi serius. "Iya, aku ingin mereka tahu tentang kamu. Aku serius sama hubungan ini."

Ruby merasa tersentuh. Seorang pria kaya dan sukses seperti Carlos ternyata benar-benar serius dengannya.

Hari yang ditentukan pun tiba. Ruby datang ke sebuah rumah mewah, agak gugup tapi bersemangat. Saat pintu dibuka, dia hampir menjatuhkan tasnya.

Di depannya berdiri seorang wanita cantik dengan bayi dalam gendongannya.

"Selamat datang, Ruby," kata Keira dengan senyum ramah. "Aku Keira, istri Carlos."

Ruby membeku. "I-istri?"

Carlos berdiri di belakang Keira, menggaruk tengkuknya, cengiran di wajahnya tampak sedikit bersalah.

Ruby ternganga. Sial, aku dijebak!

Ruby menatap Carlos dengan mata membelalak. Otaknya seakan berhenti bekerja sejenak.

"Apa tadi?" suaranya tercekat, nyaris berbisik.

Carlos masih cengengesan, mencoba mencairkan suasana. "Iya, jadi... Ini Keira, istriku. Dan ini anakku yang baru lahir."

Ruby berkedip beberapa kali, berusaha mencerna situasi. Detik berikutnya, wajahnya memerah, entah karena marah, malu, atau syok luar biasa.

"KAMU UDAH NIKAH?!" suaranya naik satu oktaf.

Bayi di gendongan Keira merengek kaget.

Keira dengan tenang menenangkan bayinya sambil tersenyum lembut ke Ruby. "Aku tahu ini mengejutkan buatmu. Maaf kalau Carlos belum bilang sebelumnya."

Ruby merasa kepalanya mulai pening. Napasnya memburu, jantungnya berdebar kencang. Dia menoleh ke Carlos, yang masih memasang ekspresi cengiran sok tak bersalah.

"Kamu pikir ini lelucon, hah?!" Ruby menunjuk wajah Carlos dengan gemetar. "Aku kira aku bakal dikenalin ke orang tua atau kakakmu atau semacamnya! Bukan KE ISTRI DAN ANAKMU!"

Carlos mengangkat tangan, mencoba menjelaskan. "Tapi dengerin dulu, Ruby. Ini bukan seperti yang kamu bayangkan—"

"Oh, JELAS INI BUKAN SEPERTI YANG AKU BAYANGKAN, CARLOS!" Ruby menepuk dahinya sendiri, merasa dirinya bodoh. "Aku pikir kamu serius, aku pikir kita punya masa depan, aku pikir—"

"Dan aku memang serius," potong Carlos cepat.

Ruby menatapnya tajam. "Serius apanya?! Kamu udah punya istri, punya anak!"

Keira tiba-tiba berdeham pelan. "Sebenarnya aku yang menyuruh Carlos menikah lagi."

Ruby menoleh ke Keira, matanya masih membulat penuh kebingungan. "Apa?"

Keira mengangguk. "Aku sayang sama Carlos, tapi...aku bersedia dimadu"

Carlos batuk-batuk, wajahnya memerah. "Keira, jangan bilang gitu..."

Keira menepuk bahunya dengan santai. "Fakta, sayang."

Ruby ingin tertawa tapi lebih ingin menjerit. "Kalian aneh!"

Carlos mencoba mengambil tangan Ruby, tapi Ruby langsung mundur selangkah. "Dengar dulu, Ruby. Aku nggak main-main. Aku suka kamu. Aku pengen kamu jadi bagian dari hidupku."

Ruby menggeleng keras. "Nggak, ini terlalu aneh. Ini... ini..."

Dia menatap Keira, yang masih terlihat begitu tenang, seolah ini adalah hal biasa. Lalu menatap Carlos, pria yang dulu dia kira sempurna, ternyata adalah paket kejutan terbesar dalam hidupnya.

Ruby akhirnya memegang kepalanya sendiri dan menghela napas panjang. "Aku butuh waktu untuk mencerna semua ini..."

Dan dengan langkah tergesa, dia keluar dari rumah itu, meninggalkan Carlos yang masih kebingungan dan Keira yang hanya bisa tersenyum penuh pengertian.

--

Ruby berjalan mondar-mandir di kamar apartemennya, rambutnya berantakan karena terus-terusan diremas.

“Astaga… aku suka dia. Tapi dia udah punya istri… dan anak?! APA-APAAN INI?!” Ruby berbicara sendiri, seperti orang gila.

Dia duduk di sofa, lalu berdiri lagi. Duduk lagi. Berdiri lagi.

“Carlos gila. Keira juga gila. Tapi kenapa aku jadi yang paling gila disini."

Tapi sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, ponselnya bergetar.

Ruby menatap layar itu seperti melihat bom yang siap meledak. Lalu dia mengangkatnya.

“Halo…” suaranya gemetar.

“Ruby,” suara Carlos terdengar penuh keyakinan. “Aku serius.”

Ruby menggigit bibir. “Serius gimana?”

“Aku nggak main-main sama kamu. Aku suka kamu.”

Jantung Ruby mencelos. “Carlos, kamu udah punya istri.”

“Aku tahu,” Carlos menghela napas. “Dan Keira tahu aku nggak bisa berubah. Aku butuh seseorang yang bisa bersamaku dengan cara yang Keira nggak bisa.”

Ruby mendudukkan diri di sofa. “Kamu sadar ini gila, kan?”

Carlos tertawa kecil. “Aku tahu. Tapi aku nggak bisa bohong soal perasaanku.”

Ruby menutup mata, mencoba menenangkan diri. Dia sudah jatuh hati. Carlos memang brengsek karena tidak bilang dari awal, tapi dia tetap pria yang selama ini membuatnya tertarik.

Lalu, terdengar suara lain di telepon.

“Halo, Ruby?”

Ruby membelalakkan mata. Itu suara Keira!

“Eh… Keira?” Ruby tercekat.

“Dengar,” kata Keira dengan suara lembut. “Aku tahu ini aneh buatmu. Tapi aku beneran nggak keberatan. Aku malah senang kalau Carlos sama kamu.”

Ruby terdiam. Ini nyata? Ini bukan prank?

“Kamu nggak jijik atau gimana?” Ruby akhirnya bertanya.

Keira tertawa kecil. “Aku cuma ingin dia bahagia, dan aku tahu dia juga butuh kamu.”

Ruby menarik napas panjang.

“Aku setuju.”

Tak lama kemudian Carlos datang ke Apartemen Ruby.

"Kamu masih kelihatan ragu," ucap Carlos

Ruby menghela napas. "Ya jelas. Aku ini cewek baik-baik, Carlos. Aku nggak pernah kepikiran bakal jadi istri kedua seseorang. Aku takut dicap pelakor."

Carlos tertawa kecil. "Ruby, kamu bukan pelakor. Ini semua kesepakatan bersama."

"Tapi tetap aja… ini aneh." Ruby menatapnya dengan curiga. "Kamu yakin menikah sama aku karena perasaan? Bukan karena alasan lain?"

Carlos terdiam sebentar, lalu tertawa. "Kenapa? Kamu pikir aku nikahin kamu karena aku main main?"

Ruby menatapnya tajam. "Aku nggak bilang gitu."

Carlos masih tertawa. "Tenang aja. Aku akan adil padamu dan keira.

Ruby memutar bola matanya. "Aku nggak mikirin itu!"

Carlos menatapnya dengan senyum menggoda. "Yakin?"

Ruby mendengus, tapi pipinya sedikit memanas. Kenapa cowok ini selalu bisa membuatnya salah tingkah?!

Setelah beberapa saat hening, Carlos menghela napas. "Aku serius, Ruby. Aku suka kamu. Aku nggak mungkin nikahin orang kalau nggak ada perasaan. Aku tahu ini bukan situasi yang biasa, tapi aku nggak mau bohong sama kamu, sama Keira, atau sama diriku sendiri."

Ruby menatap Carlos, melihat kesungguhan di matanya. Lalu dia teringat Keira—bagaimana wanita itu tampak begitu ramah dan tulus saat mereka berbicara.

Keira benar-benar baik. Kalau Keira sendiri bisa menerima ini, kenapa dia masih ragu?

Akhirnya, Ruby menarik napas panjang. "Baiklah."

Carlos mengernyit. "Baiklah, apa?"

Ruby memalingkan wajahnya, malu. "Baiklah, aku setuju. Tapi jangan main-main, Carlos. Kalau kamu mempermainkanku, aku akan pergi."

Senyum Carlos melebar. Dia meraih tangan Ruby dan menciumnya lembut. "Aku janji, Ruby. Aku nggak akan main-main."

Ruby menatap Carlos dengan perasaan campur aduk.

Apa dia baru saja mengambil keputusan paling gila dalam hidupnya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Perkasa   Marah

    Edgar baru benar-benar panik saat Mariana berjalan menjauh tanpa menoleh lagi. Bukan karena kata-katanya. Tapi karena satu fakta kecil yang tiba-tiba terasa sangat besar: Itu istrinya yang barusan dia biarkan pergi dengan wajah tenang tapi aura pembunuhan tingkat pasif-agresif. Edgar dengan napas terengah, menyusul Mariana di trotoar. “Mariana!” panggilnya lagi. “Aku cuma bercanda tadi! Aku nggak mikir kamu bakal ngambek—” Mariana berhenti mendadak. Edgar hampir nabrak punggungnya. “Kamu seneng direbutin,” kata Mariana tanpa menoleh. “Itu bukan bercanda. Itu karakter. Edgar membuka mulut. Menutup lagi. Salah semua kata. “Aku cuma… nggak nyangka Dinda bakal sejauh itu,” ujarnya akhirnya. Mariana berbalik perlahan. Senyumnya tipis. Terlalu rapi. “Edgar,” katanya lembut. “Dia nggak ngasih kamu makanan. Tapi kamu masih nikmatin perhatiannya.” “Itu cuma ego sesaat,aku minta maaf mar,aku salah—” “Nah,” potong Mariana. “Dan ego sesaat itu cukup bikin aku sadar

  • Suami Perkasa   Duel

    Mariana memilih tempat yang sepi tapi tetap publik. Bukan karena takut ditusuk, melainkan karena takut menonjok Dinda. Sebuah kafe kecil di sudut kota, dengan lampu kuning redup, musik jazz pelan, dan aroma kopi yang—anehnya—bikin perutnya mules, bukan tenang. Dinda datang sepuluh menit telat. Tapi tetap dengan gaya penuh percaya diri: jaket kulit, sepatu boots tinggi, dan senyum yang selalu membuat orang waspada. Begitu dia duduk, dia langsung buka mulut. "Eh, Edgar bilang apemku enak, lho," katanya santai, sambil menaruh tasnya di kursi sebelah. Mariana melotot. Satu kalimat, dan perang sudah dimulai. "Apem?" tanya Mariana datar. Dinda menyeringai. "Yang aku kasih pas di kantor. Yang bulat-bulat, manis, lembut. Dia suka banget katanya. Nambah tiga kali." Mariana mencengkeram cangkir kopi yang belum sempat dia seruput. "Aku tahu apemmu yang itu." Dinda mengangkat alis. "Lah, aku cuma niat baik. Kasih camilan tradisional. Masa sekarang ngasih apem jadi tindakan kriminal?" M

  • Suami Perkasa   Bolu

    Sore itu, awan menggantung seperti kapas kelabu yang belum sempat dijahit angin. Hawa lengket khas pukul lima sore merambat dari jemuran yang baru saja diangkat Mariana. Ia baru selesai melipat handuk terakhir ketika suara notifikasi ponsel Edgar berbunyi pelan di meja makan.Ponsel itu tidak pernah dikunci. Mereka memang begitu—terbuka, katanya. Tapi Mariana tahu, keterbukaan bisa menjadi hal yang relatif, tergantung siapa yang sedang membuka dan apa yang ditemukan.Pesan itu datang dari nama yang cukup dikenalnya.Dinda:Makasih ya tadi udah nganterin. Ntar dirumah cobain Boluku yaMariana membacanya pelan. Sekali. Lalu dua kali. Jantungnya memukul lebih keras di dada, dan rasa asin seperti meluncur dari ujung lidah sampai ke dasar perut. *Dinda lagi. kemarin Apem sekarang Bolu.Dinda bukan sekedar rekan kerja Edgar. Dia adalah bab lama yang belum pernah benar-benar ditutup. Mantan pacar Edgar semasa kuliah. Cantik, pandai bicara, dan kalau Mariana tidak salah, dulu sempat menulis na

  • Suami Perkasa   Apemku

    Mariana duduk santai di sofa ruang tamu, kaki selonjor ke meja kopi yang penuh remah-remah biskuit sisa semalam. HP Edgar ada di tangannya—bukan karena mau kepo, tapi karena tadi ia transfer lewat m-banking. Biasa lah… saldo Mariana tinggal empat puluh ribu,semenjak menikah dengan Edgar,fasilitas Mariana dicabut bapaknya. Kayak hubungannya yang tinggal ampas kopi. HP itu jadi korban, bukan karena ia niat ngintip, tapi karena ia yang pegang, dan… manusiawi banget kalau jempol kebablasan ke notifikasi. Pas lagi scroll pelan-pelan, sok nggak niat, sok santai… ada satu notifikasi yang nongol kayak setan dari masa lalu. > Dinda: Edgar, gimana tadi… Apemku enak nggak? Mariana mendadak bengong. Apemku? Apemku??? Apa-apaan ini? Kenapa terdengar begitu… menjijikkan dan sensual sekaligus? Mariana diam. Otaknya langsung loading. Mulut kaku. Mata nanar. Makhluk apakah itu, Edgar? A-P-E-M-K-U? Mariana nggak langsung marah. Nggak. Ia bahkan nggak teriak. Nggak banting HP. Cuma diam. Tapi d

  • Suami Perkasa   Datanglah ke Carlos

    Senja merayap turun ketika Mariana menatap Edgar, suaminya, dengan sorot mata penuh kenal. Ia mencondongkan tubuh, seolah hendak membocorkan rahasia yang tidak semua laki-laki sanggup mendengar. “Kalau kamu mau belajar soal… kekuatan laki-laki,” katanya perlahan, “datanglah ke Mas Carlos.” Edgar mengangkat alis. “Carlos? kakakmu yang nikah enam kali itu?” Mariana tersenyum kecil. Senyum yang mengandung gosip, nostalgia, dan sedikit kasih sayang terhadap kakaknya yang satu itu. “Dulu, iya. Tapi masa lalunya sudah jadi legenda keluarga. Sekarang dia hanya setia pada satu istri. Kamu bakal heran lihat perubahannya.” Edgar terdiam sejenak. Sulit membayangkan lelaki yang pernah heboh dengan empat istri serentak itu kini menjelma menjadi lambang stabilitas rumah tangga. Tapi Mariana melanjutkan pembicaraan dengan, ringan tapi pasti: “Dia lagi di kafe barunya. *Café Del Corazón*. Kamu nggak mungkin kelewatan. Dari luar saja sudah seperti hotel butik.” Ada nada bangga di sua

  • Suami Perkasa   Dikunyah Jin

    Jam 21:30. Kamar terasa hening sampai hampir menakutkan, sepi yang membuat setiap detik terdengar terlalu jelas. Lampu kuning remang menyapu sudut-sudut ruangan dengan cahaya yang lembut, tapi cukup untuk menyorot bayangan kami di kasur. Aroma minyak nyong nyong masih tersisa di bantal, menguar samar, membawa kenangan pagi yang hangat dan menenangkan. Mariana baru saja selesai mandi, rambut dibungkus handuk yang mulai basah, daster longgar yang di kenakan melorot setengah ke bahu—sinyal tak tersurat, tapi jelas: “Ayo, kita mulai.” Edgar duduk di ujung kasur, tubuh tegap tapi tegang, wajahnya tampak serius tapi matanya berkilat. Ada sesuatu yang berbeda malam ini. Momen ini sudah lama dinanti, semacam ritual yang ia sebut sebagai “momen malam pertama.” “Sayang,” katanya sambil menyunggingkan senyum penuh percaya diri, “Aku siap. Aku minum jamu Afrika.” Mariana berhenti memegang daster, menatapnya dengan mata membelalak. “JAMU APA?!” Dia buru-buru mengeluarkan botol plastik d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status