Tidak terasa pernikahan mereka sudah menginjak satu bulan, Aksa selalu berusaha menjadi suami yang terbaik untuk Embun, begitupun dengan Embun yang berusaha menjadi istri yang baik untuk Aksa.
"Engga terasa ya, sudah satu bulan kita menjadi suami istri, apakah belum ada timbul rasa cinta di hatimu?" tanya Aksa. Mereka sedang berada di ruang keluarga sambil menonton drama Korea kesukaan Embun."Jujur, dari awal kita bertemu aku sudah jatuh cinta kepadamu, apalagi selama satu bulan ini kita selalu bersama, rasa cinta itu semakin besar dan rasa ingin memilikimu juga semakin besar," lanjut Aksa."Aku masih bingung dengan perasaanku sendiri, aku akan selalu berusaha menjadi istri yang terbaik untuk Mas, tapi maaf Mas, aku belum bisa memberikan yang seharusnya menjadi milik Mas.""Aku lelaki normal yang terkadang hasrat itu datang ketika melihatmu, aku memang selalu menjaganya dari perempuan lain tapi berbeda dengan kamu, kamu istri sah aku yang sudah tercatat di negara maupun agama.""M-Maaf kan aku Mas, aku belum siap punya anak, aku takut tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kita dan aku juga takut tidak bisa membagi waktu dengan anak dan suami." Embun menunduk, Ia merasa bersalah tidak bisa memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri."Aku paham, udah ga usah dipikirkan, aku hanya ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan. Ayo tidur, hari sudah malam besok lanjut lagi nontonnya." Mereka pergi ke kamar untuk istirahat.Selama sebulan pernikahan, Embun memang tidak ingin disentuh oleh suaminya, jangankan melayani suaminya, di peluk saja Ia selalu menghindar.******Sekarang Embun sedang berada di rumah Bunda, Ia masih memikirkan ucapan suaminya. 'Apakah aku istri durhaka karena tidak bisa melayani suami dengan baik?' batinnya penuh tanya.Bunda bingung melihat Embun yang melamun seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. "Pengantin baru kok ngelamun sih? Jangan sering ngelamun ntar kesambet.""Kamu kenapa? Ada masalah? Atau kak Aksa melakukan kekerasan dengan kamu? Cerita sama Bunda, Bunda tahu ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan."Mas Aksa baik kok Bun, dia ga pernah menyakiti aku, aku yang selalu menyakitinya.""Cerita sama Bunda apa yang terjadi?"Embun menggenggam tangannya gelisah, Ia takut Bunda akan memarahinya kalau dia jujur tidak mau melayani suaminya.Bunda dapat merasakan kegelisahan Embun, Ia mengelus bahu Embun lembut, "katakan saja Bunda tidak akan memarahimu.""Maaf Bun, aku belum bisa menjadi istri yang sempurna, aku belum bisa melayani suami aku dengan baik, aku tahu aku salah tapi aku butuh waktu untuk menerima ini semua, aku merasa belum pantas menjadi seorang ibu, awalnya Mas Aksa tidak memaksa tapi akhir-akhir ini dia selalu membahas hal itu, aku bingung harus bagaimana."Bunda kaget mendengar pernyataan Embun, Ia dapat merasakan bagaimana susahnya Aksa menahan hasratnya dan impiannya untuk segera menimang cucu harus di kuburnya."Maafkan Bunda sudah memaksamu menikah dengan lelaki pilihan Bunda, Bunda tahu ini semua sangat berat untuk kamu lalui tapi tidak dapat dipungkiri, sekarang Aksa sudah menjadi suami kamu jadi sudah kewajiban kamu untuk melayaninya dengan baik. Jadi Bunda harap kamu mau melayaninya anggap saja kamu sedang mencari pahala.""Layanilah suamimu sebelum suamimu mencari perempuan lain untuk melayaninya. Bunda tahu Aksa sangat bersusah payah menahan hasratnya apalagi dengan istri sahnya sendiri yang setiap hari selalu bersama.""Bunda sangat mengharapkan seorang cucu sebelum Bunda tiada," lirih Bunda."Pernikahan ini bukan salah Bunda, ini semua sudah takdir, aku sangat bahagia dengan pernikahan ini, aku yakin Mas Aksa suami yang cocok untuk menjadi pendamping aku, aku akan belajar membuka hati dan menjadi istri seutuhnya untuk Mas Aksa.""Bunda jangan ngomong gitu, aku akan kasih cucu untuk Bunda, Bunda doakan semoga semuanya berjalan lancar, semoga aku bisa menjadi istri yang berbakti kepada suami.""Doa Bunda akan selalu menyertai kalian, Bunda selalu berdoa yang terbaik untuk rumah tangga kalian, Bunda ingin kamu selalu bahagia sampai kapanpun."Drrtt. Dering telepon Embun berbunyi. "Bentar ya Bun, Mas Aksa nelpon.""Hallo, ada apa Mas?""Lagi dirumah Bunda.""Oke Mas, aku tunggu.""Aksa?" tanya Bunda setelah Embun selesai nelpon."Iya Bun, katanya Mas Aksa mau kesini, sudah lama ga ketemu Bunda."Terdengar suara mobil berhenti di halaman rumah. "Itu pasti suami kamu, sana kamu buka pintunya."Embun berdiri membuka pintu rumah. "Silahkan masuk Mas.""Bunda apa kabar?" tanya Aksa lalu mencium tangan Bunda."Alhamdulillah Bunda sehat, kabar kamu bagaimana? Apa Embun selalu merepotkan kamu?""Alhamdulillah kabar Aksa baik Bun, Embun sama sekali tidak merepotkan Aksa.""Aksa sudah makan?" tanya Bunda."Belum Bun," jawab Aksa."Oh iya kebetulan Bunda sudah masak banyak, kalian makan siang disini aja ya, kamu juga belum masak kan?""Iya Bun, aku belum masak untuk makan siang."Mereka makan siang dengan beberapa makanan yang sudah disiapkan oleh Bunda.Bunda menyajikan sop kerang beserta udang goreng ke dalam piring menantunya. "Cobain deh, ini tuh makanan kesukaan Embun.""I-Iya Bun." Aksa memakannya dengan takut. Sebenarnya Ia alergi seafood tetapi Ia juga tidak enak menolak makanan yang sudah dipersiapkan oleh mertuanya."Em-embun," ujar Bunda terbata-bata, ia mengusap surai anaknya lembut.Embun mengerjap, ia menyesuaikan cahaya yang masuk kornea matanya."Bunda udah sadar," ujar Embun girang.Embun berdiri dan membangunkan suaminya yang sedang tidur di sofa. "Bangun Mas, bunda udah sadar."Aksa yang tidak percaya langsung melihat Bunda di brankar, ia takut hanya halusinasi istrinya saja.Arkan tersenyum bahagia melihat mertuanya sudah membuka matanya, ia menekan tombol darurat agar dokter segera datang dan memeriksa keadaan bunda.Beberapa menit kemudian, datanglah dokter bersama dua orang perawat. "Kalian silahkan ke luar dulu ya," ujar perawat sopan.Aksa dan juga Embun keluar dengan perasaan lega karena Bunda sudah berhasil melewati masa kritisnya dan kembali berkumpul bersama mereka."Bagaimana keadaan Bunda, Dok?" tanya Aksa ketika dokter keluar dari ruangan Bunda."Alhamdullah, ini semua mukjizat dari Allah, pasien sudah melewati masa kritisnya," jawab Angga--dokter yang menangani Bunda.Tidak
"Bunda kenapa Mas?" Rasa khawatir tidak bisa disembunyikan oleh Embun, ia sangat takut terjadi sesuatu yang buruk dengan Bunda."Kamu sabar ya, sekarang juga kita akan pulang," ujar Aksa selembut mungkin."Jawab dulu Mas, Bunda kenapa?" tanya Embun menggebu-gebu."Bunda kena serangan Jantung dan sekarang keadaannya kritis."Pertahanan Embun runtuh, dadanya sangat sesak bagaikan ditusuk belati tajam, jantungnya seakan berhenti berdetak.Aksa memeluk Embun, menyalurkan energi kepada istrinya yang sangat syok. "Jangan nangis, Mas yakin Bunda bisa melewati masa kritisnya.""Aku gak mau kehilangan Bunda," ujar Embun lemah."Hust, gak boleng ngomong gitu, kamu harus yakin Bunda akan sehat kembali dan berkumpul dengan kita.""Kamu diam di sini dulu, Mas mau urus kepulangan kita. Jangan kemana-mana tunggu Mas disini." Aksa pergi meninggalkan istrinya yang masih terpukul dengan kabar Bunda yang sedang kritis, tidak lupa
"Bangun, Sayang. Jangan bikin aku panik." Aksa berusaha membangunkan Embun yang menangis dalam tidurnya, sepertinya Embun sedang bermimpi buruk."Ada yang bisa kami bantu, Tuan?" tanya seorang pramugari."Tolong ambilkan segelas air mineral dan juga minyak angin," ujar Aksa.Pramugari tersebut langsung bergegas mengambilkan apa yang diinginkan oleh Aksa.Aksa melepaskan hijab Embun dan mengoleskan minyak angin ke kepala istrinya.Setelah beberapa menit, akhirnya Embun membuka matanya, kepalanya terasa berat, ia melihat sekelilingnya, mimpinya terasa sangat nyata."Alhamdulillah, akhirnya kamu bangun juga." Aksa mencium surai istrinya."Kita ada dimana Mas?" tanya Embun."Kita masih dalam pesawat, dua jam lagi kita akan sampai ke negeri Sakura," jawab Aksa.Embun memeluk suaminya erat. "Aku takut, Mas," ujarnya."Gak usah takut, ada aku disini," ujar Aksa menenangkan istrinya."Aku mimp
Mas nanti aku ke rumah Mama ya," ujar Embun meminta izin kepada suaminya."Mau ngapain?" tanya Aksa heran. Secara tidak biasa istrinya pergi ke rumah orang tuanya tanpa dirinya."Semalam Mama nelpon suruh aku kerumah. Ya kan semenjak nikah aku belum pernah pergi sendirian ke rumah Mama.""Iya, biar Mas yang antar.""Ga usah, nanti aku naik motor aja, udah lama aku ga bawa motor. Lagian kan arah kantor dengan rumah Mama ga searah, kasihan kalau Mas harus bolak balik.""Mas khawatir kalau kamu bawa motor. Pokoknya Mas yang antar, ga ada penolakan.""Iya deh. Tunggu bentar aku mau siap-siap dulu."Setelah lima belas menit Embun keluar dari kamar. "Maaf lama Mas.""Iya, ayo berangkat." Aksa menyetir mobil membelah jalanan yang lumayan ramai oleh para pekerja maupun anak sekolah."Assalamualaikum." Aksa menekan bel beberapa kali."Waalaikumsalam, eh kalian sudah datang." Laura membuka pintu dan tersenyum bahagia melihat kedatangan anak dan menantu kesayangannya."Iya Ma, tapi maaf Aksa pam
Drrtt.... Ponsel Embun berbunyi, ia mengernyit bingung karena yang menelponnya nomor tidak dikenal. "Angkat ga ya? Hum angkat aja kali ya, mana tahu ada yang penting." Setelah telepon diangkat, ia mematung mendengarkan suara di telepon, ia sangat mengenali suara tersebut."Ada apa?" tanya Embun ketus."(.....)""Aku ga ada waktu untuk bertemu dengan lelaki pengecut sepertimu." Embun mematikan sambungan telepon secara sepihak.Kepala Embun terasa pusing, ia teringat kejadian beberapa tahun lalu, disaat lelaki yang sangat ia cintai dan sayangi ternyata selama ini menyembunyikan rahasia yang begitu besar.Flashback Off"Bunda gimana penampilan Embun? Udah cantik belum?" tanya seorang gadis yang sedari tadi tersenyum bahagia. "Cantik banget anak Bunda," puji Bunda."Makasih Bun." Embun memeluk sang bunda. Bibirnya terbentuk senyuman yang sangat cantik, hatinya sangat bahagia karena sang pacar ingin bertemu dan berbicara serius tentang hubungan yang telah mereka jalani selama tiga tahun.
Sudah dua hari mereka tinggal di rumah Aksa, mereka memutuskan untuk menemui orang tuanya dan menceritakan yang sebenarnya terjadi."Kalian yakin ingin kasih tahu mereka? Kalian sudah siap dengan semua resiko yang akan terjadi?" tanya Embun khawatir. Bagaimanapun ia sangat paham bagaimana menakutkan Papa Zila ketika sedang marah."Insyaallah kita siap menerima konsekuensinya," ujar Zila tersenyum."Cepat atau lambat kandungan Zila semakin membesar.""Ya udah kalau itu sudah keputusan kalian, semoga semuanya dilancarkan dan semoga mereka bisa menerima semua ini. Kalau kalian ingin teman untuk cerita, pintu rumah kita selalu terbuka untuk kalian," ujar Aksa."Makasih kalian memang sahabat terbaik, maaf kita banyak merepotkan kalian. Kita pergi dulu." Zila dan Gilang keluar dari rumah Aksa dengan perasaan campur aduk."Kasihan ya mereka," ujar Embun melihat kepergian mereka yang semakin menjauh."Mereka juga salah, sudah tahu saudara tiri tapi masih nekad untuk saling cinta bahkan sekara
"Kalian ngapain kesini?" Mereka kaget melihat kedua sahabatnya yang berada diambang pintu.Aksa menyadari Embun tidak memakai hijab langsung menutup kepala Embun dengan tangannya. "Tutup mata Lo, jangan lihat kearah istri gue," ujar Aksa kepada Gilang."Ayo silahkan masuk dulu." Setelah mempersilahkan kedua sahabatnya masuk, Embun bergegas pergi ke kamar untuk memakai hijabnya.Aksa membawa mereka duduk diruang tamu. Setelah beberapa menit Embun kembali dengan membawa nampan yang berisikan empat gelas orange juice."Maaf ya rumahnya berantakan.""Santai aja kali, kita paham kok namanya juga pengantin baru," ujar Gilang"Eh Embun jalan Lo kok agak lain ya, kalian habis belah duren ya," goda Zila."Hust kamu belum cukup umur untuk tahu hal begituan," ledek Embun."Gue lebih tua dari Lo," ujar Zila kesal. Selama menikah sifat Embun semakin menyebalkan."Jadi kalian mau ngapain datang sepagi ini?" tanya Aksa penasaran.Suasana menjadi tegang, Zila memberikan sebuah surat kepada Embun. Em
Pagi harinya Embun terbangun dan merasakan nyeri dibagian bawahnya. Ia tersenyun mengingat kejadian semalam, walaupun awalnya sakit tetapi lama kelamaan ia terbuai dalam kenikmatan yang tidak pernah ia rasakan. Ia bahagia karena sudah memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri yaitu melayani suami dengan sepenuh hati. "Kamu kenapa?" Aksa yang baru keluar dari kamar mandi bingung melihat Istrinya yang senyum sendiri.Embun kaget melihat Aksa yang hanya menggunakan handuk yang dililit dipinggangnya, ia menutup matanya. "Sana pake baju dulu Mas.""Ga usah sok kaget gitu. Semalam kamu udah lihat semuanya kan," goda Aksa.Embun mencoba berdiri dengan menutup tubuhnya dengan selimut tetapi bagian bawahnya sangat perih. "Au sakit banget," keluhnya."sakit ya?" tanya Aksa khawatir.Embun mengangguk lemah. "Ini semua karena Mas.""Aku lihat semalam kamu juga menikmati permainannya bahkan kamu bilang faster mas, faster mas.""Aku khilaf." Pipi Embun merah merona menahan malu memang semalam ia
Embun bolak balik didepan cermin, Ia melihat penampilannya dari atas sampai bawah. Embun menggunakan dress diatas lutut berwarna merah. Malam ini Ia akan melayani suaminya dengan sepenuh hati. "Tenang Embun kamu pasti bisa, demi mempertahankan rumah tangga dan juga membahagiakan suamimu," ujarnya menyemangati diri sendiri.Jam menunjukkan pukul 23:30, hari ini suaminya lembur karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan.Dada Embun semakin berdegup kencang ketika melihat Aksa sudah berada diambang pintu kamar.Aksa bingung melihat Embun yang berpenampilan tidak seperti biasanya, Ia kira Embun sudah tidur tetapi perkiraannya salah. "Kamu mau pergi kemana? Besok aja ketemunya, sekarang sudah malam. Aku cuma mau ingatkan aja karena kamu masih menjadi istriku."Butiran bening keluar dari kelopak mata Embun. Dadanya sakit mendengar perkataan yang keluar dari mulut suaminya itu. "Sebegitu bencinya Mas dengan aku? Tadinya aku mau memperbaiki hubungan kita tapi kelihatannya Mas sudah tidak me