Waktu berlalu, hingga akhirnya sudah waktunya tempat makan tersebut tutup. Cakra yang sedari pagi terus sibuk mengurus berbagai hal, akhirnya menghela napas panjang di depan para karyawan yang tersisa setelah tadi pagi memecat para karyawan perempuan.
Saat ini Cakra dan keempat karyawannya sedang berkumpul, duduk bersama di salah satu meja yang ada di dalam tempat itu."Kalian sudah melihat sendiri, saat ini karyawan di tempat ini hanya tinggal kalian." Cakra memulai pembicaraan itu.Mendengar hal itu, ketiga karyawan yang bertugas melayani pelanggan pun langsung mengangguk menanggapi perkataan Cakra. Sedangkan Pak Harto yang bekerja sebagai juru masak pun hanya diam saja, seolah acuh dengan hal itu."Aku mengumpulkan kalian saat ini karena ingin tahu dengan jelas seperti apa tempat ini sebelumnya, termasuk tentang jasa yang para karyawan perempuan tadi pagi," ujarnya sembari mengarahkan pandangannya pada keempat orang tersebut secara bergantian.<Sementara itu di tempat Asta."Lumayan juga," gumamnya sembari duduk di sebuah kursi dengan segelas minuman di tangannya. Saat ini di sekitar Asta terdengar musik dengan beat yang cukup cepat, hingga pemandangan orang-orang menari bersama, bercampur baur menghiasi ruangan tersebut.Asta pun menghentak-hentakkan kakinya dengan lembut, menikmati musik yang terasa sesuai dengan seleranya sembari menikmati pemandangan yang memang biasa ia lihat di tempat sejenis itu.Hingga tiba-tiba terasa ponsel di dalam sakunya bergetar. Ia yang saat ini sedang menikmati cocktail di tangannya pun dengan santai mengambil ponsel tersebut dengan tangan kirinya. Dan ketika ia menatap layar ponselnya, sebuah senyum pun langsung mengembang di bibirnya."Benarkan, mangkannya jadi orang jangan sombong," ucapnya sembari terus menatap layar ponselnya tersebut.Setelah mengatakan kalimatnya, Asta pun dengan santai mereject panggilan tersebut. Kemudia
"Ini minumannya," ucap Bartender yang tadi sempat berdehem itu.Lalu Satria pun dengan cepat mengambil dua gelas cocktail pesanannya dan membaginya dengan Asta. "Terima kasih," ujarnya dengan santai."Siap Bos," sahut Bartender tersebut sambil mengangkat tangannya, menunjukkan keakraban di antara mereka.Setelah itu Satria pun langsung mengangkat gelasnya dan menyesap minuman tersebut."Kamu sering datang ke sini?" tanya Asta yang mulai penasaran dengan laki-laki di depannya tersebut."Tidak juga," jawabnya singkat sambil meletakkan kembali gelas minumannya di meja. "Kenapa, kamu kepo ya?" tanyanya sembari mengangkat kedua alisnya beberapa kali.Tingkah Satria yang terlihat jelas mencoba mengajak Asta tersebut, nyatanya bukan membuat Asta tertawa tapi malah membuat gadis di depannya itu berekspresi aneh."Garing," tukas Asta lalu mengalihkan pandangannya pada orang-orang yang sedang menari bersama di ruangan itu.
Setelah berdebat cukup lama, akhirnya Asta pun pulang bersama dengan Satria, berboncengan naik motor miliknya."Kenapa tidak kamu angkat?" tanya Satria karena sepanjang perjalanan mereka, ponsel milik Asta terus berdering."Tidak perlu," tukas Asta sembari terus menatap ke arah jalanan yang ada di depan mereka.Satria pun menghela napas panjang. "Sebentar lagi kita akan sampai rumah kamu, kalau kamu angkat bukannya akan leb—""Justru karena sebentar lagi sampai, jadi untuk apa aku angkat," potong Asta. "Melakukan sesuatu yang sia-sia itu namanya kurang kerjaan," imbuhnya."Ya-ya-ya, terserah kamu lah."Kemudian Satria pun menambah kecepatan motornya agar mereka bisa lebih cepat sampai di rumah.Sepuluh menit berlalu, akhirnya mereka pun sampai di halaman rumah Satria. Setelah itu Satria pun segera turun dari motornya, sedangkan Asta terlihat masih enggan turun dari sana."Kenapa, mau aku gendong?" goda Satria sa
"Auuu!" pekik Satria ketika tangan laki-laki yang selalu dipanggilnya kakak itu dengan cepat menarik telinganya.Dan setelah itu mereka pun masuk ke dalam rumah bersama sembari terus bercanda.\*\*Di rumah Cakra.Sementara di rumah Satria, Satria dan Rendra sedang bercanda dan tertawa bersama. Saat ini di rumah sewa Cakra, Cakra sedang berada di depan pintu kamar Asta."As, buka pintunya!" ucap Cakra sambil terus mengetuk pintu kamar wanita yang sudah resmi dinikahinya itu.Sedangkan saat ini, Asta yang ada di dalam kamar tersebut sedang merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil menutupi telinganya dengan bantal. "Nggak akan," ucap Asta lirih sambil terus memegangi bantal yang ia gunakan untuk meredam suara tersebut.Dan setelah cukup lama Cakra mengetuk-ngetuk pintu kamar tersebut, kemudian sebuah ultimatum pun keluar dari bibirnya. "Kalau kamu tidak membuka kamar ini, akan aku dobrak. Dan jangan harap kamu bisa terus ting
"Hai Bidadari Nyasar, tumben pagi gini udah keluar?"Sebuah sapaan yang awalnya enak didengar, namun berakhir menjengkelkan itu pun langsung membuat Asta mendengus kesal. Sesaat kemudian ia berganti menyipitkan matanya ke arah laki-laki yang baru menyapanya itu."Kenapa?" tanya laki-laki tersebut sambil mengerutkan keningnya."Nggak," tukas Asta sambil melengos, lalu lanjut menaiki motor tukang ojek pesanannya itu.Laki-laki itu pun langsung berkomentar, "Dasar aneh.""Sat, diem ya. Jangan bikin hariku makin suram," sahut Asta sembari menunjuk wajah Satria dengan tatapan mengancam.Bukannya kesal, saat ini Satria malah tersenyum manis ke arah Asta. "Aku? Mana mungkin aku bikin hari kamu suram. Yang ada kamu itu harus bersyukur, karena pagi begini udah ngelihat wajah tampan pembawa keberuntungan milikku," ujarnya lalu mengedipkan sebelah matanya, mencoba menggoda Asta.Asta pun langsung berekspresi aneh untuk menanggapi kalima
Setelah selesai berdiskusi dengan Aris dan menyusun semua hal yang berhubungan dengan tempat makan yang dikelolanya, kemudian Cakra dan semua orang meninggalkan rumah makan tersebut.\*Di dalam mobil."Hufff ...." Cakra menghela napas panjang sembari terus menatap ke arah depan, berkonsentrasi pada jalanan yang dilewatinya.Kemudian ia mengambil ponselnya dan juga memasang handsfree ke telinganya.Setelah beberapa saat mengutak-atik kedua perangkat tersebut, akhirnya ia pun menghela napas panjang dan kembali berkonsentrasi pada jalanan sembari mendengarkan suara di dalam handsfree-nya."Di mana anak itu," gumamnya ketika panggilannya ke nomer Asta tak juga diangkat.Beberapa kali Cakra terus mencoba menghubungi Asta, hingga akhirnya ...."Halo," ujar Cakra ketika panggilan tersebut akhirnya diangkat."Hem," sahutan singkat dari dalam panggilan tersebut."Kamu di mana sekarang?"Namun bukannya jawaba
Saat ini Asta tengah berdiri di depan salah satu gerai yang menjual minuman di dalam mall tersebut."Huff ...." Asta menghela napas panjang sembari menghentak-hentakkan ringan kakinya ketika menunggu pesanannya."Anda bisa duduk dulu Mbak sambil menunggu kopinya," ucap pemuda berwajah manis yang tadi mencatat pesanan Asta.Namun sebuah senyuman hangat dari pemuda berwajah manis tersebut tak bisa meluluhkan kekesalan hati Asta karena sudah menunggu pesanannya lebih dari lima belas menit. "Duduk di mana?" sergah Asta tanpa menoleh sedikit pun ke arah meja dan bangku-bangku yang sudah penuh dengan pelanggan lainnya."Baiklah, kalau begitu mohon bersabar, tunggu sebentar lagi," ujar pemuda tersebut mencoba untuk terus ramah."Iya," sahut Asta dengan ketus.Asta pun mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya untuk menemani dirinya menunggu pesanannya.Dan ketika ia membuka ponselnya, matanya membulat menatap ke arah layar ponsel tersebut."Ck-ck-ck." Decaka
Saat ini ekspresi wajah Cakra terlihat kaku karena harus menahan rasa sakit di kakinya.'Berani sekali anak ini,' batin Cakra sembari menarik kakinya dari injakkan Asta.Sedangkan Asta terlihat terus tersenyum sambil menatap wanita di depannya dan mendengarkan kata-kata bijak dari wanita itu dengan sok penuh perhatian.Cukup lama kata-kata bijak itu keluar dari bibir wanita yang saat ini menggunakan seragam petugas mall tersebut, hingga akhirnya wanita tersebut mengkhiri semua ceramahnya dengan menatap ke arah Cakra sambil berkata, "Benar kan Mas?" tanyanya seolah mencari pembenaran dari semua ceramahnya.Dan tentu saja Cakra pun langsung menjawab pertanyaan tersebut dengan kata 'benar', karena memang semua kalimat yang dikatakan oleh wanita tersebut adalah sesuatu yang benar dan mengarah pada kebaikan Asta.Namun berbeda dengan Cakra yang menanggapi hal itu dengan positif, Asta memilih menghela napasnya lalu berdiri dari kursi yang didud