Begitu masuk, seorang pelayan menyambutnya. "Nona Hana, silakan ditunggu di ruang keluarga."
"Tunggu sebentar. Siapa saja yang ada di ruang keluarga?" Hana melihat beberapa mobil diparkir di sana, jadi dia menanyakan pelayan untuk mempersiapkan hati.
"Seluruh keluarga Winata hadir, Nona Hana."
"Apa? Semua hadir?" Mata Hana terbelalak. Tentu saja semua hadir. Siapa yang tidak terkejut mendengar Hana, cucu perempuan yang paling diandalkan Nyonya besar Erina Winata untuk masa depan keluarga Winata, malah menikah secara mendadak? Ditambah lagi suami yang dinikahinya memiliki penyakit epilepsi. Ini adalah masalah yang sangat serius, dan harus segera diselesaikan.
"Iya, Nona. Mari silakan." Hana dan Green berjalan melewati ruang tamu dan kemudian memasuki ruang keluarga.
Semua yang berada di ruang besar itu langsung menatap Hana dan Green. Hana mendadak tersenyum, untuk melarutkan aura
"Keputusanku, hari ini juga kalian harus berpisah! Anggap pernikahan itu tidak terjadi. Lebih baik hadapi ancaman skandal secara langsung daripada mundur, padahal ujung-ujungnya kalian tetap akan menghadapinya. Cepat atau lambat keluarga Milan akan membongkar pernikahanmu dan juga skandal itu!" jelas Nyonya besar Erina dengan nada kesal."Nek, alasan papa menuruti keluarga Milan dengan menikahkan kami, itu untuk mengulur waktu supaya aku punya kesempatan meyakinkan Marcell, sebelum Marcel mendengar berita skandal itu dari mereka. Lagian keluarga Milan sudah menyaksikan sendiri pernikahan kami. Bagaimana bisa aku menyangkal pernikahan itu?" Hana mengerutkan keningnya."Itu sebabnya harusnya kalian tidak menikah! Tetapi soal pernikahan yang disaksikan keluarga Milan, katakan saja yang sebenarnya, bahwa merekalah yang memintamu menikah sebagai syarat agar skandal itu tidak disebar. Intinya sekarang juga pernikahan ini harus kau akhiri. Aku ingi
Pertemuan keluarga Winata berlangsung dengan cukup menegangkan, apalagi Erina mengeluarkan ancaman seperti itu terhadap Anton."Itu adalah hak Mama. Terserah jika Mama pada akhirnya memutuskan seperti itu." Itulah tanggapan Anton atas ancaman Nyonya besar Erina Winata."Tentu saja. Itu sepenuhnya hakku!" Setelah berucap seperti itu, Nyonya besar Erina Winata beralih pada Hana. "Seperti kata papamu, katanya kau akan mampu meyakinkan Marcell. Apa kau memiliki kepercayaan diri yang sama?""Tentu saja, Nek." Hana menjawab dengan singkat. Setelah itu, ia memutuskan untuk undur diri. Sebenarnya sudah sedari tadi ia tidak betah duduk di sana begitu keluarganya terus saja sibuk menghina Green dalam perdebatan mereka."Kenapa terburu-buru, Hana? Jarang-jarang kita bisa berkumpul seperti ini. Kita semua berencana akan makan siang bersama setelah pembicaraan selesai." Bibi Felisa menahan Hana.&nbs
Hana melajukan mobilnya meninggalkan rumah Nyonya Besar Erina Winata. Suasana tampak hening di dalam mobil. Baik Hana maupun Green masing-masing berkutat pada pemikirannya sendiri.Saat ini, Hana merasa marah. Kenapa keluarga Winata begitu sombong? Dari dulu selalu seperti itu, memandang rendah orang yang berada di bawahnya. Harusnya saat seseorang jatuh dan terluka kita harus segera menolongnya, tetapi keluarganya malah menertawakan Green saat Green terjatuh seperti itu. Benar-benar sulit diterima akal sehat! Hana benar-benar kesal dan merasa malu punya keluarga yang seperti itu. Neneknya begitu marah pada Green, padahal salah Green tidak ada sama sekali. Paman-pamannya dan juga sepupu-sepupunya juga sangat keterlaluan. "Benar-benar gila!" umpatnya dalam hati.Hati Hana mendadak sedih, saat memikirkan sikap neneknya tadi. Padahal dia adalah cucu kesayangan neneknya. Tetapi hanya karena dia tidak sengaja berbuat satu kesalahan, neneknya lang
Selesai mengobati Green, Hana menaruh kotak P3K dan kompres di atas nakas. Hana melihat Green hendak menyentuh dagunya yang terluka."Jangan, Green. Nanti salepnya terhapus." Hana langsung mengingatkannya."Iya!" Green seketika menurunkan tangannya seperti anak kecil penurut. Hana mendengkus tersenyum melihatnya.Suasana hening. Hana kemudian kembali menatap Green. "Green, aku minta maaf ya.""Kenapa kamu minta maaf? Kamu tidak ada salah, malah selalu menolongku." Green tersenyum. "Aku justru ingin mengucapkan terima kasih padamu."Hana mendesah. "Aku minta maaf karena kelakuan keluargaku. Keluargaku sudah keterlaluan menghinamu. Kamu pasti sakit hati mendengarnya." Wajah Hana tampak menyesal."Jika ditanya, hatiku memang sakit. Tapi aku memang sudah terbiasa menerima hal semacam ini, Hana." Green menarik nafasnya kemudian kembali berkata, "Yang aku tidak bia
Selesai makan, Hana memutuskan masuk ke dalam kamar, begitu pula Green yang hanya bisa mengekorinya. Tugas sekolah Hana belum selesai dan besok harus dikumpul. Biasanya dia tidak pernah selambat ini dalam mengerjakan tugas. Begitu guru memberi tugas, ia akan segera menyelesaikannya di hari yang sama, bahkan kalau perlu di saat itu juga jika ada jadwal kelasnya yang kosong. Namun kejadian tak terduga dua hari ini benar-benar menyita waktunya sehingga baru sekarang ia bisa mengerjakan tugasnya. Hana adalah tipe orang yang tidak suka menunda jika itu berkaitan dengan pelajarannya di sekolah. Dan dia sangat suka belajar. Itu sebabnya ia selalu meraih peringkat pertama di sekolahnya.Sementara itu, Green duduk di sofa besar yang menjadi ranjangnya tiap malam. Dia hanya menatap punggung Hana yang duduk di depan meja belajar, sibuk berkutat dengan buku-bukunya. Di meja kecil ada camilan cookies yang tersisa, juga mangkuk kosong yang sebelumnya berisi potongan buah nana
Ghania terkejut mendengar ucapan Hana. "Tadi siang kamu berbicara dengan penuh percaya diri pada nenek, ternyata kamu bahkan tidak memiliki ide! Sejak kapan kamu payah begini?" Ia memutar bola matanya malas."Aku cuma bercanda! Aku sudah memiliki ide yang bagus!" Hana menjulurkan lidahnya sedikit. Dia hanya ingin melihat reaksi sepupunya itu. Ternyata Ghania malah mengejeknya. Ghania pun merasa dikerjai. Tentu saja, Hana tidak mau menunjukkan kelemahannya di hadapan Ghania. Biar bagaimanapun Ghania adalah putri dari pamannya yang menyebalkan itu. Bisa saja Ghania bercerita pada mereka.Mereka terus berbincang hingga waktu berlalu begitu saja. Hana menatap jam di dinding, kemudian menatap Ghania. "Aku ke atas sebentar mau melihat Green. Rasanya tidak mungkin jika dia belum bangun." Ia pun beranjak dari duduknya dan Ghania mengikutinya. Hana menghela nafas menyadari Ghania mengikutinya, tetapi ia tidak berniat melarangnya. Ghania adalah sepupu
Pelayan Ema datang ke kamar Hana memberitahu bahwa Tuan dan Nyonya Winata sudah kembali."Hana, aku ke bawah dulu mau menyapa Paman dan Bibi." Hana hanya mengangguk. Lalu Ghania keluar dari kamar.Saat Ghania turun, ia tidak hanya mendapati Anton dan Jihan, tetapi kakak laki-lakinya juga ikut bersama kedua orang tua Hana. Mereka sedang duduk santai di ruang keluarga."Paman, Bibi! Rencananya, aku mau menginap di sini malam ini," ucap Ghania setelah memberi salam dan duduk di sofa tunggal."Oh, ya sudah." Anton menjawab Ringan. Mata Ghania beralih pada Reynaldi."Kakak kenapa kemari?" tanyanya pada kakak laki-lakinya itu."Tadinya aku mau menjemputmu dari sini. Padahal jarang-jarang kamu ke ibukota, tetapi malah memilih menginap di sini daripada di rumah sendiri." Reynaldi mengeluh.Selama ini, Ghania memang memilih tinggal di kota lain be
Makan malam sedang berlangsung. Saat Hana dan Green turun suasana terasa dingin. Anton menatap putrinya itu dengan tatapan yang sulit diartikan, sementara Jihan hanya mengerutkan keningnya. Dia merasa khawatir jika putrinya itu menjadi dekat dengan Green, itu karena mereka baru saja mendengar dari Ghania bahwa Green tidur di kamar Hana. Kenapa putrinya itu memutuskan untuk sekamar dengan Green? Saat ini Hana duduk berdampingan dengan Green di meja makan. Bahkan Hana meladeni Green makan."Kak Rey menginap di sini juga?" tanya Hana di sela makannya.Reynaldi menggeleng. "Aku akan pulang malam ini. Tadinya aku kemari untuk menjemput Ghania, tapi ternyata Ghania akan menginap di sini.""Oh begitu," tanggap Hana santai.Green terus menunduk seolah fokus pada makanan yang ada di piringnya, tetapi kenyataannya ia hanya tidak mau bertatapan dengan semua orang yang ada di ruang makan itu, terkecuali Hana. Di