Rumah bernuansa modern, Aksa beli sehari sebelum menikah secara cash dengan uang tabungannya.
Mereka terdiam sejenak di depan rumah. "Kamu suka dengan rumahnya?" tanya Aksa."Suka kak, persis dengan rumah yang aku idamkan," jawab Embun, tersenyum."Syukurlah kalau kamu suka."Setelah membersihkan rumah, Aksa menggeret koper dan Embun membawa tas menuju ke kamarnya."Kakak mandi aja dulu, biar aku yang menata baju ke dalam lemari.""Makasih ya."Aksa pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang terasa lengket."Embun."Embun yang sedang melamun kaget mendengar ada yang memanggil dirinya dan melihat kepala yang menonjol dari kamar mandi."Astaghfirullah, untung jantungku ga copot," ujar Embun mengelus dadanya."Maaf, aku mau minta tolong ambilkan handuk di dalam koper, aku kelupaan bawa handuk.""Nih kak." Embun memberikan handuk kepada Aksa.Setelah Aksa selesai mandi, sekarang giliran Embun yang mandi karena sedari tadi badannya sagat gerah dan lengket.Hari sudah malam, perut mereka berbunyi karena sedari tadi belum diisi."Kakak mau makan apa?""Nasi goreng, boleh?""Tunggu aku bikinin dulu." Embun turun dari ranjang lalu pergi ke dapur untuk memasak nasi goreng.Aksa mencium aroma yang sangat harum, Ia yakin aroma itu berasal dari masakan istrinya, Ia menuruni tangga dan menghampiri istrinya."Dari aromanya sih harum, tapi belum tahu rasanya.""Ya ampun kak, bisa ga sih, ga bikin aku kaget, untung aku ga punya riwayat sakit jantung.""Hehe iya maaf, soalnya bau masakan sampai ke dalam kamar bikin makin lapar.""Ayo makan." Embun membawa dua piring nasi goreng ke meja makan."Gimana kak? Enak ga?" Embun sangat penasaran bagaimana pendapat Aksa.Aksa mencoba sesendok nasi goreng, lalu terdiam sejenak. "Enak banget, kalau besok aku minta bikinin lagi, boleh?""Alhamdulillah kalau kakak suka, boleh dong, tiap hari pun aku mau bikinin untuk kakak.""Ya bosen juga kalau tiap hari selalu makan nasi goreng.""Hehe iya bercanda kak.""Besok kakak udah masuk kerja kan?""Hm iya, emangnya kenapa?""Ga papa, aku cuma mau minta izin, besok aku pergi ke toko kue ya kak.""Iya kamu pergi aja, di garasi ada dua mobil, nanti kamu bawa aja satu kuncinya ada di dalam lemari.""Makasih kak."Embun membunyai sebuah toko kue, walaupun tidak terlalu besar tetapi cukup untuk menghidupi hidupnya dengan Bunda.Setelah selesai makan, Embun mencuci piring lalu pergi menuju kamar untuk istirahat.Embun melihat Aksa yang sedang fokus dengan laptop. "Tidurnya jangan terlalu malam kak, besok kesiangan berangkat ke kantor.""Aku boleh minta sesuatu?" Baru saja Embun menutup mata tetapi tertahan karena pertanyaan Aksa."Katakan saja kak."Aksa mematikan laptop lalu menyimpannya ke dalam tas kantor, Ia menaiki ranjang dan mendekati Embun.Deg. Rasanya jantung Embun mau copot saat itu juga, Embun takut Aksa meminta sesuatu yang biasa dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah, kalau benar iya, jujur Embun belum siap melakukan hal itu."K-Kakak mau apa?" tanya Embun takut.Aksa yang dapat melihat ketakutan Embun, tersenyum jahil. "Menurut kamu?"Aksa semakin mendekat, Embun mencoba mendorong Aksa tetapi tenaganya tidak sebanding dengan Aksa. "A-Aku mohon menjauh dari aku kak!"Aksa tertawa, Ia memundurkan wajahnya dari Embun, "maaf aku tidak bermaksud membuatmu takut."Mereka duduk di ujung ranjang. "Kakak mau minta apa?" tanya Embun sedikit ketakutan.Aksa melihat Embun dari atas sampai bawah dengan intens. "Mulai sekarang jangan panggil aku kakak, karena aku suamimu bukan kakakmu.""Baik, Mas."Embun dapat melihat raut keterkejutan dari Aksa. "Mas, ga keberatan kan?"Aksa mengangguk, mulutnya tertarik menampilkan sebuah senyuman yang indah. "Dan apakah aku boleh melihat rambut indahmu? Aku sudah menjadi mahram kamu.Aksa mengerti dengan keterdiaman Embun, Ia menarik napas dalam. "Baiklah aku paham, aku tidak akan memaksa kamu."Embun teringat perkataan Bunda. Sebagai seorang istri harus patuh terhadap suami biar pernikahannya berkah dan bahagia selalu."Mas boleh membuka hijab aku," ujar Embun tersenyum. Ia akan berusaha menjadi istri yang baik untuk suaminya."Kalau kamu belum siap ga papa, aku akan menunggu kamu sampai benar-benar siap.""Aku paham, kamu pasti butuh waktu untuk menerima aku di dalam hidupmu apalagi kita bersatu atas dasar perjodohan, aku ga mau kamu tersiksa dengan pernikahan kita."Embun memegang tangan Aksa. "Benar apa yang Mas katakan, sekarang kita sudah menjadi mahram, Mas berhak melihatnya."Lagi dan lagi Aksa terpesona melihat rambut embun yang hitam sebahu, walaupun selalu memakai hijab tetapi rambutnya tetap wangi, Embun sangat merawat rambutnya."Mas, lihatnya jangan gitu kali, aku jadi malu," ujar Embun membuyarkan lamunan Aksa."Rambutmu bagus, walaupun tertutup hijab tapi tetap wangi."Pipi Embun berona merah. "Udah malam Mas, ayo tidur besok Mas masuk kerja."Embun menyudahi obrolan, Embun membelakangi Aksa karena takut kalau Aksa meminta lebih darinya, Ia tahu setiap pasangan pasti akan melakukan hal itu, tetapi untuk saat ini Ia belum siap melakukannya.Mau tidak mau Aksa juga ikut tidur, apa yang diharapkan dengan pernikahan yang berdasarkan perjodohan ini?Jujur, Aksa sudah merasakan benih-benih cinta terhadap Embun, Ia akan berusaha untuk mempertahankan rumah tangganya, Ia tidak akan rela jika harus kehilangan Embun, seorang perempuan Sholehah yang cocok menjadi ibu dari anak-anaknya kelak."Em-embun," ujar Bunda terbata-bata, ia mengusap surai anaknya lembut.Embun mengerjap, ia menyesuaikan cahaya yang masuk kornea matanya."Bunda udah sadar," ujar Embun girang.Embun berdiri dan membangunkan suaminya yang sedang tidur di sofa. "Bangun Mas, bunda udah sadar."Aksa yang tidak percaya langsung melihat Bunda di brankar, ia takut hanya halusinasi istrinya saja.Arkan tersenyum bahagia melihat mertuanya sudah membuka matanya, ia menekan tombol darurat agar dokter segera datang dan memeriksa keadaan bunda.Beberapa menit kemudian, datanglah dokter bersama dua orang perawat. "Kalian silahkan ke luar dulu ya," ujar perawat sopan.Aksa dan juga Embun keluar dengan perasaan lega karena Bunda sudah berhasil melewati masa kritisnya dan kembali berkumpul bersama mereka."Bagaimana keadaan Bunda, Dok?" tanya Aksa ketika dokter keluar dari ruangan Bunda."Alhamdullah, ini semua mukjizat dari Allah, pasien sudah melewati masa kritisnya," jawab Angga--dokter yang menangani Bunda.Tidak
"Bunda kenapa Mas?" Rasa khawatir tidak bisa disembunyikan oleh Embun, ia sangat takut terjadi sesuatu yang buruk dengan Bunda."Kamu sabar ya, sekarang juga kita akan pulang," ujar Aksa selembut mungkin."Jawab dulu Mas, Bunda kenapa?" tanya Embun menggebu-gebu."Bunda kena serangan Jantung dan sekarang keadaannya kritis."Pertahanan Embun runtuh, dadanya sangat sesak bagaikan ditusuk belati tajam, jantungnya seakan berhenti berdetak.Aksa memeluk Embun, menyalurkan energi kepada istrinya yang sangat syok. "Jangan nangis, Mas yakin Bunda bisa melewati masa kritisnya.""Aku gak mau kehilangan Bunda," ujar Embun lemah."Hust, gak boleng ngomong gitu, kamu harus yakin Bunda akan sehat kembali dan berkumpul dengan kita.""Kamu diam di sini dulu, Mas mau urus kepulangan kita. Jangan kemana-mana tunggu Mas disini." Aksa pergi meninggalkan istrinya yang masih terpukul dengan kabar Bunda yang sedang kritis, tidak lupa
"Bangun, Sayang. Jangan bikin aku panik." Aksa berusaha membangunkan Embun yang menangis dalam tidurnya, sepertinya Embun sedang bermimpi buruk."Ada yang bisa kami bantu, Tuan?" tanya seorang pramugari."Tolong ambilkan segelas air mineral dan juga minyak angin," ujar Aksa.Pramugari tersebut langsung bergegas mengambilkan apa yang diinginkan oleh Aksa.Aksa melepaskan hijab Embun dan mengoleskan minyak angin ke kepala istrinya.Setelah beberapa menit, akhirnya Embun membuka matanya, kepalanya terasa berat, ia melihat sekelilingnya, mimpinya terasa sangat nyata."Alhamdulillah, akhirnya kamu bangun juga." Aksa mencium surai istrinya."Kita ada dimana Mas?" tanya Embun."Kita masih dalam pesawat, dua jam lagi kita akan sampai ke negeri Sakura," jawab Aksa.Embun memeluk suaminya erat. "Aku takut, Mas," ujarnya."Gak usah takut, ada aku disini," ujar Aksa menenangkan istrinya."Aku mimp
Mas nanti aku ke rumah Mama ya," ujar Embun meminta izin kepada suaminya."Mau ngapain?" tanya Aksa heran. Secara tidak biasa istrinya pergi ke rumah orang tuanya tanpa dirinya."Semalam Mama nelpon suruh aku kerumah. Ya kan semenjak nikah aku belum pernah pergi sendirian ke rumah Mama.""Iya, biar Mas yang antar.""Ga usah, nanti aku naik motor aja, udah lama aku ga bawa motor. Lagian kan arah kantor dengan rumah Mama ga searah, kasihan kalau Mas harus bolak balik.""Mas khawatir kalau kamu bawa motor. Pokoknya Mas yang antar, ga ada penolakan.""Iya deh. Tunggu bentar aku mau siap-siap dulu."Setelah lima belas menit Embun keluar dari kamar. "Maaf lama Mas.""Iya, ayo berangkat." Aksa menyetir mobil membelah jalanan yang lumayan ramai oleh para pekerja maupun anak sekolah."Assalamualaikum." Aksa menekan bel beberapa kali."Waalaikumsalam, eh kalian sudah datang." Laura membuka pintu dan tersenyum bahagia melihat kedatangan anak dan menantu kesayangannya."Iya Ma, tapi maaf Aksa pam
Drrtt.... Ponsel Embun berbunyi, ia mengernyit bingung karena yang menelponnya nomor tidak dikenal. "Angkat ga ya? Hum angkat aja kali ya, mana tahu ada yang penting." Setelah telepon diangkat, ia mematung mendengarkan suara di telepon, ia sangat mengenali suara tersebut."Ada apa?" tanya Embun ketus."(.....)""Aku ga ada waktu untuk bertemu dengan lelaki pengecut sepertimu." Embun mematikan sambungan telepon secara sepihak.Kepala Embun terasa pusing, ia teringat kejadian beberapa tahun lalu, disaat lelaki yang sangat ia cintai dan sayangi ternyata selama ini menyembunyikan rahasia yang begitu besar.Flashback Off"Bunda gimana penampilan Embun? Udah cantik belum?" tanya seorang gadis yang sedari tadi tersenyum bahagia. "Cantik banget anak Bunda," puji Bunda."Makasih Bun." Embun memeluk sang bunda. Bibirnya terbentuk senyuman yang sangat cantik, hatinya sangat bahagia karena sang pacar ingin bertemu dan berbicara serius tentang hubungan yang telah mereka jalani selama tiga tahun.
Sudah dua hari mereka tinggal di rumah Aksa, mereka memutuskan untuk menemui orang tuanya dan menceritakan yang sebenarnya terjadi."Kalian yakin ingin kasih tahu mereka? Kalian sudah siap dengan semua resiko yang akan terjadi?" tanya Embun khawatir. Bagaimanapun ia sangat paham bagaimana menakutkan Papa Zila ketika sedang marah."Insyaallah kita siap menerima konsekuensinya," ujar Zila tersenyum."Cepat atau lambat kandungan Zila semakin membesar.""Ya udah kalau itu sudah keputusan kalian, semoga semuanya dilancarkan dan semoga mereka bisa menerima semua ini. Kalau kalian ingin teman untuk cerita, pintu rumah kita selalu terbuka untuk kalian," ujar Aksa."Makasih kalian memang sahabat terbaik, maaf kita banyak merepotkan kalian. Kita pergi dulu." Zila dan Gilang keluar dari rumah Aksa dengan perasaan campur aduk."Kasihan ya mereka," ujar Embun melihat kepergian mereka yang semakin menjauh."Mereka juga salah, sudah tahu saudara tiri tapi masih nekad untuk saling cinta bahkan sekara
"Kalian ngapain kesini?" Mereka kaget melihat kedua sahabatnya yang berada diambang pintu.Aksa menyadari Embun tidak memakai hijab langsung menutup kepala Embun dengan tangannya. "Tutup mata Lo, jangan lihat kearah istri gue," ujar Aksa kepada Gilang."Ayo silahkan masuk dulu." Setelah mempersilahkan kedua sahabatnya masuk, Embun bergegas pergi ke kamar untuk memakai hijabnya.Aksa membawa mereka duduk diruang tamu. Setelah beberapa menit Embun kembali dengan membawa nampan yang berisikan empat gelas orange juice."Maaf ya rumahnya berantakan.""Santai aja kali, kita paham kok namanya juga pengantin baru," ujar Gilang"Eh Embun jalan Lo kok agak lain ya, kalian habis belah duren ya," goda Zila."Hust kamu belum cukup umur untuk tahu hal begituan," ledek Embun."Gue lebih tua dari Lo," ujar Zila kesal. Selama menikah sifat Embun semakin menyebalkan."Jadi kalian mau ngapain datang sepagi ini?" tanya Aksa penasaran.Suasana menjadi tegang, Zila memberikan sebuah surat kepada Embun. Em
Pagi harinya Embun terbangun dan merasakan nyeri dibagian bawahnya. Ia tersenyun mengingat kejadian semalam, walaupun awalnya sakit tetapi lama kelamaan ia terbuai dalam kenikmatan yang tidak pernah ia rasakan. Ia bahagia karena sudah memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri yaitu melayani suami dengan sepenuh hati. "Kamu kenapa?" Aksa yang baru keluar dari kamar mandi bingung melihat Istrinya yang senyum sendiri.Embun kaget melihat Aksa yang hanya menggunakan handuk yang dililit dipinggangnya, ia menutup matanya. "Sana pake baju dulu Mas.""Ga usah sok kaget gitu. Semalam kamu udah lihat semuanya kan," goda Aksa.Embun mencoba berdiri dengan menutup tubuhnya dengan selimut tetapi bagian bawahnya sangat perih. "Au sakit banget," keluhnya."sakit ya?" tanya Aksa khawatir.Embun mengangguk lemah. "Ini semua karena Mas.""Aku lihat semalam kamu juga menikmati permainannya bahkan kamu bilang faster mas, faster mas.""Aku khilaf." Pipi Embun merah merona menahan malu memang semalam ia
Embun bolak balik didepan cermin, Ia melihat penampilannya dari atas sampai bawah. Embun menggunakan dress diatas lutut berwarna merah. Malam ini Ia akan melayani suaminya dengan sepenuh hati. "Tenang Embun kamu pasti bisa, demi mempertahankan rumah tangga dan juga membahagiakan suamimu," ujarnya menyemangati diri sendiri.Jam menunjukkan pukul 23:30, hari ini suaminya lembur karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan.Dada Embun semakin berdegup kencang ketika melihat Aksa sudah berada diambang pintu kamar.Aksa bingung melihat Embun yang berpenampilan tidak seperti biasanya, Ia kira Embun sudah tidur tetapi perkiraannya salah. "Kamu mau pergi kemana? Besok aja ketemunya, sekarang sudah malam. Aku cuma mau ingatkan aja karena kamu masih menjadi istriku."Butiran bening keluar dari kelopak mata Embun. Dadanya sakit mendengar perkataan yang keluar dari mulut suaminya itu. "Sebegitu bencinya Mas dengan aku? Tadinya aku mau memperbaiki hubungan kita tapi kelihatannya Mas sudah tidak me