Share

Bab 5

"Kamu tahu laki-laki yang berada di foto ini? Atau ini kamu?" tanyaku dengan sembarangan nuduh.

"Mbak, aku bukan belain suami sendiri, tapi memang tiap kali ada Amara, aku tarik suami untuk pulang," sahut Rosa. Ternyata ia begitu yakin dengan suaminya. Lalu aku istri macam apa yang mencurigai suami sendiri?

"Jadi, laki-laki ini bukan kamu, Gilang? Atau apakah ini suamiku?" tanyaku menyelidik. Pandangan mereka tampak berbeda ketika aku menyudutkan suamiku sendiri.

"Assalamualaikum," ucap suara Mbok Yuni dengan kedua anak wanitaku pulang dari sekolah.

"Waalaikumsalam, Mbok, langsung ajak anak-anak masuk kamar ya," ucapku. Mbok Yuni baru datang tadi pagi setelah beberapa hari absen karena mudik. Ya, sebenarnya aku bukan tipe wanita yang tidak bisa mengatasi semuanya sendiri, tapi Mas Sandi yang menginginkan ada asisten rumah tangga di rumah ini, sekaligus membantu merawat anak-anak di rumah.

"Maaf ya, terganggu, kita lanjut lagi," ucapku sambil menghadapkan kedua lutut ini ke arah Rosa.

"Iya, jadi kami benar-benar nggak tahu apapun mengenai ini, Mbak. Kalau pun tahu, kami tak ingin ikut campur urusan rumah tangga orang," jawab Rosa.

"Ya sudah, nanti aku bilang sama Mas Sandi, mengenai kerjaan, semoga masih ada lowongan. Kalian udah makan belum? Sebentar lagi makan siang, tuh udah jam sebelas siang, makan yuk!" ucapku sambil menarik lengan Rosa. Kemudian secara estafet, Rosa pun menarik lengan suaminya.

Setelah beberapa menit kami makan, mereka pun pamit, aku merasa tak enak hati pada Gilang yang sempat aku tuduh menjadi pengantin yang berada di foto tadi.

"Gilang, maaf ya. Tadi nggak ada maksud nuduh," ucapku ketika ia hendak pulang.

"Ya, Mbak. Nggak apa-apa. Namanya juga sayang suami, jadi cemas suaminya diambil orang, ya kan, Mbak?" ejek Rosa.

Aku mengantarkan mereka sampai ke pekarangan rumah. Setelah itu, aku pun masuk kembali.

***

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Ketika Mas Sandi pulang, aku pun langsung memberikan kabar bahwa Gilang sedang mencari pekerjaan.

"Mas, tadi Gilang ke sini."

"Ngapain?" tanyanya sembari melepas dasi.

"Minta kerjaan," sahutku.

"Oh soal itu, ya besok akan Mas ajukan ke Pak Dimas."

Dengan enteng ia mengindahkan ucapanku. Itu artinya, pengunduran diri Gilang, sudah dibicarakan sebelumnya.

"Ya sudah, nanti aku kabari Gilang dan Rosa," imbuhku.

"Nggak usah, nanti aku aja," tepis Mas Sandi.

Aku hanya mengangguk, pura-pura mengerti dan paham saja maksud dari ucapan Mas Sandi. Padahal di sisi lain, aku amat penasaran dengan pengunduran diri Gilang, apa sengaja atau kebetulan.

***

Hari berganti hari telah berlalu, Gilang sudah keterima kerja di kantor Mas Sandi. Dengan amat mudah ia mendapatkan pekerjaan yang terbilang sekarang lumayan enak dan menyenangkan dari pekerjaan sebelumnya. Mas Sandi begitu baik dengan Gilang dan Rosa, selayaknya adik sendiri.

Hari ini pun hari mamaku datang menginap. Ini juga sempat tertunda oleh kedatangan Amara kemarin.

"Ca, Mama kok ya kesel sama kamu, kenapa sih selalu aja mengizinkan wanita yang bukan keluarga bermalam di sini?" Mama yang baru saja tiba sudah mengeluhkan apa yang sebenarnya aku pikirkan.

"Mah, aku janji nggak lagi-lagi," sahutku sambil meletakkan tas jinjing yang mama bawa ke dalam kamar.

"Lah iya toh, Ndok. Dia kan sudah bercerai dengan suaminya, masa ia kamu memudahkan janda masuk ke dalam rumah!" tentang mama. Aku agak tersedak salivaku sendiri ketika mendengar penuturan mama barusan.

"Mah, jadi Mama tahu bahwa Amara itu telah bercerai?" tanyaku menyelidik. Tas yang kuletakkan di lemari pun terjatuh karena aku benar-benar terkejut mendengar ucapan mama. Bagaimana bisa aku tak mengetahui akan hal itu, sedangkan mamaku tahu.

"Mama juga baru tahu ini, Sayang. Dari Indri, sepupunya Amara yang sekarang pacarnya Eman," terang mama. Aku pikir ia sudah tahu dari dulu tapi tidak memberikan informasi ini padaku.

Kemudian, mama izin menggeser vas bunga besar yang berada di samping lemari.

"Ini Mama geser ya, Ca. Sumpek banget lihatnya," celetuknya sambil menggeser vas bunga tersebut yang kebetulan tidak berat.

Setelah vas bunga itu dipindahkan, aku berdiri menghampiri samping lemari, kenapa kok seperti pintu kecil terbuat dari papan?

Aku mengerutkan dahi sambil menghampiri papan tersebut. Sebab, selama ini aku tak pernah menggeser vas bunga yang tadi mama geser.

Bersambung

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dewi Rb
knp istrinya dongo banget ya
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
klu dipikir2, kenapa banyak suami yg selingkuh itu kesalahan istri2 yg abai dan dungu
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status