“Niko?” Berry dan Echa menunjukkan ekspresi yang berbeda saat lelaki itu berhasil mendobrak masuk.Niko bernapas lega melihat Echa masih terselamatkan.“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Niko memastikan.Echa tidak membalas pertanyaan Niko. Saat ini entah apa perasaannya. Dalam hati kecilnya dia bersyukur Niko datang menyelamatkan dirinya. Namun, di sisi lain dia juga panik, kedatangan suaminya bisa membuat Berry murka dan berubah pikiran untuk menyakiti orang tuanya.Juga, Echa merasa serba salah. Dia sadar diri sebagai wanita yang bersuami, seharusnya dia tidak boleh berduaan di kamar dengan lelaki lain. Namun, mengingat orang tuanya berada dalam ancaman besar, dia tidak punya pilihan lain selain melakukan ini.Sementara, Berry tercengang melihat lelaki miskin seperti Niko bisa masuk ke dalam Nextar Club. Namun, ekspresi kaget itu dengan cepat berubah menjadi kekesalan.“Hei, Babu! Aku sedang ada urusan dengan Echa. Apa kamu nggak pernah diajarkan kalau menerobos masuk ke kamar orang
Yang terkena lemparan gelas itu tak lain adalah pemilik Nextar Club. Akibatnya wajahnya dipenuhi luka berdarah.“Pak Arsen?!” pekik Berry, tetapi dia tidak merasa bersalah sedikit pun. Berry malah mengkambinghitamkan Niko, “Lihat! Kamu memang pembawa sial! Gara-gara kamu, pemilik club ini terluka!”Dia kemudian menoleh ke arah Arsen yang masih mengerang kesakitan, “Lebih baik anda cepat-cepat obati luka di wajah anda. Si curut ini biarkan aku yang urus. Dari tadi aku sebenarnya juga heran kenapa lelaki busuk ini bisa masuk dan lolos dari penjaga keamanan di sini.” Echa hanya diam membisu. Dia tidak mungkin membela Niko, meskipun yang melempar gelas itu adalah Berry. Terlebih lagi dia baru menyadari kesalahan besar suaminya yang menerobos masuk ke club. Sudah pasti pemilik Club ini lebih berpihak kepada Berry.Namun, di luar dugaan. Arsen mulai berjalan ke arah Berry dan menendang perutnya.Seusai memukul lelaki itu, dia berkata penuh lantang, “Pak Berry, member anda di Nextar Club d
Echa yang sudah tak punya energi, dan kembali mendengar hal itu, kepalanya terasa lebih berputar-putar dan langsung tak sadarkan diri di gendongan suami.Tentu Niko murka sejadi-jadinya. Dia menatap Berry dengan mata menyala-nyala, “Kamu harus membayar semua ini, bajingan!”Berry yang ketakutan, lantas dia segera berjalan ke arah mobilnya, tetapi baru saja melangkah, beberapa orang bertubuh besar sudah berdiri di depannya.Berry tersenyum miring, mengira bahwa orang-orang itu mencari Niko. Kali ini dia yakin mereka tak akan salah sasaran seperti kemarin malam.“Kalian datang tepat waktu. Orang yang kalian cari ada di sini,” ucapnya sambil menunjuk ke arah Niko berdiri.Namun beberapa orang itu justru melangkah ke arahnya dengan tatapan bringas. Tentu Berry spontan melangkah mundur sambil menelan ludahnya.“Aku Berry, bukan Niko yang….” BUGH! BUGH!Ucapan Berry terpotong oleh pukulan pukulan bertubi. Belum juga lukanya mengering, tubuhnya kembali menjadi sasaran empuk.Seperti biasa,
Yang bersuara di seberang sana tak lain adalah Berry, “Aku kasih waktu tambahan 30 menit untukmu. Temui aku dan redamlah kemarahanku sebelum semuanya terlambat!”Tangan Echa gemetar ketakutan, tetapi setelah mengingat kedatangan Danang, barulah dia berani berbicara, “Aku nggak takut!”“Oh kamu pikir aku bercanda?!”“Aku nggak takut!” Echa mengulangi kalimatnya dengan suara begitu tegas. “Pak Danang, direktur WARA Corp akan melindungiku!”“Pak Danang? Apa hubungannya dengan kamu?”“Aku karyawannya,” jawab Echa dan langsung mematikan telepon sepihak.Echa sebenarnya merasa ketar-ketir, ‘Oh Tuhan, lindungi keluargaku.’Hesti yang samar-samar mendengar percakapan itu, keluar dan menghampiri Echa, “Ada apa? Siapa yang menelponmu?”“Bukan siapa-siapa, Ma. Cuma orang gila yang iseng menelponku,” kilah Echa.“Oh.” Hesti percaya. Tapi matanya mendadak melotot saat melihat kedatangan Niko. “Ngapain kamu ke sini?!”Sambil berjalan mendekat, dengan santainya Niko menjawab, “Aku mau menjenguk Papa
“Kami akan mengambilnya,” ucap Niko. “Tolong ambilkan untuk istriku.”Echa dan pelayan itu tercengang. Sandal heels yang seharga 900 ribu saja tidak mampu dibelinya, apalagi yang seharga 25 juta. Mungkin pendengaran Niko bermasalah!“Harganya 25 juta!” Pelayan itu mempertebal kalimatnya agar terdengar lebih jelas di telinga Niko.“Niko, harganya 25 juta. Itu terlalu mahal, kita nggak punya uang sebanyak 25 juta.” Echa mempertegas. Niko mengangguk dan tersenyum lebar.“Ini hadiah pernikahan kita,” ucap Niko begitu enteng. Nada bicaranya terdengar datar, seakan-akan jumlah sebanyak itu tidak ada apa-apanya.“Niko, tolong jangan bikin aku malu!” Echa terpaksa menatap tajam pada Niko, berharap sang suami sadar diri akan kemampuannya. “Ayo keluar!”Untuk meyakinkan istrinya, Niko merogoh ponsel dan berjalan mendekat ke arah meja kasir yang di atasnya terdapat akrilik holder yang berisi kertas barcode, “Aku bayar pakai Qris.”Pelayan itu terdiam, antara percaya dan tidak percaya.Echa ce
“Mulai hari ini dan seterusnya jangan datang ke sini lagi! Kalian dipecat!” seru Niko. Suaranya lantang menggema di ruangan tersebut.Semua orang, baik nasabah dan teller terkejut. Sesaat suasana menjadi hening, sebelum akhirnya tawa keras menggema.Mereka menertawakan Niko yang berlagak seperti Bos yang hendak memecat karyawannya. Sepertinya lelaki itu adalah orang dengan gangguan jiwa.“Aduh orang mana dia sih? Kok sampai lepas dari pengawasan keluarganya?” kata salah satu teller sambil menahan tawanya.“Kasian. Mentalnya udah kenak. Mana masih mudah lagi.” seorang nasabah ikut nimbrung mengejek Niko. “mungkin cita-citanya jadi Bos gak kesampaian, makanya gila kayak gini.”“Lihat tuh ekspresinya, mendalami peran jadi manajer bank!”Tawa semua orang semakin keras. Mata mereka memandang Niko dengan tatapan mengejek.Satu sudut bibir Niko terangkat, “Perbaiki sikap kalian, atau aku akan buat kalian dipecat dari sini!” tantangnya. Bukan hanya mengultimatum para teller, Niko juga menata
“Sudah, cukup!” Seru Niko sambil menatap Sindy dengan dingin. “Aku ke sini untuk menarik uang! bukan memancing keributan seperti ini! Insiden berdarah yang menimpa teller bank itu karena ulahnya sendiri yang menghina dan tak mau melayani nasabahnya!”Sindy balik memarahi Niko, “Oh, ya jelas … kami hanya menerima dan melayani nasabah. Bukan melayani seorang pengemis maupun orang gila!”“Aku tidak menyangka orang hebat seperti anda ternyata memiliki hati yang sangat busuk,” sindir Niko.“Aku cuma menjalankan tugasku sebagai manajer untuk mengawasi setiap aktivitas di bank ini. Kenapa? Tidak boleh? Tidak suka?” Echa menatap Niko dengan tatapan menantang. “Perlu aku jelaskan lagi, orang yang masuk ke sini adalah orang yang memiliki saldo rekening miliaran! Aku ulangi, Miliaran! Bukan belasan ribu!”Niko mencoba mengendalikan emosinya. Dia lebih memilih mengambil ponsel dan mengirim pesan kepada Danang tentang kejadian yang dia alami.Sindy tampak geram melihat Niko yang dihina-hina malah
Setelah melihat jelas kartu berwarna hitam milik lelaki itu, Sindy tercengang bukan main, begitu pula dengan teman-temanya. Bagaimana mana tidak, Kartu hitam berlogo khusus itu bukan sembarangan orang yang bisa memiliknya, dan hanya beberapa buah saja di dunia. Bukan hanya 100 juta, saldo rekening di dalamnya bisa tak terbatas nilainya.Mereka terbengong-bengong. Bagaimana mungkin orang yang mereka anggap ODGJ bisa memegang Supreme black card itu? Siapa sebenarnya Niko?“Bagaimana bisa?” Selain terbengong-bengong, pastinya mereka semua merasa ketakutan karena telah bersikap keterlaluan kepada Niko. Tentu sebagian besar orang segera meminta maaf.Bahkan seorang teller wanita datang mendekat dan memperlakukan Niko dengan sangat hormat, “Tuan, biar saya yang mengurusnya,” ucapnya sambil memungut kartu hitam itu di lantai.Jika semua orang mulai ketakutan, tapi tidak dengan Sindy, “Di mana kamu membuat kartu tiruan ini? Sangat persis sih, tapi tidak akan bisa menipu mataku! Supreme black