Share

Sakit

Setelah pulang dari rumah Bunda, Aksa selalu bolak balik ke kamar mandi, Ia memuntahkan semua makanan yang ada didalam perutnya dan juga timbul bintik-bintik merah di tubuhnya.

Embun merasa kasihan melihat suaminya yang sudah pucat dan tidak bertenaga, Embun memutuskan untuk memijat tengkuk suaminya. "Mas kenapa ga bilang kalau alergi makanan seafood?"

"Aku ga enak menolak makanan yang sudah di bikin oleh Bunda."

"Kita kedokter aja ya, aku takut terjadi sesuatu dengan Mas," bujuk Embun.

"Ga usah, bentar lagi juga sembuh."

"Tapi wajah Mas pucat banget loh, aku bingung harus bagaimana." Embun tipikal orang kalau sudah panik pasti tidak bisa berpikir lagi.

"Biasanya Mama kompres badan aku dan suruh aku minum air gula biar bintik merahnya ga timbul lagi."

Setelah selesai membuat air gula, Embun kembali ke kamar. "Diminum Mas, aku mau ambil air hangat dulu."

Embun mengompres tangan Aksa dan kaki Aksa dengan telaten, setelah selesai, Embun terdiam sejenak. 'Apakah aku juga harus kompres perut Mas Aksa?' tanyanya dalam hati.

Drrttt. Tiba-tiba dering telepon Embun berbunyi, Embun mengangkat telepon tersebut.

"Halo, ada apa Ma?"

"Iya alergi Mas Aksa kambuh karena makan seafood sewaktu di rumah Bunda."

"Aku udah kasih air gula dan juga udah kompres tangan beserta kaki mas Aksa."

"I-Iya Ma."

Embun menatap Aksa, tadi mertuanya bilang perutnya Aksa juga harus dikompres agar tidak mual lagi.

"Kenapa?" tanya Aksa membuyarkan lamunan Embun.

"Bajunya boleh dibuka dulu? Mama bilang perut Mas juga harus dikompres agar ga mual lagi," ujar Embun gugup.

'Ya Tuhan iman aku bisa lemah kalau lihat yang beginian,' teriak Embun tertahan melihat perus sixpack Aksa.

Dengan tangan yang bergetar, Embun mengompres perut Aksa dengan lembut, Ia sesekali memejamkan matanya untuk menenangkan pikiran yang sudah melayang entah kemana.

"Ga usah gugup gitu, pegang aja kalau mau," ujar Aksa terkekeh melihat Embun gugup.

"Ga mau dan ga tertarik juga," ujar Embun judes.

Aksa mencubit pipi Embun. "Gemas banget sih istri aku."

"Sakit Mas, ini bisa dilaporkan atas kasus kdrt." Embun memegang pipinya yang sedikit merah.

"Laporin aja kalau berani, paling nanti kamu yang dipenjarakan oleh polisi karena telah membuat laporan yang tidak masuk akal."

"Mas nyebelin banget sih."

"Tapi kamu suka kan," goda Aksa.

Bel rumah berbunyi. "Siapa sih yang datang? Ganggu aja," kesal Aksa.

"Ga boleh gitu kak, mana tahu aja Mama atau Bunda." Embun bergegas keluar untuk membuka pintu.

"Mama, Papa silahkan masuk." Embun mencium tangan mertuanya.

"Bagaimana keadaan Aksa? Maaf kita baru datang karena soalnya tadi ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan," ujar Mama.

"Iya ga papa Ma. Mas Aksa ada dikamar." Mereka pergi menuju kamar Aksa.

"Eh ada Mama dengan Papa," ujar Aksa melihat kedatangan orang tuanya.

Embun diam dan sesekali tersenyum mendengarkan obrolan suami dengan mertuanya. Ia masih merasa canggung berkumpul dengan keluarga suaminya.

"Mama dengan Papa pamit pulang dulu, sudah malam takut ganggu waktu kalian, kita sangat menunggu kabar gembira dari kalian semoga cepat dapat momongan ya biar Mama bisa nimang cucu," ujar Mama.

"Iya Papa juga sangat ingin menggendong cucu."

"Iya doakan aja Ma," ujar Aksa.

Mereka mengantarkan Mama dan Papa sampai halaman rumah, setelah mobil sudah tidak terlihat, mereka masuk ke dalam rumah.

Tatapan Embun kosong, Ia sangat bingung harus bagaimana, Bunda dan mertuanya sangat menginginkan cucu tetapi ia belum siap. Jangankan melayani suaminya, disentuh saja Ia marah.

"Melamun lagi? Sebenarnya apa sih yang kamu pikirkan? Aku lihat akhir-akhir ini kamu sering melamun?" tanya Aksa penasaran.

"Ga papa Mas, aku ke kamar duluan."

"Ga usah dipikirkan omongan mereka, aku akan selalu menunggu kamu sampai kamu benar-benar siap." Aksa mengikuti Embun ke kamar.

"Mas mau punya anak berapa?"

"Kalau aku sih sebanyak mungkin."

"Mas kira aku kucing yang bisa ngelahirin anak enam sekaligus."

"Banyak anak banyak rezeki dan kalau punya anak pasti rumah kita jadi ramai."

"Ga gitu juga Mas, ah udah lah aku mau tidur." Embun membuka hijabnya lalu tidur membelakangi Aksa.

"Tumben tanya tentang anak, emangnya kamu sudah siap punya anak?" Pertanyaan Aksa membuat Embun mengubah posisinya menjadi duduk.

"Mas sudah siap punya anak?"

"Insyaallah aku sudah siap."

"Tapi aku belum siap," lirih Embun.

"Aku tahu, udah sekarang kamu tidur, ingat aku akan selalu menunggu kamu sampai kamu siap."

"Aku baca di sosial media sekarang itu sedang maraknya lelaki berselingkuh dan mencari perempuan untuk memenuhi hasratnya karena tidak dilayani oleh istrinya."

"Aku takut Mas berpaling dari aku dan mencari perempuan lain yang bisa melayani Mas dengan baik."

"Kamu tenang aja insyaallah aku akan selalu menjaga hati dan pandangan aku dari perempuan manapun, tapi...." Aksa menggantung perkataannya.

"Tapi apa? Awas aja kalau mas berani bermain api dengan perempuan lain, aku potong itu Mas sampai habis."

Aksa tertawa, "ternyata kamu takut juga ya aku mencari perempuan lain."

"Ya iya lah bagaimanapun sekarang Mas itu suami aku, aku ga mau berbagi suami dengan perempuan manapun, yang sudah menjadi milikku selamanya akan tetap milikku ga ada yang boleh ambil."

"Galak banget istri aku, makin cinta aku tuh."

Bibir Embun menampilkan seulas senyuman. "Salting ya sampai pipinya merah merona seperti itu," goda Aksa.

"Hoam, ngantuk banget, aku tidur dulu Mas." Embun kembali berbaring dan membelakangi Aksa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status