Share

Sadar Diri

1. Dilarang melakukan physical touch.

2. Tidak diperbolehkan untuk melayani kebutuhan satu sama lain.

3. Dilarang ikut campur terkait hal-hal yang bersifat privasi.

4. Sean tidak diperbolehkan untuk mengajak teman atau siapapun masuk ke dalam apartemen.

"Jadi kamu nggak perlu lagi memasak sarapan atau melayaniku, Sean. Selama nggak ada mami, anggap saja kita sepasang manusia asing yang sedang terjebak di apartemen yang sama!"

Rhein menggigit bibirnya dengan ragu, apakah ia terlalu jahat pada Sean?

Apakah perkataannya -sebelum masuk ke dalam kamar- tadi terdengar tak berperikemanusiaan?

Bahkan sebelum membuka pintu kamar, Rhein sempat kembali berujar, "Setelah masa kontrak selesai, jalani kehidupan masing-masing. Dan jangan pernah lagi muncul di hadapanku!"

'Ah, bodohnya kau, Rhein! Bagaimana jika Sean tersinggung dan memutuskan untuk membatalkan kontrak, huh!?' logika di pikiran Rhein mulai mengintervensi.

"Apakah harus minta maaf?" desis Rhein bingung.

Ini adalah kali pertama dia berurusan dengan lelaki setelah sekian lama. Berinteraksi dengan lelaki selain Ralph membuatnya merasa canggung. Terlebih bila lelaki itu adalah pria sepolos Sean! Lebih baik Rhein berurusan dengan klien yang menyebalkan daripada berhadapan dengan sepasang mata redup dan sayu itu.

Melihat amplop putih yang tergeletak di meja membuat Rhein seketika ingat pada acara bulan madunya. Ia buru-buru meraih amplop itu dan membuka isinya. Yang ia cari adalah e-tiket pemesanan hotel selama di Swiss. Setelah menemukan lembaran itu, hatinya mencelos usai membaca isinya. Tentu saja maminya hanya memesan satu kamar! Kenapa bodoh sekali berharap Veronica akan memesankan dua kamar selama di Swiss?!

"Argggg!" teriak Rhein kesal sendiri.

"Baiklah. Tenang, Rhein. Calm down." Sambil mengelus dadanya, Rhein mulai mensugesti dirinya sendiri dan kembali menimpali, "kamu bisa memesan satu kamar lagi, bukan? Jadi jangan panik dulu, oke? Relaks, Rhein. Inhale ... Exhale ..."

Sambil menghirup dan menghembuskan napasnya untuk berelaksasi, Rhein memusatkan pikirannya pada hal-hal menyenangkan yang akan ia jalani selama di Swiss. Setelah beberapa menit bermeditasi, semangatnya kembali muncul sehingga ia pun mengeluarkan koper besarnya dari dalam lemari dan mulai packing.

"Di Swiss sedang winter. Jadi, jangan lupa bawa mantel yang banyak!"

Ultimatum dari Veronica terngiang kembali di telinga Rhein. Dan kalimat berikutnya dari sang mami sukses membuat wajahnya dan Sean merah padam semalam.

"Jangan pulang sebelum kamu menyimpan benih Sean di rahimmu! Mengerti!?"

'Benih katanya? Jangankan benih, Sean menyentuhnya sedikit saja rasanya sudah aneh sekali!' Rhein kembali mendumel dalam hati. 'Awas saja kalo sampai Sean berbuat macam-macam selama di Swiss. Jangan harap dia bisa pulang ke Indonesia dalam keadaan hidup!'

Sementara itu di kamar belakang. Ini adalah hari ketiga Sean tinggal di apartemen mewah istrinya. Sehari sebelum menikah, ia membawa beberapa barang-barangnya dan menempati kamar belakang di dekat dapur. Kamar yang tak begitu luas, bahkan mungkin kamar ini diperuntukkan sebagai kamar ART, akan tetapi entah mengapa Sean betah tinggal di dalamnya. Semalam ia bahkan tidur sangat lelap dibanding malam-malam sebelumnya.

Rhein hanya memberinya kamar itu karena dua kamar lainnya sudah diisi oleh istrinya itu dan satu lagi untuk Veronica bila menginap di apartemen ini. Tak masalah bagi Sean, ia bisa tidur di manapun selama ada Rhein di atap yang sama.

Perut yang sudah kenyang nyatanya tak membuat mood Sean membaik. Setelah menandatangani kertas perjanjian yang dibuat oleh Rhein tadi, seperti ada jurang tak nampak yang semakin lebar menganga di antara keduanya.

Sambil menatap langit-langit kamarnya, Sean mulai berpikir bila ia akan berusaha lebih keras lagi untuk meluluhkan hati Rhein. Setidaknya dua tahun ini adalah kesempatannya untuk mengikis tembok kokoh itu dengan cinta.

Lamunan Sean seketika buyar ketika gadget pipihnya bergetar di meja nakas. Tanpa bangkit dari ranjang, Sean berguling dan meraih ponsel itu. Kedua sudut bibirnya terangkat hingga memamerkan lesung pipinya yang manis ketika membaca sebaris nama yang terpampang di layar.

Mami Veronica is calling ...

"Halo, Mami?" sapa Sean berbinar.

"Sean, apa kamu sudah sarapan?" Pertanyaan yang menyiratkan perhatian itu tak pelak menyunggingkan senyuman di bibir Sean.

"Sudah, Mi. Ini baru saja selesai sarapan."

"Dengan Rhein? Apa dia memasak untukmu?" cecar Veronica.

Sean terdiam sejenak, helaan napas terhembus samar melalui hidungnya. "Iya, Mi. Rhein memasak nasi goreng yang sangat nikmat tadi," ucap Sean akhirnya berdusta.

Terdengar gelak tawa bahagia Veronica diujung sana, membuat Sean semakin tak nyaman karena telah membohongi mertuanya itu.

"Begini, Sean. Mami cuma mau bilang, tolong jaga Rhein selama kalian berbulan madu besok! Mami ada beberapa kejutan yang sudah Mami siapkan untuk kalian berdua!"

"Kejutan apa, Mi?" todong Sean mulai curiga.

"Bukan kejutan namanya kalo Mami bocorkan padamu sekarang! Cepatlah packing sana, jangan sampai terlambat ke bandara!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status