Share

Episode 7. Sampai Tuntas

Seluruh tubuh Hana bertumpu sepenuhnya pada Green yang memeluknya erat. Rasa takut yang berlebihan memang bisa membuat seseorang menjadi hilang tenaga apalagi jika rasa takut itu berlangsung agak lama. Bahkan ada orang yang sampai terkena serangan panik dan sampai mengalami pingsan karena rasa takut yang berlebihan.

Masih di posisi yang sama, Hana mencoba perlahan berdiri dengan benar, mengatur keseimbangannya di dalam pelukan Green. Deg, deg... Jantung Green sedikit berdetak lebih kencang. Di usianya yang sudah 21 tahun, inilah pertama kalinya Green memeluk tubuh seorang gadis. Itu pun tidak sengaja. Dan rasanya... rasanya sampai membuat mata Green melebar cukup lama.

Setelah mampu menyeimbangkan diri, gadis itu mendongak menatap wajah Green dengan kedua tangannya masih memegang kedua bahu Green. Green sedikit melonggarkan pelukannya, dan menunduk menatap wajah gadis itu. Green mengerjapkan kedua matanya beberapa kali sebelum akhirnya memandang dengan seksama wajah gadis itu. Gadis yang saat ini ada di dalam pelukannya itu adalah gadis yang sangat manis di mata Green. Jika Ghania terlihat ayu dengan senyumnya yang menawan, gadis yang satu ini terlihat sangat imut dengan mata bulat besar yang indah.

"Maaf aku tak seimbang tadi. Sekarang aku sudah baik-baik saja," ucap Hana masih tetap mendongak menatap wajah Green yang sangat tampan.

Green tahu benar arti tatapan gadis itu. Dia tahu benar kalau gadis yang berada di pelukannya saat ini sedang terpesona padanya. Tatapan kagum seperti itu tentu sudah sangat biasa dia terima untuk orang-orang yang pertama kali melihatnya. Dan itu juga yang membuat raut wajahnya kembali sedih. Karena orang-orang tersebut dalam sekejap akan berubah 180° setelah melihat sendiri bagaimana keadaan Green sewaktu penyakitnya kumat. Mereka yang awalnya terkagum-kagum dan terpesona akan berubah menjadi takut atau sangat jijik padanya bahkan akan menghina dan membullynya kemudian. Lalu siksaan demi siksaanlah yang akan dia terima selanjutnya.

Mengingat sekejap hal itu, membuat Green menelan ludahnya. Gadis ini tentu tidak akan ada bedanya kan dengan semua orang yang selama ini dia kenal? Sebelumnya dia pernah mencoba berpikir bahwa di antara banyak orang pasti ada yang berbeda sikap untuknya. Misalnya seperti Ghania. Bertahun-tahun Green merasa sengsara tiap pergi ke sekolah, tetapi setelah bertemu Ghania, semua tampak terasa berbeda. Walaupun sebenarnya mereka berdua juga tidak cukup akrab, tetapi sikap Ghania yang berbeda terhadapnya membuatnya sedikit bersemangat ke sekolah walaupun masih tetap menghadapi ejekan dan bullyan. Siapa sangka ternyata Ghania tidak seperti yang dia bayangkan. Ghania sama saja dengan yang lain. Tidak ada bedanya. Bahkan Ghania tega meninggalkannya dalam posisi tak berdaya saat itu di lantai lapangan basket.

Kali ini, Green tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Dia tidak akan berharap sesuatu yang berbeda pada satu makhluk insan mana pun. Dunia tetaplah dunia. Dan akan selalu berlaku kejam padanya selama dia mencoba berjuang untuk hidup detik demi detik di dunia ini.

***

Green perlahan melepas pelukannya pada gadis itu. "Harusnya aku yang meminta maaf padamu. Karena aku, kamu ketakutan sampai lemas begini. Apa kamu memang sudah tidak apa-apa?" tanya Green tulus. Mereka berdiri saling berhadapan.

Walaupun Green melepas pelukannya tetapi kedua tangan gadis itu masih melekat di kedua bahu Green. Hana tersenyum lembut. Kedua tangannya menuruni bahu Green perlahan, lalu ia menggenggam kedua tangan Green dengan erat. Bahkan kemudian sedikit mengayun-ayunkan kedua tangan mereka yang saling bertautan seolah mereka sudah berkenalan untuk waktu yang lama. Green terdiam merasakan sikap hangat Hana terhadapnya. Walaupun terkesan aneh untuk kedua orang yang baru saja bertemu, namun Green menerima saja perlakuan Hana, seolah sedang terhipnotis. Faktanya bukan seperti itu, mental Greenlah yang memang sangat merindukan kelembutan seperti ini. Itu sebabnya, walau cukup membingungkan, tanpa sadar Green menerima saja perlakuan hangat dari gadis itu.

Sebenarnya Hana sendiri juga sadar betul kalau hal ini sedikit aneh dan mungkin akan terkesan canggung. Tetapi dia berupaya bersikap senormal mungkin seolah mereka sudah bersahabat lama, karena dia sadar betul lelaki yang ada di hadapannya saat ini sedang berada dalam posisi patah asa. Dan pasti sangat membutuhkan dukungan moril yang besar. Hana berniat membujuk Green untuk membatalkan niat bunuh diri bukan untuk hari ini saja. Tetapi tentu untuk seterusnya. Bukankah jika menolong seseorang sebaiknya harus menolongnya sampai tuntas? Begitulah pemikiran Hana.

Hana, sejak masa kecil, suka membaca dan menonton berita atau film. Cita-citanya sewaktu kecil adalah menjadi seorang psikolog ternama, itu karena dia terpengaruh sebuah film seru yang mengisahkan tentang seorang psikolog. Cita-cita hanya tinggal cita-cita. Setelah beranjak SMA, dia sadar bahwa jurusan yang harus dia ambil ketika kuliah adalah jurusan Ekonomi Bisnis, agar bisa membantu papanya nanti untuk menjalankan perusahaan.

Tetapi karena cita-cita kecilnya itu, dia jadi penasaran ketika mendengar berita tentang remaja yang bunuh diri. Dia sangat menyayangkan hal itu. Dan benci mendengarnya. Kenapa harus melakukan tindakan semacam itu? Tindakan yang menurut pendapatnya sendiri adalah suatu kebodohan.

Kadang Hana suka membaca pendapat para psikolog tentang kasus bunuh diri, hal itu membuatnya, sedikit banyak, punya teori dan wawasan yang luas sehubungan dengan masalah mental orang yang mencoba bunuh diri. Siapa sangka saat ini dia berhadapan langsung dengan orang yang akan bunuh diri?

Jika dinilai secara umum, sekali lagi, Hana termasuk kategori manusia yang cukup naif dan impulsif di dunia yang jahat ini. Bagaimana seandainya Green adalah lelaki gila, psikopat atau punya gangguan kejiwaan yang parah? Bukankah Hana akan terancam bahaya? Karena Hana masih sangat muda dan tidak berpengalaman, jadi dia hanya bertindak sesuai hati nurani dan pengetahuannya saja. Syukurnya Green bukanlah golongan yang semacam itu, jadi Hana tentu akan baik-baik saja.

"Iya aku sudah tidak apa-apa. Bagaimana denganmu?" tanya Hana dengan mata yang fokus, yang mampu mengunci pandangan Green hanya padanya saja.

"Aku.. aku saat ini baik-baik saja," jawab Green pelan, sedikit ragu.

"Baguslah. Kamu tahu? Aku benar-benar sangat malu. Hahahha. Tadinya aku berlagak seperti Wonder Woman, memanjat tinggi ke atas untuk mencegahmu. Siapa sangka malah kamu yang menolongku," ucap Hana panjang lebar dengan bersemangat.

Sementara pikiran dan hati Green bercampur aduk sehingga sulit mencerna kata-kata Hana. Tetapi dia merasa cukup nyaman mendengar suara Hana yang sangat bersahabat. Green hanya tersenyum kecil sebagai tanggapan karena gadis itu tertawa tadi.

"Aku sangat haus. Aku membawa mobil, tapi agak jauh di sana. Di mobil ada air minum. Kamu mau kan menemaniku ke sana?" tanya Hana membujuk sambil wajahnya menunjuk ke satu arah di mana mobilnya berada.

Semula Green agak ragu, tetapi kemudian dia memutuskan untuk menemani gadis itu. "Aku...aku akan menemanimu," jawabnya kemudian.

"Ya sudah, ayo kalau begitu," ucap Hana penuh semangat. Hana melepas salah satu tangannya dari Green. Tetapi sebelah tangannya yang lain tetap menggenggam erat tangan lelaki itu. Mereka pun melangkah ke sana sambil berpegangan tangan.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Gondronk Muhtadin
jadi gembira
goodnovel comment avatar
Ws Edwar
hopelly happy ending
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status