Home / Romansa / Suami Perkasa / Pernikahan Kedua

Share

Pernikahan Kedua

last update Huling Na-update: 2025-07-03 04:07:35

Ruby berdiri di depan cermin besar berhias ukiran emas, menatap pantulan dirinya sendiri dalam balutan gaun pengantin berwarna gading lembut. Gaun itu menjuntai elegan hingga lantai, dengan renda halus yang membingkai leher dan lengan, memperlihatkan kulitnya yang pucat merona. Jantungnya berdebar kencang, bukan hanya karena hari ini ia akan menikah—tapi karena pria yang akan menjadi suaminya adalah Carlos, pria luar biasa tampan, kaya raya, dan... sudah punya istri.

Matanya terjatuh ke bagian bawah cermin, ke sepatu hak satin yang menggigil bersamaan dengan kakinya yang bergetar. Di dalam dirinya, badai perasaan berkecamuk. Aku benar-benar melakukan ini. Aku menikah dengan Carlos.Tapi bukan hanya itu. Ada sesuatu yang lebih menyesakkan, lebih sulit dihadapi: kehadiran Keira. Istri pertama Carlos.

Pintu kamar pengantin berderit pelan. Ruby menoleh cepat.

“Udah siap?”

Keira berdiri di ambang pintu dengan senyum tenang yang begitu khas, nyaris seperti bukan wanita yang harusnya merasa terancam oleh pernikahan suaminya dengan perempuan lain. Di lengannya, terayun lembut seorang bayi mungil yang tengah terlelap, dengan pipi merah merona dan rambut hitam legam seperti ayahnya.

Ruby menelan ludah. "Keira…" suaranya nyaris berbisik. "Aku masih merasa aneh soal ini."

Keira melangkah masuk, kakinya melangkah ringan di atas permadani mewah. Ia berhenti tepat di samping Ruby, menatap pantulan mereka berdua di cermin. Dua wanita, satu pria. Tapi tak ada permusuhan di antara mereka. Hanya… sesuatu yang rumit.

Keira tertawa pelan. “Santai aja, Ruby. Aku di sini bukan buat bikin kamu merasa bersalah. Aku datang karena aku senang kamu akan jadi bagian dari keluarga ini.”

Ruby mengangguk pelan, tak sanggup bicara. Matanya berpindah ke bayi dalam pelukan Keira. Bayi itu menguap kecil, lalu meringkuk lagi di dada ibunya.

Anak Carlos.

“Dia mirip Carlos banget…” Ruby bergumam tanpa sadar.

“Parah, ya?” Keira tersenyum bangga. “Bibirnya apalagi. Untung bukan keturunan ciuman jet pump itu, bisa bahaya dari kecil.”

Ruby spontan memalingkan wajah. Pipinya langsung memanas.

“Keira!” protesnya, setengah malu, setengah geli.

Keira tertawa renyah. “Ayolah, Rub. Aku tahu kamu juga udah ngerasain sendiri, kan?”

Ruby menunduk, berusaha menyembunyikan pipi merahnya. Tapi tak bisa dipungkiri—Carlos memang berbahaya. Tatapannya saja bisa membuat Ruby kehilangan kata-kata. Dan ciumannya? Astaga. Ciuman itu bukan hanya menyapu logikanya, tapi juga memorinya. Setelah malam itu—malam pertama mereka mencium satu sama lain di balkon villa pribadi Carlos—Ruby tahu dia tak akan pernah bisa berpaling.

"Dia... intens," Ruby akhirnya mengakui.

"Dia maniak," koreksi Keira dengan santai. “Tapi kalau kamu bisa mengimbangi, ya... selamat datang di rollercoaster-nya, Ruby.”

Ruby menghela napas. "Aku masih nggak percaya kamu bisa setenang ini."

Keira menatapnya dengan mata teduh. “Karena aku tahu dia mencintaimu.”

Ruby langsung menatap Keira, terkejut.

"Aku tahu sejak lama, bahkan sebelum kamu sadar,” lanjut Keira dengan suara tenang. “Dia selalu berbeda kalau ngomongin kamu. Matanya... beda.”

Ruby menggigit bibir bawahnya. Air mata mulai menggenang di sudut matanya.

“Dan jangan salah,” kata Keira lagi. “Aku bukan berarti nggak sakit. Tapi aku juga sadar, cinta itu bukan tentang kepemilikan. Kalau Carlos bahagia bersamamu, dan kamu bisa bahagiain dia juga, aku akan belajar menerima.”

“Keira…” suara Ruby pecah.

Keira tersenyum, lalu mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Ruby yang dingin. “Kita bukan musuh, Rub. Kita cuma dua perempuan yang kebetulan mencintai pria yang sama—dan kebetulan, pria itu punya cinta yang cukup besar untuk dibagi.”

Ruby tertawa sambil menangis. “Gila sih, ini beneran hidup atau sinetron?”

“Lebih mirip novel goodnovel,” sahut Keira, membuat mereka berdua tertawa.

Beberapa menit kemudian, pintu kembali terbuka. Rubi menghapus air matanya cepat-cepat, berharap makeup-nya tidak rusak.

Seorang pelayan masuk membawa buket bunga putih dan memberi isyarat bahwa waktunya hampir tiba.

Keira menyerahkan bayi itu pada pengasuh yang menyusul masuk, lalu kembali menatap Ruby. "Hey..." Ia merapikan sedikit rambut Ruby yang terlepas dari sanggul. "Kamu cantik banget."

Ruby mengangguk. "Terima kasih…"

Dan saat Ruby berjalan keluar kamar menuju altar, hatinya masih berdebar, tapi kali ini bukan karena gugup. Melainkan karena tahu—ia tidak hanya akan menikahi Carlos, tapi juga bergabung dalam keluarga yang, meski tidak konvensional, terbentuk atas dasar cinta yang nyata… dan pengertian yang tak biasa.

Dan satu hal yang pasti: ciuman jet pump itu bukan hanya awal dari hasrat, tapi awal dari kisah cinta mereka yang unik.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Suami Perkasa   Kakak Ipar

    Edgar duduk di ujung meja makan panjang yang entah kenapa terasa kayak meja interogasi KPK.Di depannya, Mas Carlos masih dengan ekspresi dingin—walau sesekali melirik ke arah pipi lebam Edgar yang sudah dikompres es batu.Mariana duduk di samping Edgar, terus menatapnya cemas.Setiap kali Edgar mau ngambil lauk, Mariana buru-buru nyodorin sendok, “Udah aku ambilin aja, kamu jangan gerak banyak.”Sementara Carlos hanya berdehem pelan. “Dia masih punya tangan, kan?”“Mas!” Mariana melotot.“Ya kan cuma nanya,” jawab Carlos santai sambil menambahkan sambal ke nasinya.Edgar tersenyum kaku. “Gak apa-apa kok, Mariana. Aku kuat. Cuma… tangan kanan agak lupa caranya ngangkat sendok.”Carlos menahan tawa, tapi suaranya ketahuan juga keluar sedikit.“Baguslah, berarti tinjuku masih ampuh.”Mariana mendengus, “Mas Carlos!”Di tengah ketegangan ringan itu, suara lembut seorang wanita terdengar dari arah dapur.“Carlos, kamu jangan ganggu mereka terus, dong.”Semua menoleh.Masuklah seorang pere

  • Suami Perkasa   Jaga Adikku

    Pagi itu, langit agak mendung — pertanda baik kalau kamu mau tidur lagi, tapi pertanda buruk kalau kamu berniat datang ke rumah orang yang gak suka kamu. Edgar berdiri di depan mansion Mariana dengan napas setengah gugup, setengah yakin hidupnya bakal tamat hari ini. Kemarin, Mariana bilang, > “Besok kamu ketemu kakakku, ya. Namanya Mas Carlos. Tapi tenang, dia cuma mau kenalan.” Kata “cuma kenalan” dari Mariana ternyata punya makna lain. Karena begitu sampai di halaman, Edgar langsung disambut pemandangan tak biasa: Mas Carlos berdiri di tengah taman belakang… pakai celana pendek tinju, tangan bersarung, dan di sebelahnya ada pelatih Muay Thai beneran. --- “Mas… Carlos?” suara Edgar lirih, setengah berharap ini prank. Carlos menatapnya dengan senyum tipis yang lebih menakutkan daripada marah. “Kamu yang namanya Edgar?” “I-iya, Mas.” Carlos menepuk-nepuk sarung tinjunya. “Katanya kamu dulu nolak adikku waktu dia masih nyamar jadi pembantu dirumahmu?” Edgar keringat dingin

  • Suami Perkasa   Senyum Edgar

    Begitu Mariana menyerahkan secarik kertas berisi alamat rumahnya, Edgar langsung tersenyum. Tangannya gemetar, tapi hatinya berteriak: Yes! Dikasih alamat rumah! Ini kode keras banget! Ia sama sekali tidak sadar kalau Mariana cuma berkata datar, > “Datang aja kalau mau ngomong lebih jelas.” Namun di kepala Edgar, kalimat itu berubah jadi, > “Datanglah… dan lamar aku.” --- Sepanjang perjalanan pulang, Edgar tak berhenti nyengir sendiri di kursi belakang taksi online. Supirnya sampai beberapa kali melirik lewat spion, curiga penumpang satu ini baru saja menang undian rumah dan mobil sekaligus. “Pak, kelihatannya lagi senang banget, ya?” tanya sang supir. “Banget. Besok mungkin saya bakal lamaran,” jawab Edgar dengan senyum tak henti. “Wah, selamat, Pak! Calonnya cantik?” “Cantik banget. Kaya raya juga. Tapi lagi marah.” Supir itu melirik sebentar, heran. “Lho, terus kenapa malah senang?” “Makanya saya besok akan bawa cokelat, bunga, dan niat suci.” Supir menghela napas,

  • Suami Perkasa   Hati Yang Kuat

    Sudah tiga hari sejak Mariana meninggalkan kamar rumah sakit itu. Edgar sudah pulih, setidaknya secara fisik. Tapi setiap kali malam datang, ia menatap plafon dan mengulang kalimat terakhir Mariana: > “Kalau aku mau hidup yang nyata, aku harus mulai dari cinta yang nyata juga.” Cinta nyata, pikir Edgar, seharusnya membuat hati ringan. Tapi kenapa malah terasa berat. --- Pagi itu, setelah dokter menyatakan ia boleh pulang, Edgar langsung bersiap. Kemeja putih, celana abu-abu, rambut disisir asal tapi wajah tetap segar—setidaknya cukup layak untuk muncul di hadapan seorang Mariana, pewaris perusahaan tambang emas terbesar di kota. Di tangannya, ia membawa sebuket bunga lili putih—bunga favorit Mariana, yang dulu sering ia beli tiap kali perempuan itu berhasil menenangkan hatinya. > “Oke, Edgar. Hari ini lo bukan pasien, lo pejuang cinta.” Ia bicara pada bayangan di cermin rumah sakit, mencoba tersenyum walau matanya jelas gugup. --- Kantor Mariana berdiri megah di tengah kota

  • Suami Perkasa   Kamu Datang

    Kabar Edgar sakit cepat menyebar di seluruh apartemen. Bu Rini menjadi sumber berita paling cepat sekaligus paling berisik. “Saya tuh udah feeling dari awal,” katanya di depan apartemen, dengan nada bangga seperti wartawan infotainment. “Cowok yang suka bengong depan balkon jam dua pagi tuh pasti lagi galau berat.” Para ibu-ibu lain langsung menimpali. “Aduh, kasihan ya. Ganteng-ganteng rapuh.” “Salah sendiri, kan kita udah tau dari dulu mereka tuh… ya, suka melakukan aktivitas dewasa,” celetuk yang lain sambil menahan tawa. “Si Marni sama Edgar, itu lho. Dulu tiap malam lampunya mati jam delapan tapi listrik tagihan naik.” Lift langsung hening dua detik sebelum pecah lagi oleh tawa. “Eh tapi denger-denger, Marni-nya kabur loh!” “Iya, katanya mau nikah sama juragan kerbau dari kampung,gosipnya si mukanya kayak dompet tapi tajir itu.Salah sendiri Edgar gak siap nikahin Marni.” “Pantes Edgar pingsan. Mungkin bayangin Marni disayang orang lain sambil ngasih makan sapi

  • Suami Perkasa   Skincare

    Malam itu hujan turun pelan. Edgar pulang ke apartemennya sambil menggigil, celananya masih basah oleh kopi — tapi yang lebih parah adalah hatinya, kayak habis direndam es batu lalu diperas sampai kering. “Hebat banget ya, Marni,” gumamnya lirih sambil menjatuhkan diri ke sofa. “Bisa senyum selebar itu ke Max, padahal dulu kita, satu selimut aja ,bisa main sampe tiga ronde.” Ia mau bikin teh biar hangat, tapi malah nyeduh air panas di gelas yang masih ada sisa kopi. Hasilnya? Rasa pahit campur getir. Pas banget sama mood-nya malam itu. “Udahlah, hidup juga gak pernah manis,” desahnya pelan. Lima menit kemudian, dia mulai meriang. Dua jam kemudian, badannya panas tinggi. Dalam ngigauannya, Edgar bergumam, “Marni jangan nikah dulu… aku kangen pelukanmu…” Dan di saat itulah — tok tok tok! — pintu apartemennya diketuk keras. “Mas Edgar! Paket COD!” suara kurir berteriak di luar. Tidak ada jawaban. Kurir mengetuk lagi. “Mas, tolong dong, ini COD, bukan donasi!” Masih se

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status